Tidak perlu diceritakan bagaimana masa awal masuk SMA, ya begitu. Ada yang terlambat, ada yang kepagian, ada yang bahagia karena mengetahui dirinya telah remaja, ada pula yang sedih karena tidak suka Masa Orientasi Siswa.
Sepekan ini hidup Diandra baik-baik saja. Tidak ada senior laki-laki yang genit ataupun senior perempuan pembully. Sekolahnya sempurna. SMA Harapan Bangsa, sebuah gedung yang terletak di ujung kota Jakarta. Bukan pusat kota, ini hanya desa kecil yang tak terlihat di atlas, tapi menyimpan sejuta kenangan tersendiri bagi pemukimnya.
Ada satu tempat paling ramai yang harus dikunjungi disini, Taman Desa. Yaa seperti alun-alunnya desa ini. Tersedia berbagai macam jajanan yang bikin ngiler setiap harinya. Apalagi kalau malam minggu, jelas, tidak ada tempat yang sepi saat ini.
Diandra bukan food hunter ataupun traveler, dia lebih suka menghabiskan waktu-waktunya di dalam rumah. Dia hanya lewat Taman Desa sesekali, itupun dengan Mamanya saat harus pagi-pagi belanja ke pasar.
"Di! Diandraaa!"
Seseorang berteriak dari luar sana, membuat telinga Diandra hampir pecah. Mama ada di dapur, tidak mungkin dengar suara petir itu.
"Apaan sih, Van?" Diandra membuka pintu.
Vania, tetangga paling rese yang harus dimusnahkan. Ini sudah jam 18.30 dan dia masih hobi saja berteriak di depan rumah Diandra tanpa mengetuk pintu.
"Temenin gue ke Taman Desa. Sekarang!" Pintanya terburu-buru.
"Ngapain? Males ah,"
"Beli rujak cingur,"
Mata Diandra membelalak tak percaya. Vania berteriak seperti orang kesurupan hanya untuk ini?!
"Halu lo. Mana ada rujak cingur malem-malem gini,"
"Ada. Baru jual. Orangnya baru dateng malem ini. Dari Surabaya. Katanya enak banget, Di," cerocos Vania.
"Yaudah beli besok aja, kan besok masih ada,"
"Jualnya cuman malem doang!"
"Yaelah Van, gue--"
"Daripada kamu ngelamun dirumah terus, Di," sahut Mamanya yang tiba-tiba muncul dibelakang Diandra.
"Jadi boleh nih tante?" Raut muka Vania secerah embun pagi.
"Tapi, Ma,--"
"Pulangnya jangan malem-malem," Mama mengingatkan.
"Ashiaapp!"
- - -
Malam ini dingin, dan Diandra hanya memakai kaus pendek, kenapa Vania bisa setega itu tidak membiarkan Diandra mengambil jaket?!
"Tuhkan, lo harus berterima kasih sama gue, ini enak banget," seru Vania terus mengunyah rujaknya.
"Terserah,"
"Haha. Gue traktir nih. Setelah ini lo mau apa lagi? Gue yang bayar,"
"Capuccino cincau!" Teriak Diandra semangat.
Astaga mood gadis ini benar-benar cepat berubah kalau tahu ada yang gratis.
"Deal,"
Setelah antrean yang tidak cukup panjang, akhirnya mereka mendapatkan dua gelas capcin dingin. Lalu memutuskan untuk mencari tempat duduk di sekitar lampu taman.
"Mbak, tolong fotoin dong," seorang remaja lelaki tiba-tiba mendekati mereka.
Vania tidak menggubris, dia asik menghabiskan sisa-sisa cincau yang masih menempel di gelas. Menaikkan dagunya, Vania menyuruh Diandra saja yang mengambil foto, mengingat dia sudah menghabiskan capcinnya daritadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berulang Kali
Teen Fiction"Aku mencintaimu, dan selamanya akan begitu," - Ryn Diandra "Gue suka sama lo sejak pertama kali kita ketemu 10 tahun yang lalu!" - Melani Eriska "Hidup itu pilihan, mencintai dan dicintai adalah dua hal yang berbeda," - Egi Alfarandy "I'll try so h...