17. Persiapan

11 0 0
                                    

"Egi!!"

Gadis itu meneriaki dari kejauhan, tidak peduli jika kebanyakan siswa memandang aneh kearahnya. Ia berlari, menuju ruang PMR, tempat Egi sedang merapikan sesuatu disana.

"Kenapa, Lan?" Jawabnya saat gadis itu sudah sampai di pintu masuk.

"Gue nebeng ya,"

Iya, belakangan ini Egi sering sekali mengantar Lani pulang. Sebenarnya rumah Lani tidak jauh, tapi ia senang sekali merepotkan Egi dengan meminta diantar pulang.

"Iye," sahutnya malas, "tapi gue mau beberes dulu,"

"Kok lo yang beresin? Shela mana? Dia kan ketua PMR, harusnya ini tanggung jawab dia," tanya Lani celingukan, mencari sosok Shela.

Egi tampak mengangkat kotak berat sambil menyahutinya, "dia rada gak enak badan, jadi sekarang istirahat dulu. Biar besok lebih vit pas acara,"

Lani hanya ber-oh ria, sambil masih berdiri di dekat pintu.

"Lagian daripada lo bacot mulu, mending bantuin gue," lanjutnya.

"Males,"

"Lo partner gue bukan sih? Ini berat pea!"

Lagipula kenapa di ruangan sebesar ini, hanya ada Egi seorang?

"Ribet lu! Yaudah sini!" Lani berusaha membantu.

Membantu mengangkat kotak berat itu berdua dengan Egi, hingga tangan mereka bersentuhan.

Yaampun! Ini kenapa gue dagdigdug! Lani sontak memandang kearah Egi, apa Egi sama salah tingkahnya dengan dirinya? Yeu bangsat! Kenapa Egi malah ngeliatin gue kek gitu! Kan gue makin grogi!

Mereka bertatapan cukup lama, sampai Egi melepaskan tangannya lebih dulu.

"Sorry," Egi melepaskan kedua tangannya, membuat Lani tidak kuat mengangkat kotak itu sendirian, hingga akhirnya kotak itu terjatuh.

"Anjirr!" Umpatnya saat kotak itu tepat diatas kakinya, "lo liat-liat dong! Sakit Gi!"

"Eh, maaf," ucapnya bersalah. Egi berjongkok, meminggirkan kotak dan mengelus kaki Lani, "mana yang sakit? Maaf gue gak sengaja,"

Heh! Tolongin gue! Jantung gue mau loncat ke lambung ini keknya!

"Gi, ini mau dipindahin kesini kan?" Seseorang menyelonong masuk begitu saja.

Lani gelagapan, menarik kakinya dari tangan Egi. Sementara Egi santai saja, ia mengamati jari kelingking Lani yang tampak memerah.

"Iya. Taruh situ aja, Zra," jawabnya pada lelaki yang membawa beberapa terpal untuk persiapan besok.

Ezra hanya mengangguk. Ia tidak mengerti kenapa Egi dan Lani sudah makin dekat saja.

"Udah, gue gak papa! Lo jangan disitu!" Lani mengingatkan agar Egi bangun dari jongkoknya.

Egi pun berdiri, "itu kelingking lo merah, ntar dikasih minyak aja," pesannya.

"Bacot!" Lani menyembunyikan wajah merahnya. Kenapa Egi se-perhatian ini?

"Eh, gue cabut dulu. Lo mau balik sama Lani lagi?" Tanyanya saat hendak keluar ruangan.

Lagi? Bukankah itu menjadi isyarat bahwa mereka semakin akrab?

"Iya. Ngapa? Lo mau anterin Lani?" Jawab Egi sekenanya.

"Enggak lah. Kurang kerjaan banget gue. Yaudah kalo gitu gue cabut duluan," Ezra melangkah pergi.

"Kalo ada truk jangan ditebas, Zra!" teriak Egi --mengingatkan.

Ezra tak peduli. Ia lebih memilih mempercepat langkah untuk lekas pergi dari sana.

"Yaudah lah kita pulang juga aja. Udah sore ini," elak Lani kemudian.

"Palalu! Ini kotak masih banyak. Lo duduk dulu aja disitu, gue nyelesaiin ini bentar," --mengingat jari kaki Lani yang mungkin terasa perih.

"Sini deh gue bantuin biar cepet kelar,"

"Gak usah, Lan. Kaki lo pasti sakit,"

"Dih. Lo pikir gue anak manja?"

"Demi kebaikan lo, Lan,"

Egi melembut, Lani mengangguk saja, memastikan bahwa degup jantungnya masih normal.

- - -

"Lo mau mampir, Gi?" tanyanya sesampai di halaman rumah.

Egi tampak berfikir, Lani baru saja turun dari motornya dan mematung di hadapannya, beserta background rumahnya. Rumah Lani selalu sepi, ia tinggal sendiri, sebenarnya Egi ingin tahu banyak, tapi bukankah aneh jika mereka hanya akan berdua di dalam rumah?

"Gak deh, Lan. Lagian gue lupa belom ngunci ruang PMR," elaknya.

"Lah kok bisa?"

"Manusia gudangnya lupa, Lan," jawab Egi- masuk akal.

Lani hampir menyerah, sudah 7 kali Egi mengantarnya pulang, tapi tidak sedetikpun ia mampir ke rumah Lani.

"Yaudah deh, lo buruan istirahat aja, biar besok vit pas kegiatan," Egi berusaha mencairkan suasana.

"Yaudah, lo juga ati-ati," sahut Lani. Gi, lo bisa disini sebentar aja, nggak? Gue nggak mau lo kemana-mana, gue mau lo disini, sama gue, nemenin gue, kita ngabisin waktu berdua lagi, seperti masa lalu kita.

Lan, lo itu siapa sih? Kenapa setiap berada didekat lo, gue merasa ada ingatan yang seharusnya tidak gue terima sebagai kenyataan? Egi membatin. Tidak mengerti kenapa tiba-tiba kalimat seperti itu melintas di pikirannya.

Egi bergegas pulang. Lebih baik dia beristirahat, berhenti memikirkan hal tidak penting, dan mempersiapkan diri untuk acara besok, untuk kembali bertemu Diandra.

- - -

Berulang KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang