Aku selalu berhenti di kalimat pertama. Sesak semakin memenuhi tubuhku. Panas. Cemas. Dan lagi, rindu. Berulang kali datang tanpa permisi. Lagi-lagi aku lemah pada rasa yang ku ciptakan sendiri. Aku terjebak dalam nyaman yang kau beri. Meski hangatnya sama sekali bukan untukku.
Ingin sekali ku genggam walau hanya persekian detik. Aku ingin merasa erat ditanganmu. Aku ingin merasa memelukmu adalah kenyamanan bukan kesalahan. Jangan kau tanyakan mengapa apalagi bertanya ini apa. Semesta sedang menertawakanku sekarang. Atas rasa yang tak ubahnya sepi yang semakin meriuh tetapi masih ku tanam lalu bermimpi memperjuangkan.
Sebentar saja, beri aku ruang untuk menarik nafas lalu berkata rindu sekali lagi. Bahkan ingin berjuta kali ku katakan rindu. Tenang saja, aku tahu caranya berjalan mundur. Beri aku waktu hingga melepas tak akan seberat ini. mungkin dihari-harimu nanti, aku akan lebih sering mengganggu. Percayalah itu hanya proses melepas dan menyabut perpisahan. Melupa rasa nyaman dan hangat yang sempat ku rasa walau sebenarnya maksudmu bukan begitu.
Bohongku berucap selamat bahagia dengannya. Padahal aku sedang hancur-hancurnya oleh ucapku sendiri. Bohong ucapku yang mengatakan bahwa aku menyadari batas diantara kita. padahal sempat dalam benak akan kau balas juga rasa ini. tak tahu diri ya aku? Sudah tahu ditepikan malah bersikeras memperjuangkan.
Hai, ini bukan kuasaku. Rasa ini tlah terlanjur bertamu. Lalu dengan lancangnya ingin menetap. Padahal tuan rumahnya tlah mempunyai penghuninya sendiri. Aku tak ubahnya hanya turis yang diijinkan berkunjung sebentar lalu dipaksa kembali ke tempat asal ; ruang sepi.
Aku mengagumi caramu berbicara. Aku menyukai caramu memandang sesuatu yang buruk menjadi baik. Aku senang dengan tawamu yang selalu kau tutup dengan punggung tanganmu. Tatapanmu ketika aku bercerita. Kau selalu berkata bahwa aku harus jadi wanita yang hebat dan pendidikan yang tinggi. Bagimu, wanita memang harusnya berkembang maju bukan hanya disatu tempat dengan segala kekangan pasangannya.
Kata orang, cinta tak harus memiliki. Tapi bagaimana jika rasa itu semakin kuat? Haruskah aku membuang sia-sia hanya karena tak berbalas? Katamu, wanita tak boleh menangis hanya karena lelaki. Tapi maaf aku ingkari kata-katamu. Aku menangis. Yah, aku menangis karena rindu yang semakin menggebu tapi aku sadar ini bagimu sangat biasa bahkan terkesan tidak penting.
Aku mencintaimu degan ketidakjelasan alasan. Aku mencintaimu dengan ketidakmungkinan. Aku mencintaimu dengan kenyataan bahwa ini tak akan berbalas. Bodohnya, aku bermimpi ingin memperjuangkan. Padahal, siapalah aku?
Maaf aku belum bisa berucap do'a bahagia untukmu. Aku hanya sedang bersiap untuk pergi pelan-pelan, membawa rasa yang sama sekali tak ingin kau lihat. Terima kasih tlah memberi sandaran walau bukan aku yang sebenar-benarnya harapan. Tak bisa ku hapus secara cepat, tapi tenanglah akan ku coba. Jika suatu saat kau jatuh dan hilang arah, cari saja aku. Dengan tertatih, akan ku rentangkan kedua tangan untuk menangkapmu.
Selamat bermalam dengannya sementara aku tenggelam dalam temaram.
Sekian.
-biarkan aku berada disampingmu sebelum aku benar-benar tak ada disampingmu selamanya-
KAMU SEDANG MEMBACA
Prosa Rasa
Acaksekumpulan rasa yang dirangkum dalam kalimat-kalimat syahdu. nikmati saja, tak usah banyak bicara. biar kata ini mewakili rasamu