14. Kembali

9 0 0
                                    

Setelah 3 hari diskors, akhirnya Egi dan Ezra kembali ke sekolah mereka tercinta.
Alih-alih mengikuti pelajaran, mereka lebih memilih untuk menyelesaikan masalah kemarin dengan Bella terlebih dahulu.

"Bel," panggil Egi pelan.

"Paan?!"

Buset, yang dipanggil Bella, kenapa yang nyaut malah cowok itu?

"Gue manggil Bella, bukan lo!" Suara Egi meninggi.

Mereka sedang berada di kantin sekarang. Sepertinya Bella dan Jovan baru selesai sarapan, lalu dihadapkan dengan kenyataan bahwa Egi dan Ezra tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Santai bos," jawab Jovan melirik dua lelaki di depannya, "aciaaa, udah baikan lau pada?" Godanya.

"Gak jelas lu, Jo," Ezra angkat bicara.

"Haha. Yaudah gue cabut dulu kalo gitu," Jovan mulai berdiri, "jangan sampe bikin Bella nangis lu yee!" Peringatnya kemudian.

"Bacot lo!"

"Aku duluan ya, sayang," pamitnya pada Bella, "ntar kalo duo anak ayam itu bikin rese, telvon aku aja,"

Bella mengangguk, tersenyum. Jovan segera pergi setelah membalas senyum Bella. Tidak peduli jika Egi dan Ezra sedang kesal dengan julukan duo anak ayam itu.

"Ada apa?" Bella membuka obrolan.

"Gue minta maaf atas kejadian senin lalu, Bel," Egi duduk, diikuti dengan Ezra.

"Gue juga. Kita tahu kita salah,"

"Engga, kok. Gue yang salah. Harusnya gue nggak bikin dua sahabat jadi saingan dari awal," jelasnya.

"Engga, Bel. Ini sama sekali bukan salah lo. Gue yang terlalu emosi sampe bikin keributan waktu itu," cerocos Egi.

"Dan gue juga nggak semestinya terlalu egois," lanjut Ezra.

Bella menghela napas, "yaudah. Sekarang kita anggep kejadian kemarin nggak pernah ada. Gue mau, kalian memperbaiki diri,"

"Itu sebabnya, gue nggak mau jadi ketua lagi. Gue takut perubahan gue nggak akan sesempurna yang lo inginkan. Gue takut malah bakalan ngerusak citra OSIS. Gue mau mundur," jelasnya.

"Gi?" Bella menautkan kedua alisnya, "lo pikir segampang itu? Ini bukan cuman masalah keributan di lapangan upacara, tapi ini juga masalah pertanggungjawaban! Kalo lo mundur, mungkin anak-anak ngira lo lari dari masalah ini. Gue nggak mau! Yang gue mau, lo pertahankan posisi lo dan tunjukin sama mereka, kalo lo yang hari ini lebih baik dari hari kemarin!"

"Gue--"

"Perubahan lo nggak perlu sesempurna itu, Gi, lo cuman harus menjadi lebih baik. Gue yakin Ezra juga bakalan nerima keputusan gue, gue yakin Ezra udah ikhlas sekarang," Bella terus melanjutkan tanpa peduli Egi ingin memotong ucapannya.

"Gue terima, Gi. Gue bakalan dukung lo. Gue percaya kita akan selalu jadi sahabat," Ezra menambahi.

"Apa gue bisa?". Kenapa lelaki ini tidak percaya pada dirinya sendiri?

"Gue yakin lo bisa. Memang nggak mudah, tapi gue yakin semuanya bakal baik-baik aja. Percaya, Gi. Gue pernah ada di posisi itu," nasihat Bella, "dan gue mau lo persiapin buat acara bazar amal 2 minggu lagi. Gue mau lo tunjukin kalo lo udah bukan Egi yang kemarin di acara itu,"

Gadis itu sangat baik, lembut dan pemaaf. Jiwa kepemimpinannya juga persis sekali dengan Jovan. Tidak heran jika mereka jarang bertengkar, karena mereka tahu benar cara menyelesaikan masalah dengan cepat. Astaga, mereka sangat serasi.

