Chapter 05

17.9K 1.6K 71
                                    

Hyeran tersenyum miris duduk di dalam kereta menuju Busan. Memegangi perutnya yang masih rata, beberapa bulan lagi pasti akan terlihat. Tabungannya cukup untuk membeli sebuah rumah untuknya tinggal, ditambah lagi uang pesangon yang atasanya berikan itu lebih dari cukup untuk menambah uang untuk membeli rumah dan hidup sehari-hari selama masih belum mendapatkan pekerjaan.

Setelah sampai di Busan Hyeran bergegas mencari rumah untuk ia tempati. Ia berkeliling kebeberapa tempat namun nihil, ia merasa tak cocok dengan tempatnya. Menurutnya juga rumahnya akan bermasalah karena banyak kerusakan.

Tubuhnya sudah lemas, ia butuh istirahat. Sadar jika ia membawa satu nyawa lain dalam dirinya, ia tak boleh gegabah dan membahayakan darah dagingnya yang sedang ia kandung.

"Sebaiknya aku menyewa kamar di hotel selama dua hari, uggh... Ini berat sekali," keluhnya.

Hyeran merebahkan dirinya di dalam kamar hotel setelah ia menemukan kamarnya dan masuk untuk beristirahat.

"Lapar..."

Hyeran kembali beranjak dan keluar untuk mencari makan di sekitar penginapan.

Setelah makan dan beristirahat, Hyeran kembali mencari rumah yang cocok untuk ditinggalinya. Namun sampai malam tiba ia tidak menemukan yang cocok menurutnya. Ia ingin tempat yang nyaman untuk ditinggalinya dan buah hatinya nanti. Mungkin juga bawaan bayinya membuat ia jadi lebih selektif dalam memilih sesuatu.

Hyeran memutuskan kembali ke hotel setelah lelah berpergian dan usai makan malam.

"Lelahnya..."

Hyeran mengusap perutnya yang masih rata, bibirnya mengulas senyum.

"Jadilah penguat ibu, sayang. Meski kau hadir karena sebuah kesalahan dan sebut saja itu kecelakaan. Namun, kau tetap makhluk suci yang tuhan titipkan pada ibu. Ibu yang salah, kehadiranmu tak pernah salah karena pada dasarnya memang ibu yang bersalah. Ibu minta maaf jika saat kau lahir, kau tidak mendapatkan kasih sayang yang sempurna. Ibu akan berusaha menjaga dan mengurusmu sekuat tenaga ibu, juga memberi seluruh kasih sayang ibu padamu agar kecacatan kasih sayang yang kau butuhkan tersamarkan..."

Tangannya terus mengusap perutnya itu hingga matanya memberat dan terlelap.

***

Sang pemilik rumah tersenyum melihat mata Hyeran berbinar saat ia mengajak calon pembelinya itu berkeliling rumah.

"Bagaimana Hyeran-ssi kau suka?"

"Ah, iya. Sangat, aku sangat suka... Tapi, apa kau yakin akan menjual dengan harga itu? Rumah ini mungkin bisa lebih mahal lagi aku yakin."

"Iya, tentu. Jika keadaanya normal, pasti kujual dengan harga yang sepadan. Karena aku sedang membutuhkan uang untuk menambah biaya oprasi sepupuku jadi aku menjualnya dengan harga yang miring, dan kau yang pertama bertanya-tanya tentang rumah. Bagaimana? Kau mau? Kujamin fasilitasnya Bagus, karena rumah ini baru kosong tiga hari."

"Tentu saja Mina-ssi, baik aku akan membeli rumahmu. Ini sangat nyaman." Hyeran mengeluarkan jumlah yang sudah di tentukan dan memberikannya pada wanita pemilik rumah itu untuk ia beli.

"Ah, syukurlah terjual cepat. Terima kasih sudah datang dan membeli rumah ini, kau sangat membantu. Semoga kau suka dengan semuanya, dan ini kunci juga seluruh dokumen rumah ini. Semuanya lengkap, aku akan kembali lagi beberapa hari lagi untuk mengurus pemindahan kepemilikan rumah dan tanahnya menjadi atas namamu."

"Sama-sama, terima kasih juga sudah memberikan harga yang murah. Aku beruntung."

Wanita itu pamit permisi meninggalkan rumahnya yang sudah menjadi milik Hyeran sekarang.

"Hei sayang, apa kau berdoa pada Tuhan agar mempermudah ibu? Jika iya terima kasih. Terima kasih juga ya Tuhan telah mempermudahku..."

Hyeran tersenyum sambil mengusap lembut perutnya. "Cepatlah besar dan temani ibu di sini sayang."

Setelah puas melihat detail isi rumah, ia bergegas kembali ke hotel untuk membawa semua barangnya dan memindahkannya kemari.

"Aduh lelahnya..." keluhnya setelah memberikan dan menata barang-barangnya.

"Istirahat sebentar, mandi, lalu pergi belanja untuk makan..."

Hyeran kembali melihat perutnya sambil mengusapnya, bibirnya mengulas senyum.

"Sayang, kita akan belanja. Kau suka? Kau ingin apa? Ibu akan masakkan."

Hyeran berbicara dengan nada imut. Setelahnya ia terkekeh geli, merasa konyol. Mengajak bicara bayi yang bahkan masih sangat kecil di dalam rahimnya, tentu ia takkan mendapat respon apapun.

"Hei waktu cepatlah berlalu, aku ingin lihat seperti apa malaikat kecilku. Juga... Aku kesepian, saat ia lahir aku pasti tidak akan kesepian lagi..."

Hyeran tidak melupakan bagaimana bayi itu hadir dalam dirinya, hanya saja ia menguburnya jauh di lubuk hatinya. Dan berpikir bayinya adalah malaikat yang Tuhan kirim padanya, bukan sebuah aib atau hal memalukan. Bayinya adalah anugrah, hanya itu yang ia pikirkan.

***

"Carilah gadis itu, kau harus menemukannya. Oppa harus berjanji padaku, temukan gadis itu dan menikahlah dengannya."

Kalimat itu selalu terngiang dikepala Jungkook sejak usai bicara dengan mantan tunangannya itu.

Merasa betapa memalukan dirinya ini, ia membencinya. Betapa Yoora memiliki hati yang besar, karena memaafkannya. Memaafkan kesalahan fatal yang mungkin seharusnya dibenci seumur hidupnya. Ia menghancurkan dua gadis tanpa ia ingin, dan tanpa ia sadari.

Jungkook berdiri menatap kota Seoul dari atas. Terlihat Indah, penuh dengan cahaya lampu.

"Kuharap aku cepat menemukanmu, walau sebenernya itu sulit. Seperti mencari sebuah jarum diantara tumpukan jerami, jarum yang bahkan belum pernah kulihat ciri dan bentuknya. Kemungkinan aku akan sering menemukan jarum yang salah."

Bunyi denting ponselnya membuat ia mengalihkan pandangannya dari indahnya pemandangan kota Seoul. Melihat sebuah pesan masuk dari kakaknya.

Jaehyung Hyeong

Masih di kantor? Tidak pulang?

Iya. Aku akan pulang, sebentar lagi...

Baiklah, hati-hati dijalan.

Bibirnya tertarik menampakkan senyum miris, Jaehyung adalah satu-satunya orang yang masih perduli padanya. Bukankah sudah di jelaskan jika mereka semua menjauh dari Jungkook? Ia sendirian.

Kedatangan Yoora bukan berarti bisa merubah situasi menjadi lebih baik. Sekali bersalah akan tetap begitu, kesalahan kecil saja mungkin sulit di lupakan. Apalagi kesalahan fatal seperti yang ia lakukan.

Jungkook menghela nafas, lalu setelahnya ia memutuskan untuk kembali kerumahnya. Bahkan hingga sekarang ayahnya enggan menatap wajahnya, sama seperti Taehyung yang terlihat membencinya.

Gelap, itulah yang ia lihat saat masuk kedalam rumah. Tentu saja, ini sudah lewat tengah malam. Pasti semuanya sudah tidur.

Ini sudah sering ia lakukan, pulang lewat larut malam. Di tambah lagi ada satu kegiatan yang akan banyak menguras tenaganya. Berkeliling Seoul, mengetuk setiap pintu dan bertanya apakah mereka pemilik kalung itu.

Membersihkan diri, mengganti pakaian, lalu tidur. Dan besok kembali beraktifitas seperti robot.

"Siapapun dirinya, kuharap aku bisa bertemu secepatnya."

_Tbc_

Accident ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang