Dylan menatap layar laptopnya dengan posisi menyender pada kepala ranjang, matanya terus menelisik sesuatu di layar itu yang dapat ia lihat pergerakannya.
Senyum asimetris tersungging di wajahnya, benda itu bekerja dengan baik. Maka ia hanya perlu memandang layar persegi panjang itu dan mencari waktu yang tepat untuk menculiknya.
Sebuah suara dehaman terdengar dari arah belakang, nampak Sana yang sudah siap dengan seragam sekolahnya itu berjalan ke arahnya.
"Apa yang ada di laptopmu itu?" Sana melirik ke arah laptop, kemudiaj mendapatkan tatapan sinis dari sang empunya.
"Bukan urusanmu! Lebih baik kau segera berangkat, jangan lupa untuk memata-matai gadis itu." Dylan menutup. Layar laptopnya dan beralih pada ponsel.
Sana menghela nafas berat, ia kemudian mengambil almameter miliknya dan membawa tas berwarna pink itu keluar kamar.
Sepanjang perjalanan menuju mobil, ia terus memikirkan mengenai apa yang ia lihat tadi. Sebuah titik berwarna merah yang muncul di antara tulisan alamat, juga lambang huruf J di tengah titik itu.
Apa Dylan mencoba merencanakan sesuatu? Entah kenapa ia justru kepikiran Jennie di saat seperti ini. Benar juga, apa J itu Jennie?
Begitu mobil berhenti di depan sekolah, Sana segera berlari menuju kelasnya, berharap Jennie sudah datang.
"Jennie!" gadis dengan rambut sebahu itu menoleh dan menatap Sana bingung, sementara yang di tatap segera mengerem dan berusaha menetralkan nafasnya.
"Kau... kenapa?" tanya Jennie dengan alis mengkerut.
Sana menatap ke arah tangan Jennie, nampak sebuah gelang indah berukirkan inisial J melingkar di lengannya.
Sana bingung harus mulai dari mana, ia tidak ingin memihak pada siapa-siapa, hanya ingin mencari tahu saja.
"Kau... beli di mana gelang itu?" tanya Sana canggung, teringat keduanya terlibat sebuah argumen kecil kemarin.
Jennie menatap pergelangan tangannya, dan segera menyembunyikan gelang itu ke dalam almameternya. "Ini pemberian seseorang, bukan urusanmu."
Sana memicingkan matanya, otaknya terus bekerja keras mencerna jawaban kurang memuaskan dari Jennie. "Apa Dylan yang memberikannya?" tanya Sana hati-hati.
Raut wajah Jennie berubah seketika, nampak kesal dengan pertanyaan Sana. "Jadi kau bertanya begitu karena khawatir aku merebut Dylan darimu? Tenang saja, aku cukup membencinya karena selalu mengganggu Taehyung, aku juga tahu kau adalah pengantinnya."
Jennie berlalu dengan wajah kesal, meninggalkan Sana yang masih terdiam di tempatnya. "Jadi itu bukan dari Dylan? Tapi kenapa terasa mirip dengan lambang di laptop Dylan tadi pagi?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Jennie duduk di kantin sembari menatap gelang itu, entah mengapa ia merasa ada yang aneh dengan gelang itu sejak semalam.
Sebelum tidur ia dengan tidak sengaja melihat cahaya menguar dari huruf J itu, nampak seperti sesuatu tersimpan di dalamnya.
Atau ia hanya halusinasi?
"Kau sangat menyukainya?" Taehyung duduk di hadapannya sembari menatap ke arah gelang itu.
Jennie segera menyembunyikan gelang itu di balik almameternya 'lagi' setidaknya benda ini membuatnya senang, itu artinya ada yang memperhatikanya.
Taehyung berdecih, hatinya terasa panas mendengar jawaban Jennie. Memperhatikannya katanya? Lalu ia yang mempertaruhkan nyawa demi Jennie tidak di bilang memperhatikannya begitu?
"Aku bisa membelikanmu benda seperti itu sebanyak apapun kau minta." jawab Taehyung sombong.
Jennie mengerucutkan bibirnya. Sebenarnya ia masih marah dengan Taehyung, tapi ia sadar bahwa Taehyung juga tidak mau kehilangan dirinya.
"Kami hanya berteman baik, jadi tolong jangan berlebihan Taehyung." Jennie menghela nafas, membuat Taehyung menaikan alisnya sebelah.
"Berlebihan katamu? Bisa saja kan L mu itu menyembunyikan sesuatu? Atau mungkin saja L bekerja sama-"
"Cukup Taehyung, pembicaraan berhenti sampai di sini. Aku akan berhati-hati dan menjaga jarak jika itu mau mu." Jennie berjalan meninggalkan Taehyung menuju kelasnya, moodnya untuk makan sudah hilang akibat perdebatannya dengan Taehyung.
Menurutnya Taehyung terlalu posesif padanya, tidak bisakah ia memiliki teman? Tidak ada yang bisa ia percaya di sini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Pria itu menatap laptopnya selama dua jam, beberapa foto seorang gadis yang di ambil secara diam-diam kini terpampang jelas di laptopnya.
"Kerja bagus, pantau terus gadis itu agar rencana ku berjalan mulus." Pria itu Dylan, yang kini menyeringai puas menatap hasil kerja anak buahnya.
Entah kenapa ia merasa tertarik begitu melihat foto-foto gadis dengan side dan beberapa back profil itu. Tapi apa alasanya? Seharusnya iblis hanya mencintai pengantinnya kan?
"Aku membawakan coklat hangat untukmu." Dylan menoleh dan mendapati Sana yang berdiri di sampingnya dan meletakan segelas coklat panas di meja.
Tanpa berniat menggubris, Dylan kembali menatap laptopnya. Sana yang penasaran dengan apa yang Dylan lakukan kini nampak sedikit memiringkan tubuhnya untuk melihat layar laptop.
Dahinya mengernyit saat mendapati banyaknya foto gadis yang di ambil secara diam-diam, membuatnya berfikit sejenak untuk mengingat sesuatu.
Dylan segera menutup laptopnya dan menatap Sana tajam, ia tahu Sana melihat isi laptopnya. "Kau tidak keluar?"
Sana tersentak dan menatap Dylan yang nampak tidak suka dengan keberadaannya, membuatnya tiba-tiba merasa gugup. 'Apa dia sadar aku mengintip?'
"A-aku akan segera keluar, jangan lupa kau minum coklatnya." Sana membalik tubuhnya dan berjalan meninggalkan ruangan itu.
Setelah memastikan pintu tertutup rapat, Dylan kembali membuka laptop dan menghubungi seseorang dari ponselnya. Ntah apa yang ia bicarakan di telpon.
Sana berdiri di balik pintu, mencoba menghilangkan rasa gugupnya. Setelah menarik nafas, ia kembali berpikir keras.
Kepalanya menerka-nerka, apa rencana Dylan saat ini? Apa Dylan ada hubungannya dengan gelang yang Jennie pakai?
"Aku yakin, foto di laptop tadi itu Jennie." Sana bergumam dan berjalan menjauhi ruangan itu, dia takut Dylan memergokinya lagi.
Sementara di dalam ruangan itu, Dylan baru saja mematikan ponselnya. "Aku penasaran, bagaimana bisa gadis itu selalu lolos dari maut."
TBC?
Yuhuy, maap kelamaan updatenya, soalnya gue baru aja debut stage dan sibuk latihan dance hehe.
Jadi kalian udah punya tebakan soal cerita ini? Atau kalian greget sama sikapnya Jennie yang keras kepala?
Jangan lupa ninggalin jejak ya, vote dan komen.
Luv, Rara
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Edelweiss ✔
Fantasía❝Why should i engaged with King Devil?❞ [Baku-Completed] ⚠️ {Fantasy, Drama, Romance} "Ibu, Kenapa aku harus dikorbankan pada iblis seperti dia?" "Ibu juga tidak mau menyerahkanmu, tapi Ibu dan Ayah tidak boleh mengingkari perjanjian dengan 'mereka'...