G O D D E S S P A R K - © 2 O 1 9
✧ : : ☾
❝ tentang kamu yang
mengemban sehimpun luka,
namun disembunyikan
lewat kata-kata. ❞jam berdetak, membentang waktu yang dilukiskan angka. mendelik, meraup detik demi detik merengut masa. sedang aku terdiam dalam belenggunya.
ditangkapnya angin hampa oleh rungu, tak menggerakan pita suara untuk merangkai sebuah wicara. aku, sepenuhnya termangu seraya menatap roti coklat yang tinggal separuh. dengan pencahayaan lampu berkedip sekarat, minta diganti.
lalu tiba-tiba mas damar dengan pakaian sederhananya terduduk disampingku. meraih remote lalu menyalakan televisi yang selalu bersahaja terpampang di atas meja kuno. namun, mas damar bukan jiwa yang acuh. ada aku disampingnya, ada insan yang menunggu sebuah tanya.
"kamu kenapa?" tanya mas damar.
"aku kepikiran hanggara mas," jawabku sekenanya. mas damar mengangguk paham tanpa mengucap seuntai kata.
"tadi mas bicara apa sama hangga?" tanyaku, sedang sang lawan bicara malah tersenyum simpul, lalu berkata.
"itu urusan hanggara sama ibunya. kita gak berhak untuk ikut terjun kedalamnya, radinka." aku mengerjap, seraya termangu, takluk akan perkataannya.
"yang jelas, mas mau minta tolong ke kamu," lanjutnya. aku menyerngit, melempar tatap tanda tanya dalam raut muka.
"jangan biarkan dia berdiri sendiri. kelihatannya ia begitu tangguh, namun nyatanya ia rapuh. jadilah sosok pemapah langkahnya. mas percaya sama kamu."
iya, aku rasa aku bisa.
"hanggara, sudah mas anggap saudara sendiri. tanggungan mas jadi ada dua, kamu dan hanggara. makanya, mas harap kalian bisa saling menjaga kalau mas lagi diluar kota."
iya, aku akan berusaha.
"dan satu lagi, jadilah sandaran yang kokoh kalau-kalau ia sedang jatuh. ya?"
iya, namun perkara ini aku masih meragu.
aku termenung di kursi kokoh balkon kamarku, menatap cakrawala tanpa lukis gemintang yang terpapar sepanjang edar netra. hanya ada awan, bahkan rembulan pun bersembunyi seolah malu untuk tampil malam ini.
sepadan dengan jiwa dalam naungannya. aku, yang sedang dirundung abu. terdiam lesu padahal sukma sedang berteriak sekencang-kencangnya.
sesekali aku menoleh pada gawaiku. sekilas ragu melintas pada pikiran untuk sekadar menghubunginya lewat suara.
sekadar menjalankan tugas yang tadi mas damar beri. kali ini, hanggara sedang jatuh. dijatuhi takdir semesta yang aku sendiri tak tau apa itu.
skenarionya terlalu rumit, sehingga sulit untuk diterka insan tak sempurna. sederhananya, ini perkara takdir dari sang semesta.
aku ingat, sewaktu ia menasihatiku tatkala aku menggutu terhadap takdir yang kuanggap buruk kala itu. dan aku akui itu benar. katanya,
"kita itu mati, tapi takdir yang menghidupkan. sehingga kita berjalan mengikuti alur, waktu, juga kejadiannya."
kilas balik itu sangat berharga, kata-katanya sungguh menjejak pada sukma. maka dari itu, kali ini giliranku untuk mengabdi pada semesta. membantunya menjalani hiruk-pikuk takdir yang mengikat asa.
siap tidak siap, aku harus menjadi sebuah rumah. dimana ia bisa bersinggah, rehat sejeda dari dunianya.
ini sebuah harga mati, aku harus menjadi payung hitam dalam gulir hujan yang menghujam raganya.
dan menjadi perisainya. walaupun tak kasat disirat. bahwasanya, kami sama-sama rapuh dalam jiwa.
halo, gais! 🌈sejauh ini, gimana nih dermaga?
ceritanya emang semrawut, apa ada yang masih bingung sama alurnya? atau merasa kurang menarik sama diksinya?😭😭menurut kalian dermaga itu gimana sih?
hitung-hitung masukan buatku, karena ini story pertamaku. 🙆🖤
- tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Dermaga
Fiksi Penggemar↺ ☾ bahasa | lowercase ☽ ❝ satu tangan untuk engkau genggam, memeta angan dan sebuah jalan pulang. ❞ ft, hendery wong. © GODDESSPARK