Baiklah, lupakan soal keserasian itu. Suasana mendadak canggung. Mereka bertiga bingung harus membicarakan apa lagi. Terlebih saat Bella mulai meninggalkan mereka, Egi semakin bingung.

Bel? Kenapa lo gak izinin gue mundur aja? Gue gak yakin Ezra bisa nerima ini sepenuhnya. Bel? Gue takut gue nggak bisa. Dan, Bel? Kenapa lo tinggalin kita berdua disini? Rasanya makin canggung. Gue udah bilang ke Ezra kalo semuanya bakal adil, tapi gue yakin ini belum adil untuk dia. Bel?--

"Gi," panggilan itu membuyarkan lamunannya, "kita bakalan kerja sama-sama, jangan nyuruh gue keluar ruangan lagi," candanya kemudian.

- - -

Egi melangkah hendak keluar dari ruang kelasnya. Ia dapat melihat Ezra duduk di pinggir lapangan siang ini, dengan bola basket menggelinding di sampingnya. Bahkan Ezra tidak meliriknya sedikitpun, lelaki itu terlihat kepayahan. Apa dia habis main basket?

"Gue seneng lo gak jadi mundur. Gue seneng lo masih jadi ketua OSIS. Gue seneng, lo tetep jadi partner gue," gadis itu memeluknya tiba-tiba.

Astaga, apa Lani tidak mengerti kalau Egi ingin melangkah menemui Ezra? Bukan malah dihadang dan dipeluk seperti ini. Apalagi pelukan itu erat, membuat Egi hampir kesesakan.

"Lo waras, Lan?" Egi melepaskan pelukan itu cepat, takut jika gadis di depannya ini stress atau bagaimana.

"Nih," Lani menyodorkan seonggok kertas.

Kertas itu nampak baru diprint, masih hangat, dan warna-warna dalam kotak di atas kertas itu juga masih terlihat cerah.

Struktur Keanggotaan Organisasi Siwa Intra Sekolah SMA Nusantara

Egi membelakak, bukan karena membaca nama dirinya yang tertera sebagai ketua, namun karena membaca nama Rina Maharani yang tertera sebagai bendahara.

"Rina balik?!" Egi terkejut, menatap Lani tidak percaya. Sementara yang ditatap tersenyum semangat sambil terus menganggukkan kepalanya.

Egi menganga, memeluk Lani, memeluk Lani, ia benar-benar memeluk Lani. Apa yang gadis itu lakukan sampai membuat bendahara se-keras kepala Rina mau kembali? Ah, Egi tak peduli, ia sangat berterima kasih karena Lani mau mempertanggung jawabkan hal yang bukan salahnya.

Lani hanya mematung, sedangkan Egi yang baru tersadar langsung melepaskan pelukannya, "em.. makasih," ucapnya kemudian.

Gadis itu mengangguk, tersenyum simpul. Astaga, jantung gue kenapa? Rasanya pengen dipeluk lagi. Gue kangen lo, Gi.

"Gue terlalu seneng barusan," jelas Egi kemudian.

"Iya. Gak papa. Gue juga terlalu seneng tadi," Lani menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Suasana mendadak canggung.

"M-mau gue anterin pulang?" Tawarnya kemudian. Bego! Kenapa pake nawarin segala, sih? Gak tau diri lo, Gi! Bukannya jemput Diandra malah mau nganterin balik cewek lain.

"Boleh," jawaban kikuk Lani membuyarkan lamunannya.

Gi, lo harus teriak sekarang. Lo harus teriak menyesali tawaran lo barusan. Baru juga kemarin minta maaf ke Diandra, sekarang udah mau bikin ulah lagi. Asu!

Ting ting

Diandra
Sayang, hari ini gak perlu jemput. Maaf ada latian tari mendadak

Nah loh! Sekarang silahkan berteriak sebagai pengucapan rasa syukur. Beruntunglah, Gi. Dewi Fortuna lagi dipihak lo! Udah sono anterin itu cewe pulang. Awas lo, besok kagak usah pake nawar-nawarin lagi!

Tukasnya pada diri sendiri. Syukurlah Diandra sedang ada latian tari hari ini.

Mereka berjalan melewati lorong kelas yang mulai sepi. Bahkan Egi tidak sadar, sejak kapan Ezra beranjak dari lapangan itu?

- - -

Berulang KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang