1: Sekolah Iblis

20.9K 1.3K 66
                                    

"Aku mau mati saja!"

Seorang gadis yang masih memakai seragam sekolah itu berdiri di depan sebuah sungai. Well gadis itu sebenarnya tidak benar-benar berani untuk menjatuhkan dirinya ke sungai itu.

Namun melihat raut keputus asaan pada wajahnya membuat kemungkinan itu mungkin saja terjadi.

Jannieta Edelweiss, gadis berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku SMA itu benar-benar putus asa setelah mendengar penjelasan orang tuanya.

Dirinya tiba-tiba dijodohkan oleh pria yang sama sekali tidak ia kenal. Bagaimana kalau pria itu sudah kakek-kakek? Bagaimana kalau pria itu seorang pedofil?

Gadis bersurai panjang yang biasa dipanggil Jennie itu mengacak-acak kepalanya frustasi, dalam jangka dekat ini dirinya juga akan dipindahkan ke sekolah dekat rumah dimana pria itu tinggal.

Bahkan Jennie juga akan tinggal bersama pria yang Jennie sendiri tidak pernah melihat wajahnya.

"Pokoknya aku tidak mau pulang!"
Gadis itu menghirup udara segar kota Zurich di sore hari, sepulang sekolah Jennie memang langsung ke pinggir sungai.

Dirinya hanya ingin melakukan sebuah protes pada orang tuanya dengan cara tidak pulang kerumah, selain itu juga dirinya memilih tidak pulang karena besok dirinya akan dikirim ke rumah calon ghaibnya itu.

Tentu saja Jennie menolak, lebih baik ia tidur di pinggir jalan sekalian daripada harus meratapi nasibnya besok.

"Jennie!"

Jennie terperanjat mendengar suara pekikan yang sangat ia kenali. Itu suara Ibunya. Bagaimana bisa Ibu menemukannya? Padahal sungai ini berjarak cukup jauh dari rumahnya.

Jennie menghela nafas kasar, jika sudah kepergok begini, dirinya tidak bisa kabur lagi. "Kenapa kau tidak pulang?" Ibu Jennie membungkuk, mencoba menetralkan nafasnya.

Jennie menatap datar Ibunya. Oh ayolah, bukankah Ibunya sudah tahu alasan Jennie menolak pulang?

"Ibu tahu kau masih marah, tapi Ibu mohon agar kau mengerti."

Jennie mendecih, masalahnya ini menyangkut masa depannya. Bagaimana bisa dirinya menyerahkan masa depannya pada kakek-kakek?

"Ayolah Jen, kita pulang sekarang." Ibu Jennie menarik narik lengan Jennie, membuat sang empunya menyerah dan akhirnya pulang.

Pokoknya ia harus kabur besok!

"Kami pulang!"

Pintu rumah sederhana itu menyambut mereka dengan aroma masakan yang tercium hingga keluar rumah. Jennie tahu betul jika Ibunya memasak masakan kesukaan Jennie.

Jennie langsung duduk di hadapan meja makan, memandang Ayahnya sekilas sebelum memasang raut curiga.

"Ibu sedang merayuku?" Jennie mendelik menatap Ayah dan Ibunya bergantian.

"Apa maksudmu dengan merayu?" tanya sang Ayah santai.

"Tumben sekali Ibu membuat mandu, biasanya ia akan mengeluh jika aku memintanya membuatkan mandu."

Jennie mengambil sumpit yang berada di meja dan mulai menyuapkan mandu ke dalam mulutnya.

"Ibu tahu kau masih marah."

Jennie berhenti mengunyah dan menatap Ibunya malas. Kalau begitu, kenapa Ibunya tetap memaksanya seolah tidak ada pilihan lain?

"Ibu dan Ayah memiliki perjanjian dengan seorang petinggi, lalu dia menginginkanmu sebagai istrinya."

Hilang sudah nafsu makan Jennie, jadi dirinya dijadikan taruhan atau bagaimana? Firasat buruknya tentang kakek-kakek sepertinya benar, rata rata seorang petinggi itu pasti sudah lanjut usia.

Miss Edelweiss ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang