13. Egi vs Ezra

13 0 0
                                    

Beruntunglah selasa ini tidak panjang, sekolah sudah usai. Entah bagaimana cara Egi dan Sony menjalani sekolah yang tidak seperti biasanya, tapi hidup mereka baik-baik saja.

"Gi,"
Diandra tergugup memanggilnya.

"Kenapa, Di?"

Egi hendak mengeluarkan motornya dari parkiran, lalu mengantar Diandra pulang ke rumah. Namun mereka bertiga masih mengobrol disana, iya, bertiga dengan Vania.

"Aku mau naik bus aja, ya?"

"Lho, kenapa? Ini aku udah disini loh, kamu nggak perlu nunggu lagi kayak biasanya,"

"Diandra mau ada kerja kelompok sama gue," sambung Vania cepat.

"Dimana?"

"Di rumahnya Sinta. Nanti aku sama Vania langsung naik bus kesana. Kalo aku dianterin kamu, nanti kasihan Vania,"

"Yaudah, gue telvonin Sony kalo gitu, biar lo dianterin dia,"

"Nggak usah!" Potong Vania cepat, "Sony mau bantuin Bapaknya di bengkel,"

"Masa, sih?" Egi tidak percaya. Kenapa mereka aneh begini?

"Iya! Udah ah! Gue duluan! Ribet ngomong sama lo! Ayo, Di!" Vania menarik tangan Diandra kemudian.

Diandra menurut saja, mengekori Vania.

Egi yang masih tidak mengerti menautkan kedua alisnya, bingung. Meratapi dua gadis itu pergi dari pandangannya, lalu mengendara keluar gerbang.

"Hai,"

Astaga, darimana munculnya orang itu? Tiba-tiba sudah menghadang jalan Egi saja.

"Lo ngapain disini?" Egi masih diatas motornya.

"Gue mau ngomong. Sekarang," jawab Jovan.

"Yaudah ngomong aja,"

"Nggak disini," Jovan mengegas motornya, mencari tempat mengobrol untuk mereka berdua.

Jadi ini alasan Diandra dan Vania mendadak aneh? Membuat Egi mengobrol dengan Jovan? Bahkan Egi tidak tahu apa Jovan akan membicarakan Ezra atau Bella.

- - -

"Kalo kita kesini buat ngomongin Bella, itu bukan urusan gue,"

Entah sejak kapan gedung tua diseberang jalan itu menjadi markas mereka. Belakangan ini Blast sangat sering berkumpul disana, tempat yang disinggahi Egi dan Jovan saat ini.

"Gue juga gak mau ribut soal OSIS. Itu jelas urusan lo sama mereka. Gue gak peduli lo mau gimana sama Bella. Gue cuma peduli soal Blast," jelas Jovan panjang lebar.

Egi hanya membuang muka.

"Kita bersahabat, Gi, dari lama. Ezra temen deket lo, sejak pertama kali lo pindah kesini, Ezra yang selalu nemenin lo. Gue inget kita cuman bocah ingusan SMP waktu itu, bocah dengan segala keingintahuannya. Dulu kita belum paham arti sahabat, kita bikin geng Blast itu cuma buat main-main. Tapi gue gak nyangka kita bisa sampe 4 tahun," Jovan terlihat mengingat.

"Lo pikir siapa yang mau semuanya kayak gini?! Gue sama Ezra temenan dari lama, dan itu adalah alasan kenapa gue tahu sifatnya Ezra! Gue tahu sebagaimana dia nggak bisa ditolerir! Ezra temen yang baik, Jo. Tapi nggak selamanya akan begitu,"

"Gue cuma mau kita berhenti egois, Gi. Kalau kita selalu mau menang sendiri, terus siapa yang bakal ngalah? Gue nggak mau persahabatan kita rusak gitu aja. Apalagi cuman masalah kayak gini. Lo udah jelasin semuanya ke Diandra, kan? Yaudah. Kelar. Lo cuma tinggal bilang baik-baik ke Ezra. Kita cuma terlalu emosi, Gi. Gue gak ngobrol sama lo doang, gue juga ngobrol sama Ezra. Gue mau kalian pikirin gimana jalan keluarnya," nasihat Jovan.

"Lo mau gue minta maaf sama Ezra? Enggak, Jo! Gue nggak salah! Dan gue nggak bakal ngelakuin itu!" Decih Egi.

