Aku Ingin Cepat Pergi

70 7 0
                                    

Sudah beberapa hari ini bahkan hampir genab seminggu Daniel terus menemaniku. Alasannya, rumah sepi karena Danish pergi bulan madu ke Korea Selatan. Bukan hanya itu, alasan lainnya adalah karena tak ingin aku bersedih lagi. Ia tidak mau aku masih terus meratapi kesedihanku. Kata Danish padanya, Daniel harus bisa membantu Alice dan Danish menghapuskan kesedihanku selama kedua pasangan itu sedang berbulan madu. Padahal, kekesalanku hanya beberapa hari saja sejak tahu rencanaku ke California berantakan. Tapi setelah itu, aku tidak kesal lagi. Ya ... mungkin karena aku ditemani oleh Daniel jadi rasa bosanku di rumah hilang. Jika kesedihan, mungkin sampai berbulan-bulan aku masih sedih dengan perbuatan Bumi terhadapku.

Aku tidak enak pada Daniel yang selalu di sampingku dari jam 10 siang sampai jam 10 malam. Kapan dia bekerja? Memang dia bosnya, tapi bukan berarti dia bisa sebebas itu bukan? Aish, pria yang aneh. Jika kutanya bagaimana pekerjannya, ia hanya berkata, "Tenang saja!". Bagaimana aku bisa tenang coba? Ia pergi denganku sedangkan ia tidak ke perusahaannya? Bagaimana nanti kalau dia bangkrut? Ah ... aku tahu sih kalau super market besar itu ada yang kelola selain dirinya. Tapi 'kan, masa ia percaya sama orang lain begitu saja? Dasar pria aneh!

Tadi pagi, saat baru bangun tidur aku mengirim pesan pada Daniel mengatakan bahwa aku hari ini tidak ingin ditemani karena aku ingin istirahat setelah hampir satu minggu kami berlalak entah ke mana saja. Tapi dia keukeuh ingin menemaniku dengan alasan bahwa besok aku akan berangkat ke California dan sebulan lagi baru akan kembali. Memang aku tidak bisa berbohong kalau aku butuh dia untuk menghiburku, tapi, ya ... seperti yang kukatakan, aku tidak enak padanya. Setelah ia memberi rayuan mautnya yang nggak bisa kutolak, akhirnya aku memutuskan hari ini jam 2 siang baru akan keluar. Dan untunglah, tidak ada negosiasi lagi dari dirinya.

Sejauh ini, perasaanku dan Daniel tetap sama. Tidak memiliki getaran apa pun. Begitu pun dengannya. Bagaimana aku bisa tahu? Maukah mendengar ceritaku? Oke! Akan aku ceritakan.

Kemarin kami baru saja pulang dari Puncak Bogor untuk berlibur selama 2 hari. Dan sebelum pulang, di malam harinya aku sempat bertanya pada Daniel. Saat itu kami sedang duduk selesehan di rerumputan taman depan villa keluarganya sambil memakan jagung bakar. Saat itu, aku memang ragu-ragu ingin mengatakan apa isi kepalaku karena aku tidak mau ia sakit hati. Saat itu, suasana tiba-tiba canggung. Kurasakan ia juga seperti itu. Tapi yang membuat aku keanehan, posisi Daniel dan aku saat itu sama. Ia juga ingin mengutarakan apa yang ada di kepalaku.

Ia duduk tepat di sampingku sambil meletakkan sisa jagungnya ke piring di hadapan kami. Ia meneguk air mineral hingga tandas. Lalu ia berkata, "Bulan. Bolehkah saya bercerita dan hujungnya bertanya?"

Aku menganggukkan kepalaku. Di dalam pikiranku, aku berdoa semoga Daniel tak mengutarakan cintanya padaku. Aku takut bahwa aku akan menyakitinya. Terus aku berkata dalam hatiku, 'jangan sampai dia mengatakannya, ya Tuhan'. Dan doaku terjabahkan. Ia tak mengutarakan cinta. Melainkan perasaannya.

"Mungkin aku ge-er. Tapi, aku harus menceritakannya padamu agar sakit itu tak terjadi lagi antara kamu dan aku. Jujur, seperti yang sudah kukatakan selalu bahwa Danish yang over protektif padamu memintaku untuk menemanimu di sini. Bukan hanya dia, Alice pun demikian. Dengan alasan, agar mereka nantinya nyaman berbulan madu tanpa khawatir pada dirimu yang sedih. Dia tahu masalah Bumi mendekatimu dan Bunga yang hampir menamparmu di malam resepsinya. Aku yang menceritakannya. Maka dari itu ia memutuskan aku menemanimu dan membantumu menghapus sedih dan kesalmu.

"Jujur, saat pertama kali melihatmu aku terpesona. Selalu terpesona sampai saat ini. Tapi, perbuatan manisku ini memang itulah tipeku. Aku selalu berbuat manis pada semua wanita. Apa lagi pada orang yang sudah kuanggap seperti adik sendiri. Aku dan Danish tidak memiliki adik perempuan. Adik kami laki-laki yang sudah duluan menikah dan tinggal di California bersama suaminya. Maka saat kamu hadir di kehidupan Danish, ia sangat menyayangimu seperti adiknya sendiri. Begitupun dengan Alice. Dan rasa itu menular padaku.

Friend of Life and Death #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang