DUA PULUH SATU

999 69 4
                                    

Jika menurutmu menjauh adalah cara terakhir. Kamu salah. Itu sama saja kamu lari dari kenyataan, dan kamu sudah melukai satu hati karena itu.
 
•Arkan Vernando•

Sepertinya keputusan kemarin akan kujalani, walau berat tentunya. Tapi, kehilangan sahabat tentu akan lebih menyakitkan. Aku tahu, ini salah. Salah dalam hal perasaan, tapi ini benar dalam hal persahabatan.

Akan kucoba untuk menghilangkan kata salah itu. Dengan langkah pelan aku berjalan di lorong koridor sekolah. Tiba di kelas, aku langsung di hadapkan oleh orang yang ingin kujahui sekarang. Arkan.

"Selamat pagi," sapanya dengan senyuman lebar.

"Pagi." Aku tersenyum tipis, kemudian berlalu ke dalam kelas. Meninggalkan Arkan yang masih berdiri di daun pintu.

Beberapa detik kemudian, Arkan berjalan ke arah bangku yang baru saja kududuki. "Na, nanti malam kita makan di luar yuk?" Mataku menatap sekilas. Ingin sekali menerima, tapi memang keputusanku sudah bulat.

"Maaf, aku gak bisa." Terlihat raut kecewa di wajah ceria Arkan.

"Kenapa? Mami sama Lily ikut juga loh."

"Aku ada urusan, maaf ya."

"Its' okey. Lain kali kita makan bersama." Usapan halus dari tangan Arkan membuatku menoleh beberapa detik.

Tak lama bel berbunyi, pada murid mulai memasuki ruangan kelasnya.
"Belajar yang benar ya." Pamit Arkan sebelum ke meja tempat ia duduk. Kupejamkan mata sebentar lalu menghela nafas secara samar.

Ini yang terbaik, Anna!

*********

Istirahat kali ini kuhabiskan bersama teman-temanku tentunya. Aku bernafas lega, ketika Arkan tak ikut makan dalam satu meja kami.

Setidaknya, aku tak perlu bersusah payah bersikap tak acuh.

"Pulang sekolah piknik yuk!" Seruan Veril membuatku menoleh dan ikut menyimak pembicaraan.

"Kemana?" Tanya Geby seraya menyuap bakso.

"Taman deket-deket sini aja, nanti bawa tiker sama makanan."

"Ide bagus tuh, gue ikut!" Geby menyetujuinya dengan berbinar-binar.

"Aku ikut," sergahku.

"Gue juga," sahut Rara.

"Oke deh, nanti gue yang siapin tiker dan makanannya." Semua mengangguk bersamaan.

"Mau ajakin Gerel ah!" Ujar Veril yang langsung mendapat tatapan tajam dari Geby, "ini kumpul perempuan, gak usah ada laki-laki!"

"Iya iya." Veril menyiut. Benar juga apa kata Geby, ini waktuku bersama teman-teman. Masalah asmara atau apapun itu, lupakan sejenak. Nikmati masa-masa persahabatanmu.

Kami berlanjut mengobrol hal lain, sampai-sampai tak peduli suasana kantin yang heboh. Tawaku lepas bersama mereka. Gak bisa membayangkan jika persahabatan ini hancur gara-gara egoku sendiri.

********

Aku bernafas lega ketika sudah pulang ke rumah, akhirnya bisa melewati satu hari tanpa Arkan. Semua itu perlu usaha yang kuat untuk mengendalikan perasaan ini. Sejujurnya aku ingin bersamanya selalu, tapi sepertinya takdir memilih aku dan dia saling melepaskan.

Usai ganti baju serta membersihkan badan, aku mendudukan bokong di shofa ruang keluarga. Tepat di sana ada bang Arlan yang sedang asik menatap layar TV.

"Tumben cepet kuliahnya?" Tanyaku seraya membuka toples kacang yang ada di meja.

"Dosennya pulang cepat, karena ada urusan." Aku hanya ber 'oh' ria saja.

Bidadari Sekolah(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang