#NWR #INCOGNITO #FIKSI #ROMAN #DEWASA
ANNA
Kemarin bu Sari mau keluar rumah, tampaknya beliau senang melihat pemandangan di luar tembok yg membatasinya enam bulan terakhir ini.
Ini penyelesaian yg baik, karena Krisna enggan ke supermarket sendirian, ngeri melihat daftar panjang belanjaan yg kubuat. Pak Titan tidak tampak batang hidungnya sejak Jumat pagi berangkat ke kantor, kata Krisna, menginap di apartemen teman kumpul kebonya. Tidak mungkin menunda belanja, pampers bu Sari habis, dan tidak mungkin meninggalkan bu Sari berdua dengan Krisna, aku meragukan kemampuannya melayani bu Sari, apalagi ia lelaki, bu Sari pasti risih dibantu ke kamar mandi walaupun oleh cucunya sendiri.
Bu Sari sama kurusnya dengan mama, dengan mudah aku memindahkannya ke mobil kijang innova bu Ira. Dan dengan membawa bu Sari, kami bisa mendapatkan parkir terdekat pintu masuk mall yg ada gambar kursi roda. Enak, tidak perlu berjalan jauh.
Seperti anak kecil bu Sari menunjuk ini itu yg diinginkannya, menambahkan ke dalam kereta belanja yg didorong Krisna. Setelah mengambil semua barang di daftar belanja, aku mendorong kursi roda bu Sari keluar dan menunggu di sana, sementara Krisna mengantri di kasir.
Aku melihat pak Titan bersama Krisna, dan ia mengantar kami sampai ke mobil. Aku merasakan pandangannya mengamatiku memindahkan bu Sari ke mobil tanpa berusaha membantu, bahkan setelah itu Krisnalah yg melipat kursi roda dan memasukkan ke mobil, tak ada sedikitpun bantuannya.
Senin siang, aku sudah memindahkan bu Sari ke kamar, dan sudah selesai membereskan meja makan dan dapur. Aku bermaksud ke kamar untuk tidur siang, aku membutuhkannya, tidur jam sebelas malam dan bangun jam empat pagi tiap hari, aku butuh istirahat ekstra di siang hari.
Belum sempat aku membuka pintu kamar, Krisna sudah memelukku dari belakang dan merogoh saku bajuku, mengambil Oppoku secepat kilat, tapi masih sempat kurasakan elusan tangannya di pahaku membuat bulu-buluku merinding.
"Kris, kembalikan!"
"Berapa nomor telponmu?" tanyanya tanpa menatapku, tangannya mengutak-utik handphoneku, untung Oppoku dipassword.
"Untuk apa?"
"Supaya aku bisa keep in touch denganmu."
Aku berusaha merebut Oppoku, tapi ia menyembunyikan di belakang badannya. Aku nekat memeluknya, tidak memperdulikan tubuhku menekan ke tubuhnya, tapi aku gagal, tangannya lebih panjang dari tanganku.
"Bu Ira tau nomor telponku." Aku berusaha merebutnya lagi, Krisna menjauh.
"Kamu mau aku bilang ke mama, ma, aku minta nomor telpon susternya oma, aku jatuh cinta kepadanya. Begitu?" tanyanya menggoda.
Aku tertawa. "Tak mungkin kamu jatuh cinta kepadaku, Kris, di kampusmu pasti banyak cewek yg mengejar-ngejarmu."
"Berapa?" Tanyanya lagi sambil menjauh ke ruang tamu.
Krisna menekan tombol di Iphonenya sementara aku menyebutkan dua belas angka. Krisna mencoba menelpon, ia tersenyum puas waktu Oppoku berbunyi. Tapi senyumnya hilang melihat layar handphoneku, ada dua nama provider di situ.
"Satunya?"
"Itu saja kan sudah cukup." Kataku mengelak, nomor satunya adalah nomor WA dan nomor Line.
Ia melihat layar Iphonenya, sambil menghindariku yg berusaha merebut handphoneku. "Nomor yg kamu sebutkan tadi tidak ada nomor WAnya."
"Lalu, kenapa?"
"Buat apa kamu punya smartphone, kalau nggak punya sosmed? Impossible."
Waduh, bagaimana ya aku menjawabnya. Brondong satu ini pinter juga. Dan memang nomor yg aku sebut tadi bukan nomor utamaku, itu nomor SIM Card yg kupakai untuk paket internet, kalau ada yg lebih murah, ya nomor itu aku buang.