"Gue nggak nyuruh. Gue nggak tau siapa yang bakal minta maaf, gue cuma mau kita balik lagi kayak dulu,"

"Nggak gampang, Jo!"

"Atau mau bubarin Blast aja?"

Pertanyaan itu sukses membuat Egi kaget. Jovan ini kenapa? Apa dia tidak mengerti kalau Egi sendiri juga sedang bingung?

"Jo--"

"Gi?" Jovan balas memanggilnya, "kita bertiga sama-sama ketua, kita bertiga bersahabat,"

"Tapi gue--" belum selesai Egi bicara.
Semua kesalahpahaman butuh penjelasan, kan?
Kalimat itu mampir di otak Egi. Kalimat Diandra 2 hari lalu. Kalimat yang penuh ketulusan.

Kalau Diandra mau nunggu dan dengerin penjelasan gue, kenapa gue enggak? Mungkin aja Ezra punya alasan lain terkait hal ini. Lagian juga nggak ada yang ngarepin pertengkaran kemaren. Kenapa kita se-egois ini, Zra?

Perkataan Egi tadi masih menggantung, Jovan menunggu.

"Gue yang bakal minta maaf, Jo,"

Jovan terkejut. Cepat sekali pikiran anak itu berubah?

"Gue selalu tahu pertemanan kita akan abadi, Gi," Jovan sumringah.

"Thanks udah jadi ketua yang baik," senyumnya.
Makasih, Jo. Makasih udah mendirikan Blast.

- - -

"Gue tahu lo disini,"

Ini hari terakhir mereka diskors, rabu pagi. Egi menghampiri Ezra yang tengah duduk di tepian danau, tempat favorit mereka.

"Ngapain lo disini?" Ezra yang terkejut langsung membalikkan badannya.

"Kita sering kesini," Egi mengambil duduk disampingnya, "gue kangen,"

Ezra membuang muka, menelan ludah.

"Maafin gue, Zra,"

Mereka menatap lurus, pada danau yang cukup luas dengan bunga di sekelilingnya. Airnya bening, ikan-ikan cantik terlihat dari sini.

"Gue egois ya, Zra. Lo kan temen baik gue, kenapa malah gue ajak berantem?"

"Gue yang egois, Gi,"

Egi salah jika ia berpikir Ezra akan keras kepala dan sulit diajak berdamai. Nyatanya mereka sama-sama mengakui keegoisannya.

"Harusnya gue bisa terima semuanya," lanjut Ezra.

"Kalau gue nggak jadi ketua OSIS, kita nggak bakal kayak gini, kan?"

"Gue akan mencoba ikhlas, Gi. Maaf karena gue terlalu egois," sedihnya.

"Gue yang akan ikhlas, Zra. Gue bakal ngomong sama Bella--"

"Nggak perlu," potong Ezra, "kita cuman perlu minta maaf sama Bella, dan nggak usah ngomongin apapun lagi,"

"Tapi jabatan itu?"

"Gue terlalu gila jabatan, Gi. Harusnya gue nggak se-childish itu, harusnya gue nggak se-egois itu, harusnya gue nggak perlu ikut campur hubungan lo sama Diandra, harusnya gue nggak perlu bales jotosan lo di lapangan upacara, harusnya gue--" Ezra menarik napas sebentar, "Gue bakal keluar dari OSIS,"

Pernyataan itu sukses membuat Egi terkejut.

"Apaan?! Nggak! Gue gak bakal biarin itu terjadi! Kalo lo nggak bisa jadi ketua, gue juga enggak. Kita cuma akan jadi anggota OSIS yang baik, bareng-bareng," tawarnya.

"Tapi, Gi--"

"Zra!" Egi tidak menerima penolakan, "kita bakal ngomong sama Bella,"

Danau itu sudah tidak sehening tadi.

"Gue mau semuanya kembali adil, gue mau semuanya kembali baik-baik aja, gue mau kita kembali jadi sahabat baik, Zra" lanjut Egi.

Ezra tersenyum, mengingat mereka benar-benar kawan baik dalam 4 tahun terakhir.

"Gi," panggilnya.

"Hm?"

"Makasih,"

Gi, masalah yang sebenernya bukan itu.

- - -

Berulang KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang