14. 𝐍𝐀𝐍𝐓𝐈 𝐀𝐊𝐔 𝐂𝐄𝐑𝐈𝐓𝐀.

1.1K 217 63
                                    

G O D D E S S P A R K - © 2 O 2 O
✧ : : ☾
dan kali ini pula semesta tetap saja
menempatkanku disebuah rasa
antara bahagia dan luka.

( bismillah, jangan lupa vote, yyyaaaa? )

( bismillah, jangan lupa vote, yyyaaaa? )

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"pulang, rumahmu rindu kamu."

kemilau bumantara bagai senantiasa mendengar gumamku yang terujar, tak sengaja. sedangkan riuh angin pun selayaknya meniup petrikor sisa hujan tadi petang ke udara.

dan saat ini pula, semesta bak menyaksikanku yang tengah terduduk dengan tatap hampa tanpa tawa maupun yang lainnya.

padahal senyatanya, pikiranku sedari tadi memutar sebuah rekam memori tiada hentinya. ya, satu memori kala hujan merundung bumi tepat pada senja yang tadi baru kulalui.































"radin—"

"hangga—"

kami saling memanggil nama pada satu waktu yang sama. lantaran sedari tadi tak ada untaian kata yang terucap diantara kami berdua. namun, saat ini malah rasa kaku yang tercipta.

"kamu dulu."

"enggak, kamu dulu aja," pungkasku. lantas terdengar helaan napasnya menderu dibawah payung hitam yang menaungi kami, berdua.

"...kenapa kamu menghindar dari aku?" tanyanya ragu.

sontak langkahku terhenti tiba-tiba, begitu pula dengannya seraya masih memegang tungkai payungnya. saat itu pula, aku tak tau harus berkata apa. sedangkan sesak mulai meriuh dalam sukma.

aku hanya merasa bersalah atas semua.

"... maaf." begitu bilah delimaku berkata, sedangkan pandangku kini tertuju pada sepatuku yang sudah terkena genangan air tangisan sang cakrawala.

pula menahan desakan air mata yang entah mengapa tiba-tiba hendak mengalir begitu saja. namun, sepertinya ia tau tentangku yang sedang bersembunyi menghadap tanah, menahan tangisan.

"hei? aku gak minta kamu untuk bilang 'maaf.' radinka..." suaranya mengalun begitu tenang, menenangkan. seraya mengaitkan suraiku ke telinga. saat itu pula aku berbalik ke sebelah kanan supaya ia tak bisa melihat wajahku yang sendu.

aku, hanya malu.

kemudian yang kulakukan hanya tersedu, kendati ada hanggara yang tetap setia menunggu. semesta, izinkan gadis lemah ini menangis dulu, ya? bersamaan jatuhnya rintik hujan ini pula, semoga rasa sedihku pupus juga.

DermagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang