Chapter 5: Sickness

18.8K 1.3K 13
                                    

Hari minggu tiba. Aku mematikan AC kamarku dan bersembunyi dalam selimut sampai aku berkeringat. Aku benar-benar tidak ingin pergi ke acara golf bersama dengan laki-laki itu lagi. Dia berhasil menguras semua tenagaku untuk mengjauhkannya saat pulang dari restoran kemarin. Aku belum pernah bertemu dengan laki-laki setangguh dia. Aku berusaha tetap sembunyi di dalam selimut walaupun aku sudah merasa sangat panas dan keringat sudah banjir. Aku melakukan ini selama dua jam. Saat aku mendengar langkah kaki seseorang. Aku segera buru-buru menyalakan AC dan kembali menimbun tubuhku di dalam selimut. Aku melihat ekspresi Bobby yang bingung dengan tingkahku. Tak lama kemudian, mbak Ina masuk ke dalam kamarku.

 

“Non, disuruh bapak siap-siap golep (golf)” Kata mbak Ina.

 

“Bilangin papa aku sakit.” Kataku ke mbak Ina.

 

“Non, saya bilangin bapak deh. Mau dibuatin bubur ngga non?” Tanya mbak Ina.

 

“Ngga usah deh mbak. Ngga nafsu makan.” Kataku.

 

Mbak Ina keluar dari kamar. Aku melanjutkan acara mengubur diriku ke dalam selimut. Aku mendengar langkah papa yang berat itu. Sepertinya papa sudah bangun. Aku menurunkan selimutku seakan-akan tak ada apa-apa. Papa jalan ke arahku dengan khawatir.

 

“Kamu ngga papa?” Tanya papa.

 

“Iya pa. Ngga enak badan dikit doang.” Kataku.

 

“Badan kamu panas banget.” Kata papa.

 

“Oh ya?” Tanyaku berpura-pura lesu.

 

“Apa papa suruh Francis jagain kamu aja ya?” Tanya papa khawatir.

 

“Ih, papa apa-apaan sih? Masa dikit-dikit Francis.” Kataku kesal.

 

“Lha gimana? Habisnya tante Miranda ngga ada. kan kasian kalo Francis ngga ada yang ajak ngobrol kalo papa sama om Terry lagi ngobrol.” Kata Papa.

 

“Ya udah tinggal telpon aja, bilang ngga usah dateng.” Kataku.

 

“Anaknya udah di bawah sama om Terry.” Kata Papa.

 

“Papa nih bener-bener ngeselin.” Kataku menyerah dan keluar dari selimut.

 

“Hm… papa udah nyangka deh kamu cuma pura-pura.” Kata Papa. Hah? Jadi tadi papa cuma pura-pura juga? Aku melihat papa dengan pandangan kesal. Kenapa dia jadi mengikuti gayaku yang suka menipu ini?

 

“Ya udah. Aku siap-siap deh. Papa keluar sana.” Kataku mengusir. Papa keluar dengan penuh senyuman.

 

Lagi-lagi aku gagal menipu mereka. Ada apa denganku akhir-akhir ini. Kenapa aku selalu saja sial. Kenapa juga Francis mau-maunya diajak main golf oleh papa? Memangnya kelakuan burukku kemarin belum cukup untuk membuatnya menjauh dariku apa? Modus papa yang ingin menjodohkanku sudah terbaca dengan jelas. Aku segera mengganti bajuku dengan dress polo tanpa lengan berwarna biru tua. Aku memakai kaus kakiku dan mengikat rambutku keatas. Aku menggendong Bobby untuk keluar dari kamar. Aku mengucapkan selamat tinggal pada Bobby sebelum turun. Saat aku turun ke bawah, aku menemukan om Terry dan Francis yang sudah menunggu. Melihat laki-laki itu, aku jadi mengingat usahaku yang gagal beberapa hari yang lalu. Semua kerja kerasku baru kali itu gagal. Aku benar-benar merasa kesal mengingat kejadian hari itu. Aku belum pernah kehilangan akal dan seputus asa itu. Francis hari ini telihat lebih santai dengan polo shirt berwarna biru muda dan celana pajang putih. Kenapa laki-laki itu terlihat perfect di setiap saat? Membuat iman orang goyah saja.

PixieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang