Aku pandangi pemandangan malam. Terasa lebih menyenangkan ketimbang siang. Karena gemerlap lampu jadi seperti bintang berkelip dilangit. Dan sunyi sepinya, adalah teman bagiku. Aku suka sepi yang bisa membuatku banyak berfikir tentang banyak hal didunia ini. Malam juga menjelaskan banyak cerita sunyi yang menyedihkan. Sedih kepada pagi dan siang yang waktunya tidak aku gunakan dengan baik. Yah, makanya aku lebih suka malam dan sendiri.
Kurang lebih empat jam perjalanan dari Jakarta ke Cirebon. Akhirnya aku sampai di depan halaman rumahku. setelah aku keluar dari mobil, lalu Mang Hadi langsung memarkirkan mobil di garasinya.
Suasana kampungku tampak sepi. Mungkin karena malam terus saja tenggelam menyelami para pemimpi, yah wajar saja kalau sepi. Aku sampai rumah kira kira pukul satu malam dini hari. Aku melihat-lihat sekelilingku, sesekali melirik kearah bangunan asrama Nurul Huda atau asrama pengurus pesantren. Asrama itu tampak sepi, mungkin hanya segelintir santri yang masih melek, dan aku hanya menebak. Dan ada juga yang berjalan gontai gantui dengan sedikit tergesah-gesah. Kebelet atau lagi ngelindur kali, pikirku.
Tidak lama kemudian Mang Hadi datang menghampiriku dengan menggered koper besar. Wajar si di gered-gered, karena kalau di angkat ya waahh aku aja gak kuat, apalagi Mang Hadi yang postur tubuhnya lebih kecil sedikit dibanding aku.
"Monggo Gus masuk." Mang Hadi mempersilahkan aku masuk duluan.
"Jangan berisik Mang, mungkin Abah sama Umi lagi istirahat" ujarku.
"Nggeh Gus" timbalnya.
'Kreteeekkk...'
Auara pintu tua yang kubuka secara perlahan, karena takut mengganggu Abah dan Umi yang lagi istirahat. Aku memelankan suara langkah kakiku dan ternyata Mang Hadipun mengikutinya dari belakang.
'Sudah kaya maling aja aku.
Masuk rumah sendiri aja pake sembunyi-sembunyi.' batinku.Keadaan di dalam rumah tampak sunyi, sepi dan gelap. Tidak ada sedikit cahaya lampu yang meneranginya. Alesannya ya karena hemat listrik, mungkin. Dan sudah lumrah kalau lampu-lampu di dalam rumah di matikan ketika malam sudah mulai tenggelam. Hanya lampu-lampu di luar rumah yang tetap di biarkan menyala sampai sang cahaya utama menyapanya.
"Hayooo! Ketauan"
kaget bukan kepalang tiba tiba suara keras Abah menghancurkan semua keheningan malam yang dalam, dimana para pemimpi sedang mengejar mimipinya masing-masing.
"Allah karim" teriakku.
"Za..za.. kamu tuh masuk rumah bukannya ucapkan salam malah merindik rindik kaya maling aja" Sewot Abah sambil menghidupkan lampu.
"Hehe... ku kira Abah sudah tidur." Aku menyambut uluran tangannya yang menodong ke arahku.
Akupun langsung menyalami tangan lembutnya, lalu menciumnya dengan membolak balikan tangan Abah keatas dan kebawah, lalu akupun memeluk Abah dengan sangat erat. Ku lihat wajah Abah tersenyum cerah berseri-seri. Ah bahagianya aku bisa dipertemukan lagi dengan Abah yang selama ini ku kagumi, yang selama ini menjadi inspirasiku.
Mang Hadi pergi meninggalkan kami berdua, dan meletakan koper yang tadi di bawanya ke samping dekat sofa. Lalu kamipun duduk di sofa sambil berbincang-bincang melepas rasa rindu yang selama ini ku bendung.
"Gimana kabarmu za, Sehat?" tanya Abah.
"Alhamdulillah Bah. Abah Umi keluarga semua disini sehat?" tanyaku balik.
"Alhamdulillah za, berkat nikmat Tuhan yang selalu di syukuri" jawab Abah.
"Umi mana bah" tanyaku lagi.
"Umimu baru saja tidur, tadi kata Umimu, kalau kamu sudah datang. Umimu minta di bangunkan, tapi Abah ngga tega za, kasian dari maghrib Umi menunggu kedatanganmu" jelas Abah.
"Masyaallah Umi-Umi, padahal engga usah nunggu aku, aku juga pasti datang" jawabku.
"Yah namanya juga orang tua za, siapa si orang tua yang ngga seneng ketemu anaknya setelah sekian lama engga ketemu-ketemu. kalau kata anak muda jaman sekarangnya mah kangen" jelas Abah dengan senyum.
"Nggeh Bah" jawabku singkat karena tidak tau harus bicara apalagi.
"Ya udah sekarang kamu istirahat, tidur. Kamarmu sampai Umi yang beresin loh" kata Abah.
"Ya Allah Umi, kenapa engga santri putri aja yang beresin Bah?" tanyaku.
"Kata Umi, Umi ngga mau kamarmu di masuki apalagi di bersihkan oleh seorang yang belom makhromnya" jelas Abah. Aku nyengir.
"Umi, ada-ada saja" heranku. "Jadi pengen langsung ketemu Umi dan memeluknya iih" lanjutku.
"Sabar." singkat Abah sambil memutarkan biji-biji tasbihnya.
"Nggeh bah." jawabku malu.
"Ya wis, sana istirahat tidur, tuh sekalian bawa kopernya" perintah Abah.
"Nggih pun Bah" aku langsung berdiri beranjak dari tempat duduk dengan menggered koperku, meninggalkan ruang tamu dan meninggalkan abah seorang diri.
"Eh za, jangan lupa sholat dulu sebelum tidur" cegat abah
"Alhamdulillah sampun Bah tadi di bandara." jawabku dengan cepat.
"Oh ya wis" Abah mengakhiri pembicaraannya lalu pergi meninggalkan ruang tamu, yang sedari tadi menjadi ruang lingkup rinduku.
Dan akupun melanjutkan langkahku menuju kamar yang tempatnya di lantai atas atau di loteng rumah.
Bruuukk...
Kurebahkan tubuhku di atas kasur, kulepas semua lelah di atas tumpukan kapuk lembut ini.
Ah Umi baik sekali, sampai seharum ini sprai bantal dan kasurnya Umi cuci, hanya karena demi menyambut kepulangannku.
Umi adalah seorang wanita yang sangat hebat. Ya karena beliau mampu membuat para anak-anaknya bahagia, tanpa mengorbankan apapun dan siapapun. Apa mungkin karena aku anak bungsu? Ah tidak, Umi selalu adil dalam membagi rasa kasih sayang kepada anak-anaknya. Contohnya saja dulu pada kakaku Nel. Lengkapnya Nelia Faza, pulang dari pesantren, pasti kamarnya Umi yang beresin dan bersihin. Sekarang Ka Nel hidup dengan keluarga kecilnya di Bandung, mereka hidup bahagia karena mereka nurut sama orang tua agama dan bangsa.
Aku jadi kangen sama ledekannya Ka Nel tentang percintaan. Ya karena percintaan mereka itu seperti jaman Siti Nurbaya. Mereka di jodohkan, dan mereka tak bisa menolak itu. Karena jodoh, rezeki, maut itu sudah dalam aturan-NYA.
Aku jadi ingat waktu itu. Lucu ketika mereka pertama kali bertemu. Yaa pertamakali mereka bertemu, ya di pelaminan. Tingkah laku mereka kikuk kaya patung, hampir tidak ngobrol sama sekali. Cuman lirak-lirik, atau saling melempar senyum.
Tiba-tiba lamunanku menyapa. Hhmm... nanti kisah cintaku kaya apa dan bagaimana ya? Ah sudah lah bodo amat! Itumah gimana nanti aja, kan sudah ada yang ngatur.
Rasa kantukpun akhirnya menghampiriku dan tak lama kemudian akupun tertidur lelap dalam mimpi mimpiNYA.
-Ily18-
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayna
Fiksi Remaja(Slow update) Ahza. Nama lengkapku Ahza Al Fariez. Anak dari seorang Abah yang punya Pondok Pesantren. Tapi, bukan bagaimana kau melihat aku sebagai anak seorang Kyai. Karena tetap saja aku adalah anak, yang hanya menggandeng nama besar Abahku. Aku...