"Kris," Aku mesti pakai rayuan maut, sekalian saja si jablay ngelaba. Aku duduk di sofa, di sampingnya, pura-pura tak memperdulikan Oppoku. "Kan kita tiap hari ketemu, nggak perlu telpon-telponan." Aku meletakkan tanganku di pahanya.
Eh sialan, Krisna meletakkan Iphonenya di meja, tapi memasukkan Oppoku di saku belakang celananya.
"Anna," Ia miring menghadapku, menatap mataku. "Kamu maunya apa?"
Waduh aku deg-degan, bahasa tubuhnya mengingatkanku bila Glen mau menciumku.
"Aku mau handphoneku."
"Cium dulu." Krisna mendekapku, mencium pipiku, lalu bibirnya bergeser mencari bibirku. Sedetik aku membalas ciumannya dan detik berikutnya aku melepaskan diri.
"Kenapa Anna? Nggak enak ya? Aku belum pernah mencium bibir cewek." Mata Krisna yg sayu menatapku, "Ajari aku, Anna, aku yakin kamu sudah pengalaman."
Waduh, aku langsung kelojotan di dalam hati, ini gurun pasir yg merindukan hujan, begitu air menitik, dengan rakus gurun pasir yg kering kerontang melahapnya. Aku membalas ciumannya, tapi otakku mengingatkanku, FOKUS FOKUS FOKUS OPPO OPPO OPPO.
Aku mendesah, dan tanganku balas memeluknya, mengelus punggungnya, turun ke bawah, meraba-raba pantatnya, sampai menyentuh benda padat dan keras. Ini dia! Aku menggeserkan dadaku sedikit supaya ia terlena sementara tanganku mencari jalan masuk ke sakunya, dan pelan aku menarik handphoneku.
Begitu kudapatkan, aku langsung melepaskan diri, tapi ternyata aku kalah cepat dengan anak ingusan ini, ia berhasil merampasnya lagi dan pindah duduk ke sofa tunggal. Sialan! Sia-sia dong pengorbanan bibirku dilahapnya sampai dower.
Krisna menyeringai penuh kemenangan, tatapan matanya berkilat nakal, tidak lagi sayu penuh nafsu seperti tadi.
"Curang kau, Anna!" Ia sengaja menjilat bibirnya. "Bibirmu manis."
Aku tidak mungkin tersipu-sipu digoda brondong nakal ini. Aku berdiri menghampirinya, siap menyerang.
"Mau lagi?" tanyaku menggoda, mengangkat sedikit rokku dan duduk mengangkang di pangkuannya. Terlanjur basah, nyebur saja sekalian.
Tangan kiri Krisna ditumpangkannya di paha kananku yg terbuka karena rok sudah tersingkap, aku melihat jakunnya naik turun, tapi tampaknya ia tetap waspada, tangan kanannya diangkatnya sejauh mungkin dari badannya.
Di buku-buku cerita dewasa, biasanya adegan seperti ini selalu ditambahkan bagaimana si cowok mulai terangsang, ereksi dan lain-lain. Aku nggak sempat mengurus selangkangan Krisna, aku menciumnya lembut, sambil tangan kananku membimbing tangan kirinya ke pinggangku, lalu gantian tanganku meraba pinggangnya, meremasnya. Sementara tangan kiriku mengelus lengan kanannya menariknya turun untuk mengelusku.
Waktu Krisna mulai terlena, aku mendadak bergerak naik, tangan kananku bertumpu di pundak kanannya, tangan kiriku meraih Oppoku.
"Curang kau, seductress!" Ia tertawa. Tangan kiri Krisna masih di pinggangku berusaha menarik badanku turun.
Aku tertawa, "Apapun akan kulakukan untuk merebutnya kembali."
Dan tiba-tiba....
"Ehem." Krisna kaget menurunkan tangan kanannya, aku cepat menyambar Oppoku, baru menoleh siapa yg berdehem. Pak Titan!
bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
INCOGNITO
RomanceTitan curiga dengan perawat ibunya, siapakah dia sebenarnya? Anna sabar melayani kecerewetan ibunya, cekatan mengganti pampers, menaik-turunkan ranjang pasien, rajin mengurus rumah, pintar memasak. Apa sih pendidikan seorang perawat? Kalau dia lulu...