G O D D E S S P A R K — © 2 O 1 9
✧ : : ☾
❝ tentang festival bertajuk luka
setinggi langit sedalam samudera
nan direngkuh oleh kata-kata
darimu, tuan pelukis bahagia.❞
semesta berpihak, secangkir kopi nyatanya dapat membuat luka berangsur pudar. sergah semilir angin, tak jadi kicauan menganggu meskipun tetap menerpa surai hitamku.terbilang satu bulan lebih satu minggu, aku sudah sembuh. dari lika-liku antalogi kisah berluka. aku, sudah sepenuhnya melupakan seorang arjuna.
karena siapa? hanggara tepatnya.
dentang waktu memeta tiap baris awan yang kini kian mengelabu, rasanya belum saja petang, namun dirgantara sudah menggelap.
seperti sebuah kode dalam siasat peperangan. ini artinya waktuku untuk beranjak.
namun aku mengelak, aku memilih diam menyendiri menunggu datangnya hujan yang akan kutatap lewat kaca toko ini. bukan, bukan untuk mengepul rindu seperti tokoh gadis kaku dalam cerita klasik, bukan sama sekali. hanya saja, rasanya aku ingin menghirup nafas lega setelah terbebani sekian lama ini.
dan hujan pun turun, lalu lalang pejalan kaki menjadi ribut dalam satu waktu. kendaraan bersahaja dikawal kemacetan lampu merah yang menjengkelkan.
satu yang kulihat saat ini, sebuah sepeda motor dua penumpang berhenti seketika. membuat keduanya bingung dan memutuskan untuk rehat sejenak dari jalanan.
aku tertawa kecil.
bukan menertawakan, namun terlintas satu ingatan. yang terjadi beberapa hari yang lalu disaat petang.
"kalau lupa bawa uang itu, bilang. jangan diem aja kaya orang ilang." kata hangga, matanya tetap meratapi aspal hitam, menjalankan motor tuanya.
"aku bingung bilang ke siapa, lagian aku gak laper kok tadi."
"gak laper tapi bibir kamu pucet."
"ya.... itu... sih...."
drrtt.....
"loh kok berhenti?" lanjutku.
"bensinnya abis, radin."
"hah?"
dan kami menepi sebentar, karena jalanan mulai diguyur hujan.
"makanya kalau bensin habis itu, bilang. jangan diem aja kaya orang ilang," kataku, niat menyindir si taruna bebal.
"balas dendam nih ceritanya?"
"enggak tuh."
"dorongin, sampai ke pom bensin dekat sana dong."
"loh kok aku? sama kamu aja."
"kamu."
"gamau."
"yaudah."
"terus kita pulang gimana?"
"hah.. kita?" katanya, aku pun gelagapan.
"eh maksudnya-"
"kamu aja kali." lanjutnya.
"loh?"
tanpa aba-aba hanggara, lari berhujan-hujanan. seragam kusutnya sudah terbasahi rintik hujan. ditengah jalan yang sepi, dia berteriak semu. sambil melambaikan tangan.
"radinkaaaa, ayo main hujan-hujanan."
"enggak." tak disangka ia menghampiriku dan menarik lenganku kuat-kuat untuk bersimpuh dalam rundungan hujan.
kala itu, menjadi pengobat luka. rasanya hujan sudah tidak lagi menjadi musuh yang harus kuhindari.
terlebih saat itu ia berucap.
"hujan itu merengkuh, bukan menamban peluh."
juga.
"rasanya sia-sia kalau kamu bersembunyi saat hujan datang. aku tau kamu masih menyimpan luka. tapi aku rasa, aku menemukan obatnya."
dan.
"banyak yang bersedia jadi kakimu kalau kamu enggan melangkah. jangan merasa berdiri sendiri. lihatlah, semesta bukan tentang satu hal saja. buktinya, hal yang kemarin kamu benci bisa saja menjadi hal yang paling kamu sukai kali ini.
ya memang benar, aku menyukai hujan mulai detik itu. terimakasih, hanggara.
(( manis banget senyumnya mas , gakuat . ))
- tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Dermaga
Fanfic↺ ☾ bahasa | lowercase ☽ ❝ satu tangan untuk engkau genggam, memeta angan dan sebuah jalan pulang. ❞ ft, hendery wong. © GODDESSPARK