Semenjak kepergianmu

201 2 1
                                    

( ini tulisan saya jaman dulu banget, plis maklumin  ya wkwk. happy reading )

Semenjak kepergianmu, aku mulai merasa bahwa kini aku benar-benar sendiri. Tanpamu mungkin masih memiliki arti tapi tak utuh.

Aku hanya seorang wanita yang sedang mengejar mimpi, mulai menata masa depan yang aku idam-idamkan. Salah satu impian ku adalah mencintai orang yang aku cintai dan dicintai orang yang aku cintai. Mungkin impian itu sangat lumrah,semua wanita bahkan lelaki pun ingin seperti itu. Aku mulai membuka hati untuk pria yang awalnya berniat ingin membahagiakanku sampai akhir. Silih berganti tak ada yang bisa bertahan. Entah karena aku yang egois tak ingin menerima sesuatu yang berbeda atau mungkin mereka yang tak ingin paham lebih jauh tentang aku.

Sampai pada akhirnya, aku menemui sosok pria di dunia maya yang memikat hati dan akal ku. Logika memaksa ku untuk mencari tahu tentangnya dan menterjemahkan bahasa tubuhnya. Aku hanya termangu terdiam tak berkutik. Figurnya membuatku terkagum. Matanya membuat ku yakin bahwa dia adalah pria yang cerdas. Kesolehan agamanya membuat jiwa ini sejuk dan tenang. Semakin membuat ku bersyukur akan ciptaan-Nya yang luar biasa.

Tetapi aku sadar, aku sangat berjarak jauh darinya. Bahkan kami belum saling mengenal. Aku hanya memperhatikannya dari dunia maya. Apakah dia meperhatikan ku? Tentu tidak karen dia pasti tak mengenali ku. Perasaan ku sangat yakin bahwa suatu saat nanti kita akan dekat layaknya sepasang yang saling mencintai. Entah apa yang mendasari ku tentang "keyakinan" yang ku miliki saat ini. Yang jelas,untuk saat ini aku mulai merasakan apa yang sering orang-orang rasakan yaitu jatuh cinta.

Hingga suatu saat dia mulai memperhatikan ku. Melihat foto-foto ku bahkan menyukai foto-foto ku. Aku mengetahui hal itu dari sosial media milik ku. Kami mulai saling menyukai lewat foto. Dan akhirnya, dia mulai penasaran dengan sosok diriku. Dia menghubungiku lewat sosial media blackberry messenger.

Kami mulai berkenalan, bertukar informasi, bercanda dan bersenda gurau. Seakan kami tak ingin melewatkan 1 detik pun untuk menghabiskan waktu yang terpisahkan jarak ini. Hari demi hari aku mulai mengenal sosoknya yang makin membuat aku yakin bahwa aku mencintainya dan dia pun seperti itu. Tapi sayangnya, aku tak berani berkomitmen apapun dengan dia karena sejatinya aku tak ingin pacaran. Aku ingin kami berta'aruf sesuai aturan agama islam.

Suatu hari, dia tak mengabari ku sama sekali. Seakan-akan aku merindukan notifikasi darinya. Berkali-kali aku menghubunginya tapi tak ada jawaban. Dan kini aku merasakan yang namanya rindu. Rindu ini menyakitkan. Karena tak ada kabar yang biasanya menghiasi hari-hari ku. Tak terasa air mata menetes di pipi ku. Jujur, aku sangat rindu. Kemudia dia mengabari ku dengan alasan dia sedang fokus menghadapi ujian. Aku lega, rinduk terobati. Esoknya, dia seperti itu lagi. Tetapi aku berusaha untuk tidak berfikir negative tentangnya.

Tiba-tiba dia bicara kepada ku tentang suatu hal yang paling aku benci dan aku takut kan sebelumnya. Dia hendak pamit dari hidup ku. Dia merasa takut tak bisa membahagiakan ku. Hanya itu alasannya, tak ada lain. Seketika hancur perasaan ku. Tak mengerti dengan jalan pikirannya yang tak beralasan. Siapa yang harus ku salahkan? Dia? Hati menolak menyalahkannya. Tetapi logika ku tak terima dengan ini semua. Butuh tenaga yang tak sedikit untuk menguatkan batin ku. Sudah terlanjur cinta, itu alasan ku.

Tetapi aku tak bisa apa-apa. Itu sudah jadi keputusannya. Dia memang berhak pergi. Berhak untuk memilih yang terbaik untuk hidupnya kelak. Padahal aku belum sempat mengiyakan keputusannya tetapi dia sudah melenggang jauh pergi dari mimpi ku.

Andai kamu tahu, aku sudah menyiapkan beberapa rencana untuk kita. akan seperti apa kita dalam menjalani kehidupan berdua. Warna cat apa yang akan ku pilih untuk rumah kita. akan ku didik seperti apa buah hati kita nanti. Tetapi sekarang, dengan siapa kau berbagi semua itu? entah aku tak berani menerka apapun lagi.

Kini aku menemukan dia, kaupun ( mungkin ) begitu saat ini. mulai menata puing-puing cinta yang pernah rapuh kala itu. Aku tak takut lagi kalau aku rindu sedangkan aku sedang sendiri ; sudah ada dia. Satu hal yang kini aku pahami, kita tak bisa memaksakan apapun yang pada akhirnya tak menjadikan "kita". Wujud bahagia kita sudah berbeda, tak lagi dalam satu genggaman. Mungkin masih dalam satu do'a yang sama ; mengharapkan segala yang terbaik untuk masing-masing. Bila suatu saat kita dipertemukan oleh semesta, yakinlah ini bukan suatu kebetulan. Mungkin Tuhan ingin kita saling tersenyum atas segla yang terjadi tentang kita dan tak ada dendam lagi diantara kita. Sejujurnya, luka ini masih ada. Merindu pun masih dengan cara yang sama. Tapi sudahlah, akhiri saja yang sudah tak berlaku lagi. Semoga bahagia.

Dari aku:

Yang pernah berhasil kau buat candu akan rindu

Prosa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang