menginap yang ada di benak langit dan jingga sungguh berbeda.
langit dan angan-angannya tentang malam panas bersama jingga,
jingga dan angan-angannya tentang obrolan berat bersama langit hingga pagi datang.
sungguh jauh berbeda.
sofa empuk, selimut cukup tebal, dua gelas coklat panas, dan dua insan yang duduk bersebelahan.
"jadi?"
langit tolehkan kepala pada jingga.
"apa?"
hening. jingga seakan ragu dengan apa yang akan ia lakukan.
"kenapa kakak tak suka gadis? apa seperti yang ada di pikiranku?"
"memangnya yang dipikiran kamu, seperti apa?"
sorot mata tajam langit sejujurnya sedikit buat jingga takut. tapi jingga tahu, dibalik pandangan tajam itu, langit ketakutan.
"kakak tak suka gadis karena, trauma?"
jingga menebak asal, perkirakan apa yang buat langit jadi begitu.
"iya,"
"trauma pada orang tua?"
"ya,"
malam itu mereka lewatkan dengan cukup berat.
diawali dengan tebakan ringan dari jingga ( hal-hal yang usik pikirannya tentang langit yang 'membenci' gadis-gadis ) dan dilanjutkan dengan jawaban panjang dari langit.
sebelumnya langit tak pernah ceritakan soal masa lalunya pada siapapun. sahabat terdekatnya sekalipun tak ia percaya.
soal ayahnya, yang bersikap layaknya bajingan lalu meninggal karena depresi dan terlilit hutang.
soal teman-teman lamanya yang tinggalkan dia setelah tau masa lalunya. setelah tau orientasi seksualnya.
soal ibunya, yang lakukan sexual abuse padanya di usianya yang masih enam tahun.
malam itu semua luka yang lamgit pendam, semua keluhan, semua dalam diri langit yang ia dan orang-orang sekitarnya anggap sebagai sebuah kecacatan, semuanya langit sampaikan pada jingga.
entah apa yang buat ia percaya pada sosok didepannya. jingga buat dia tenang, walau tetap tak bisa cegah air mata jatuh dari matanya.
jingga terus dengarkan dengan tenang, sesekali elus tangan, bahu, atau punggung langit. berusaha beri kekuatan.
berusaha sampaikan,
'aku ada disini, kak.
tapi pertanyaan lainnya, beri dampak cukup besar bagi keduanya
"kak?"
"hm?"
jam dinding tunjukkan pukul 4 pagi. ruang tamu tampak lengang, jalanan juga sama diamnya seperti mereka sekarang.
sesekali terdengar suara kendaraan mengebut dijalan seperti orang gila.
"kalau aku bilang kakak jatuh cinta padaku, apa itu benar?"
langit sempat raih tangan jingga, genggam sebentar seakan minta kekuatan
"ya,"
jingga cukup terkejut namun tak lepaskan genggaman
"tapi kamu tenang saja. saya tahu batasannya."
langit lepas genggaman mereka
lalu bangkit berdiri, berjalan perlahan kearah pintu"saya rasa lebih baik saya pulang dan kamu istirahat,"
lidah jingga kelu, otaknya tak dapat bekerja
"selamat malam"
dan pintu apartemen tertutup pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
café - binsung
Romancesegelas vanilla frappe sepiring cheesecake dan sebuah kisah dikala senja. warning! ✓ lowercased ✓ gay