16. Tayo

7 0 0
                                    

Dua sejoli sedang ber-malam minggu di jalan setapak.

"Kenapa berhenti?" Tanya Egi saat ia merasa manusia di sebelahnya mengatupkan kedua kaki.

"Beliin," ucap Diandra memelas, menunjuk dagangan kembang gula yang tidak jauh dari mereka.

Egi tertawa, gemas sendiri melihat ekspresi Diandra. Kenapa gadis ini lucu sekali?

"Aku kira kenapa," jawabnya- masih- tertawa, "lucu kamu," Egi mencubit pipi Diandra. Gadis itu mengerucutkan bibir.

"Kalo gak mau, aku bisa beli sendiri," ujarnya marah- namun malah terlihat semakin menggemaskan di mata Egi.

"Iya, Sayang. Aku beliin. Manja ih," kekehnya mengelus puncak kepala Diandra.

Mereka membeli satu kembang gula berwarna putih. Setelah berucap "terimakasih", mereka mencari tempat yang nyaman untuk duduk dan mengobrol. Senyum kekanakan terlihat mengembang di wajah Diandra, ia terus memegangi kembang gulanya.

"Sini duduk. Kasian kembang gulanya kalo diliatin mulu tapi nggak dimakan," kata Egi begitu mereka menemukan tempat duduk tidak jauh dari sana.

Diandra duduk, mulai memakannya "kamu mau?" Tawarnya pada Egi.

"Engga deh, buat adek aja," canda Egi.

"Dih," Diandra- kembali- mencebikkan bibirnya.

Ia terus memakan kembang gula perlahan, sedangkan Egi memilih untuk mengelus puncak kepala Diandra dan memandangi gadis itu makan. Hal itu lebih menarik baginya.

"Oh iya, Di," lelaki itu tampak mengingat sesuatu, "minggu-minggu ini aku bakalan sibuk ngurus kegiatan OSIS,"

"Lagi?" Tanya Diandra- masih- mengunyah kembang gulanya.

"Iya. Mau ada acara bazar amal di tanggal merah nanti, 10 November. Kita mau jual jajanan nusantara sambil galang dana buat orang-orang yang membutuhkan. Seperti para pahlawan kita, kita juga harus memerdedakan negeri, terutama merdeka dari kemiskinan," jelas Egi panjang lebar.

"Wih keren," Diandra manggut-manggut, "tapi aku nggak suka ah,"

Egi menautkan kedua alisnya, "kenapa?", pemikiran gadis ini benar-benar cepat berubah.

"Aku nggak suka kamu deket-deket sama cewek itu," jawabnya kemudian.

"Lani?"

"Mau Lani kek, Tayo kek, pokoknya gak suka aja," ucap Diandra melengos.

"Lhah, kok malah nyambung ke Tayo sih, Di?" Disusul kekehan Egi.

"Lani kan bis kuning temennya Tayo," jelasnya- masuk akal.

"Yaampun," Egi mencubit hidung gadis itu, sang empunya hanya mengaduh kecil. Egi sungguh tertawa melihat ekspresi polos Diandra.

"Kan aku bener," ucapnya kemudian.

"Lucu kamu," Egi tersenyum simpul.

"Berarti kamu bakalan jarang jemput aku dong?" -- mengingat sebab kegiatan kemarin Egi jarang menjemputnya, jadi mungkin kali ini juga akan begitu.

Egi tampak berpikir. Benar juga. Jika membicarakan soal antar-jemput, ia jadi teringat Lani. Lani yang sudah menunggunya selama 1 jam kemarin, kenapa gadis itu aneh sekali? Atau ia juga ingat pertanyaan lain, kenapa pula Ezra tahu jika Lani cabut dari free classnya?

"Gi?" Sapaan itu membuyarkan lamunan Egi.

"Eh," ia menoleh, "gak papa, ya? Kamu dateng aja pas bazar, acaranya di taman desa kok. Nanti kita ketemu disana,"

Berulang KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang