Bagian 8 : Perkenalkan, namaku kalah.

211 4 0
                                    


" Hai perkenalkan, namaku kalah". Yah, akupun ikut diubah olehmu tanpa persetujuan batinku. Namaku kalah, yang baru lahir dari ketertinggalan rasa yang tak ada sejak awal. Tinggal dalam sunyi. Hening menjadi bahasa baruku. Aku menjadi kalah dari dia yang tlah menang bersamamu. Aku menjadi kalah dari dia yang melebihi apa-apa dibanding aku. Aku menjadi kalah dari dia yang kau sebut dan kau prioritaskan ditiap waktumu.

Entah kenapa aku semakin bosan dengan fase seperti ini ; mengenal lalu dihilangkan. Berharap lalu sakit sendiri. Ku kira sesuatu yang manis akan berakhir manis, ternyata rasa pahit pun iri ingin menampakkan diri dalam kisah ini. Lalu alasan apa yang menahanku untuk tidak merintih? Tidak ada, aku patah saat ini. Retak. Luluh lantah. Bayangkan, seperti apa aku sekarang?!

Kini semua sudah berubah, angin kita tak lagi sama. Senja yang hanya aku nikmati sendiri, tidak lagi denganmu. Sakitku kini semakin menjadi, terimakasih sudah menyumbang luka tanpa memberi penawar sembuh. Bersembunyi dari ucap mereka kini menjadi hal yang aku sukai. Menyelamatkan hati dari panasnya kata. Kau mulai melangkah pergi, meninggalkan kisah yang bahkan belum dimulai sama sekali. Segalanya tlah berubah dingin tanpa sempat menghangat.

Ku asingkan diri sekuat-kuatnya agar ditiap sudut manapun kau tak perlu menemukanku. Agar aku bisa menghilang tanpa harus merasa berat. Aku pulang. Aku pulang kepada sepi yang kini menyambutku lagi. Aku mulai duduk termenung kembali. Memikirkan segala kebodohanku telah terlalu percaya pada setiap harap yang kau beri. "harusnya" dan "seandainya" kini lebih sering memenuhi ruang berfikirku dan akhirnya membuahkan satu hal ; penyesalan.

Jangan, jangan lagi. Aku sudah menyerah. Jangan kau tarik lagi aku dalam kisah yang berujung sama ; kau sebagai pemenang, aku sebagai yang tersisihkan. Seperti riuh dalam badai, kau selalu memenuhi ruangnya hingga tak ada sisa. Kau begitu senang dicari tanpa tahu lelahnya aku mengejar. Kau sudah jauh, aku masih berhenti mengatur nafas. Seharusnya sedari awal, kau bilang saja padaku bahwa dia akan menjadi pemenang tunggal tak tergantikan. Bukannya membiarkan ku berlomba dan sudah memastikan bahwa aku akan kalah. Adilkah?! Hah?!

Aku setuju dengan sikapmu kini yang berusaha menghapusku dalam kisahmu dulu. Hilangkan saja, aku tak lagi peduli. Aku sudah kalah. Tak akan pernah menang. Ku akhiri segalanya saat ini, aku berjalan lagi. Menemukan tempat pulang yang lain lagi, semoga aku mampu menemukan dan ditemukan dengan yang mau mendekap tanpa harus ku pinta. Yah, ini harapanku sendiri yang ku yakin tak ada ucap do'a terakhir darimu untukku. Aku pergi.

-Namaku kalah, sejak pelukan pertama itu pusatnya bukan aku-



maafkan updatenya lagi pendek-pendek dulu, semoga suka. salam sastra:)

Prosa RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang