Tak lama kemudian beliau masuk keruang tamu menemuiku lagi, kali ini beliau datang tidak sendiri, melainkan bertiga, di sampingnya ada dua orang wanita. Yang satu tampak seumuran umy, yang satunya lagi... ahhh inikah perwujudan dari seorang Aina?
Terlihat sangat bundar kedua belah matanya yang dilengkapi kacamata optik, dibalut sibak dikelopak matanya membuat pandangannya terlihat tajam, bulu matanya berjejer rapih. alis yang berbentuk melengkung dengan jelas terlihat begitu menawan. putih bersih wajahnya. Mancung berbentuk indah hidungnya, membuat wanita lain iri hati jika harus dibandingkan dengannya. Lesung pipinya menambah pesona dari seorang gadis berumur 18th ketika ia menyapaku dengan senyumannya, dan aku hanya mengangguk dengan tatapan antara sadar dan tak sadar. Kedua bibirnya menawan, dimana bibir tipis di atasnya dilengkapi dengan bibir tebal berwarna pink segar dibawahnya. Dagunya berbentuk kerucut, Jika harus disamakan, maka akan begitu sulit membedakan mana dagu mana telor.
"Mang..." kiayi itu menepuk pelan pahaku
"Astagfirullahaladzhim..." aku mengusapkan telapak tangan kanan ke arah muka, sungguh kaget diluar nalar. Apa saja yang barusan ku pikirkan? Syetan-syetan ini telah berhasil menggoda ku, aku masuk perangkap tipu muslihatnya sehingga maksiat yang ada dalam bayang mataku. Astagfirullah...
"Yang ini istri saya" mengenalkan wanita disebelah kanannya
"Yang ini putri saya yang pertama" menggandeng pundak si wanita sebelah kiri yang sendari tadi berhasil merebut duniaku, aku hanya mengangguk malu.
Kedua wanita itu tak datang menemuiku dengan tangan kosong, ada sebuah nampan berisikan cangkir dan termos yang di bawa oleh Ayna, sedangkan ibunya membawakan nampan yang diatasnya terdapat sebuah tumpukan piring beserta sendok makan, disampingnya terdapat sangku/cepon (tempat nasi yang terbuat dari bambu) berisikan nasi yang terlihat masih mengeluarkan sedikit asap.
"Mang namanya siapa" keluar begitu santai pertanyaan bu nyai itu
"Nama saya Ahza bu" jawabku dengan cepat
"Ahza... siapa??" Mungkin maksud beliau menanyakan nama lengkapku
"Ahza Al Fariz bu" tegasku
"Mang Ahza hayu urang tuang heula, eeh bisa sunda?" menanyaiku sesekali menengok ke arah pak kiayi
"Bisa tapi ga bisa ngomongnya" celetuk kiayi itu membuatku semakin tersipu malu, semakin ku tundukan kepalaku
"Kita makan-makan dulu mang, mumpung kami juga belum pada makan siang" ajakan pak kiayi, aku berusaha mengelak dengan jurus-jurus andalan kibulanku, namun gagal. Akhirnya dengan tidak mengurangi rasa hormat, aku pasrah menerima ajakan beliau.
"Geulis candak rencangana (lauhan/menu makan)" kyai menyuruh sang gadis mengambilkan menu makan, padahal ia sedang sibuk menuangkan air teh panasnya kedalam cangkir. Tanpa mengeluarkan suara ia lalu dengan sesegera mungkin menghentikan kegiatannya, kemudian bangkit berjalan masuk kedalam ruangan meninggalkan kami.
Inikah sesosok perwujudan dari seorang Ayna?, sungguh terlihat begitu sederhana bawaannya. Wanita dari sekian banyak wanita yang paling dicari oleh kaum pria ialah wanita dengan berpenampilan sederhana, tampil apa adanya. Tertutup tak mencolok, tidak sedikitpun mengundang perhatian ahli-ahli maksiat. Ayna yang sendari tadi duduk disamping ayahnya terlihat seperti seorang sinden bagiku. Sendari tadi ia selalu menundukan wajah kearah bawah, seakan tak punya keberanian menatap lurus ke-arahku setelah senyum sambutan pertamanya. Aku tau, mungkin ia merasa malu, karena di sampingnya ada sang ayah dan ibunya. atau malah ia merasa takut? karena dengan adanya ia, ia mampu menjerumuskan orang-orang kedalam jurang maksiat mata? Ah entahlah yang pasti ia tak berani menatap lagi ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayna
Teen Fiction(Slow update) Ahza. Nama lengkapku Ahza Al Fariez. Anak dari seorang Abah yang punya Pondok Pesantren. Tapi, bukan bagaimana kau melihat aku sebagai anak seorang Kyai. Karena tetap saja aku adalah anak, yang hanya menggandeng nama besar Abahku. Aku...