Chapter 7: Childhood Memories

17.2K 1.2K 9
                                    

Ini sudah hari kedua aku berada di dalam pabrik untuk membuat design baru. Beberapa designku harus diubah karena feedback dari para model pada masa trial tidak bagus. Badanku terasa lelah karena sudah terlalu lama duduk dan menjahit berbagai macam model. Aku akhirnya pulang dengan diantar oleh salah satu bawahan pabrik. Aku tak tahu berapa lama lagi mobilku akan beres untuk dibetulkan dan Calvin belum juga memenuhi janjinya untuk menyewakan mobil untukku. Dia masih mengantarku setiap pagi dan setiap ditanya soal mobil, dia selalu saja menjawab bahwa mobilku sebentar lagi akan beres. Dia sebenarnya menawarkan bahwa dia akan mengantarku kemanapun dan kapanpun, tapi tetap saja tidak mungkin aku menyuruhnya mengantarkanku pulang pada larut malam seperti ini. Untung sja tadi ada salah satu pegawai pabrik yang lembur sehingga aku bisa meminta bantuannya untuk mengantarkanku pulang.

 

Saat tiba di rumah, aku segera masuk ke dalam kamarku lalu, ke dalam kamar mandi. Aku akan mandi sebelum tidur karena badanku terasa lengket setelah beberapa kali mencari bahan kain di gudang. Aku menjulurkan tanganku ke bawah shower. Air masih saja terasa dingin. Entah kenapa air hangatnya tidak muncul juga. Karena terlalu lelah dan ingin cepat-cepat mandi, aku menahan rasa dingin dan membasahi rambut dan badanku. Saat ingin membilas, tiba-tiba saja lampu di kamar mandi mati dan air semakin mengecil. Dengan tergesa-gesa aku membersihkan sisa sabun dan shampoo yang ada di badanku saat ini. Kamar mandi terasa gelap karena tidak ada jendela. Aku tidak bisa melihat apapun saat ini karen mataku masih tidak bisa beradaptasi dengan kegelapan. Aku meraba-raba seluruh kamar mandi untuk mencari handukku. Setelah aku menemukan handukku, aku melilitkan handuk itu di badanku. Aku meraba lagi untuk keluar dari dalam kamar. Setelah keluar dari dalam kamar mandi, aku segera membuka korden rumah agar ada cahaya yang masuk, rumah lain sepertinya tidak mengalami masalah yang sama. Aku benar-benar bingung harus apa sekarang. Aku segera turun dari lantai atas dimana kamarku berada sambil membawa Bobby yang sepertinya kebingungan. Aku meneriakkan nama mbak Ina dan mbok Inem berkali-kali tapi tak ada dari mereka yang menjawab. Aku pergi ke arah dapur mencari mereka tapi mereka tak ada juga. Papa sedang ada urusan di China jadi rumah ini benar-benar kosong. Aku mulai merasa ketakutan. Jangan-jangan ada pencuri di rumah ini. Aku berjalan keliling rumah lagi untuk mencari mbak Ina dan mbok Inem. Saat aku pergi ke taman belakang rumah, Aku melihat mbak Ina dan mbok Inem yang menengok ke arah atas. Dengan perasaan lega, aku mendekati mereka.

 

“Mbak, kemana aja sih? Aku panggil ngga nyaut-nyaut.” Kataku.

 

“Eh, maaf non. Eh non, buruan pake baju. Ada den Francis disini.” Kata mbok Inem buru2 menyuruhku masuk ke dalam rumah lagi. Aku menengok ke tempat dimana mbok Inem nunjuk. Ada Francis yang sedang naik ke atas kursi dan mencoba untuk memeriksa sekring listrik rumah. Dia tersenyum melihatku. Aku buru-buru menutupi badanku dengan badan Bobby. Mbok Inem menarikku untuk kembali masuk ke dalam rumah.

 

“Kok dia bisa disini mbok?” Tanyaku.

 

“Tadi dia kesini buat ngasih dokumen buat tuan, non.” Katanya

 

"Ooh.. Trus kenapa lampunya mati sih mbok?" Tanyaku.

"Kayaknya sih gara-gara saya nyalain microwave buat siapin makanan non." Kata mbok Inem.

“Ya udah deh mbok, aku pake baju dulu.” Kataku naik ke lantai atas dan memakai bajuku dengan cepat. Aku keluar setelah memakai bajuku. Aku turun dari tangga dan melihat Francis sudah duduk di sofa. Sepertinya dia tidak berhasil membenarkan sekring listriknya.

PixieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang