Bagian 9 : Tak Sampai Titik

202 4 0
                                    

Aku seperti dimakan aksaraku sendiri. Merindu yang awalnya berniat tuk dilupakan. Sebagaimana semua ini tumbuh, aku tak kuasa jika pada akhirnya rasa ini hadir lagi. Kita yang pernah membuat cerita dan harus berakhir sebelum titik. Kita yang terlalu semangat menggapai asa sampai lupa bawa jalan kita semakin berbeda. Aku memilih menyerah dan mundur atas semuanya.

Kau coba pertahankan, aku menolak dengan keras. Terus berulang hingga akhirnya kita lelah sendiri. Aku tlah terbiasa mandiri sejak kau hilang tanpa kata. Menjadi kuat tanpa memilih sebelumnya. Aku bangkit sekuat-kuatnya lalu ku tapakan perlahan kaki ini. Andai riuh itu harusnya ku lewati saja, mungkin sekarang kita masih tersenyum di genggaman yang sama. Yah, aku menyerah dan mengakui bahwa melepasmu menjadi subjek penyesalanku yang baru.

Apakah kau masih menangis ketika tak kau dapati lagi kabarku? Ternyata tanya ini telah mencundangi lidahku sendiri. Aku berusaha baik-baik saja saat namamu selalu muncul dalam segala aktivitas sosialku. Memekik dengan keras atas kesepian yang semakin menggila saja. Bercengkrama dengan malam yang tak pernah memberi jawaban. Burung-burung sudah pulang menemui yang terkasih, sementara aku sebagai yang tersisih.

Sebenarnya ada yang belum selesai tapi harus dipaksa usai. Maaf aku terlalu takut akan kita yang tak tahu akan satu atap atau meratap. Luka masa lalu jauh sebelum kau hadir ternyata sangat berperan kuat dalam otakku. Takut tersakiti lagi dan akhirnya aku memilih pergi. Lalu apa yang ku dapati? Lagi-lagi sepi.

Tak ada lagi yang percaya pada mimpi-mimpiku. Tak ada lagi yang mengerti akan sukarnya memahami sifatku. Tak ada lagi yang sabar menghadapi amarah-amarahku. Tak ada ada lagi yang berusaha menciptakan lelucon ketika aku sedang dilanda bosan. Tak ada lagi telinga yang sudi mendengar dikala aku sedang dirundung sedih. Sudah tidak ada. Tidak ada lagi. Takkan pernah ada. Mungkin.

Sampai saat ini, ternyata kamu yang paling paham seperti apa aku. Tentang aku yang terlalu kenak-kanakan. Tentang manjaku yang tak mengenal toleransi. Kamu sesabar itu dulu. Terimakasih, kamu. Kamu hebat. Maaf tangisku keluar lagi padahal mungkin dimatamu ini hanya bual.

Takkan sampai titik. Bahkan takkan ada imbuhan apapun. Ku harap ada satu hari dimana dengamu 24 jam serasa sangat singkat. Bercerita tentang hebatnya melawan badai diantara kepala-kepala kosong itu. Pun sesekali aku rindu menggebu-gebunya dirimu ingin membenarkan ketika ada yang menurutmu salah entah dalam sikap atau tingkah laku. Berdebat denganmu selalu melelahkan tetapi akan sangat hampa jika kita diam tak saling sapa. Maaf aku yang menyerah terlalu cepat. Tak membawa semua ini sampai titik yang kita inginkan. Maaf. Laraku kini baru tumbuh. Mungkin ini kiriman dari sakit yang kamu rasakan dulu. Maaf.


Jauh, jauh didasar sana

Yang tak pernah tersentuh siapapun

Yang tak pernah terjamah apapun

Yang tak pernah di dengar siapapun

Bahwa

Aku rindu kamu


-Andai kesempatan itu masih memilihku, maka bantu aku mengubah penyesalan menjadi masa depan-

Prosa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang