Bagian 10 : Tunggu sampai tua, menua, bersama.

204 2 0
                                    


Rasanya semakin berat saja menjalani peran sebagai dewasa. Dipaksa tersenyum disaat harusnya menangis. Dipaksa berdiri disaat harusnya terduduk. Dipaksa melerap padahal sakitnya bukan main. Aku yang terlalu berpura-pura tegar atau dunia yang sedang bercanda?. Kamu pasti bertanya, "ada apa?". Kemari, akan ku ceritakan sejenak semua yang hal ku lewati kemarin. Tentang badai yang menyerangku tiba-tiba. Tentang saksi air mata yang dengan derasnya keluar dari ujung mata. Dengarkan saja, kamu akan tahu kenapa.

Aku hanya manusia biasa yang dilahirkan langsung dari rahim ibuku dengan rahmat Yang Maha Kuasa. Aku bukan jelmaan dari perkataan orang. Jadi, jika suatu saat kamu sedang berjalan dan mendapatiku di cerita orang lain tentang buruknya aku, ku harap kamu simpan lalu kamu tumpahkan padaku sebagai sumber jawaban atas resahmu di hari itu. Aku yang pada akhirnya akan mendampingi kemanapun kamu, ku harap kita selaraskan langkah ini. Agar nanti ketika aku tersandung kerikil, kau tidak dengan mudah menjatuhkanku ke jurang sekalian.

Disaat semua orang melihatku belumuran lumpur yang menjijikan, kamu memandangku sebagai sebaik-baiknya permata yang kau punya. Disaat semua orang memandangku tak lebih dari seorang yang tak berguna, kamu menjunjungku sebegai manusia biasa yang luar biasa. Latar belakang hidupku tak baik dimata mereka, kamu selalu berkata padaku bahwa aku harus bersyukur telah lahir ditengah orang-orang hebat yang membesarkanku dengan perjuangan yang besar. Unik memang Tuhan menciptakan cinta diantara dua makhluknya. Saling menerima tanpa menolak kekurangannya.

Kamu tahu? Aku selalu takut kamu akan pergi. Pecundang memang, tapi itu kenyataannya. Aku hanya takut kamu menemukan yang lebih segalanya dari aku. Ku harap definisi sempurnamu bukan terletak pada fisik. Karena jika itu terjadi, jujur aku lebih baik gugur. Aku percaya kamu akan jadi pendampingku yang hebat. Mampu menerima aku yang bisa dikatakan cacat. Terimakasih masih bertahan hingga saat ini. Bosan itu biasa, jenuh itu wajar. Kita bangun lagi saja suasana itu dengan percakapan-percakapan kecil yang ringan. Bincang tentang semakin pekatnya polusi udara. Atau tentang kucing yang selalu datang disaat kita makan?. Ayo, bicarakan apa saja yang penting kamu jangan pergi.

Maaf. Sekali lagi kamu harus direpotkan dengan trauma masa laluku. Membuatmu harus lagi-lagi diragukan olehku. Maaf. Hanya tak lebih dari rasa takut kehilangan. Tuhan Maha Baik, tak membiarkan rintik riuh membawamu pergi dari tempat singgahmu kini. Semoga segalanya memang segera tersegerakan.

Segala pencapaian kita saat ini berkat do'a-do'a kita di hari kemarin. Saat tertatihnya langkah kehilangan harapan. Saat cemoohan orang mendominasi otak. Kita berhasil menaiki tangga demi tangga tanpa lupa bersyukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Jangan terburu-buru yah, pelan saja. Nikmati hembusan angin itu tanpa harus bersembunyi karena takut terbawa. Tunggu kita sama-sama dewasa dalam sikap dan tatap. Jangan beranjak hanya karena aku jauh dari kata sempurna. Tua itu alami pribadi, menua itu proses. Aku ingin kita berproses bersama hingga pusara terakhir sebagai rumah terakhir.

-Jika ini dikatakan sebagai budak cinta, mereka salah. Mereka hanya belum paham bahwa bersyukur bisa bersama dan akan membersamai itu tak terkira bahagianya-

Prosa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang