Makan malam

16 7 0
                                    

Hari sudah mulai gelap, Gerd kembali ke ruangannya atau lebih tepat kamarnya. Karena seperti yang Neil bilang, penjaga disana akan mendatangi setiap kamar untuk melihat dan mendata anak-anak.

Gerd hanya melamun disudut tempat tidurnya, ia tak sempat bertanya pada Neil tentang pembicaraan mereka tadi sebelum "orang itu" datang. Gerd semakin penasaran, rasa takut mulai memenuhi pikirannya, 'apa yang akan mereka potong' batin Gerd.

Terdengar langkah seseorang diluar sana, tidak jauh. Sepertinya menuju ke kamar Neil. Gerd melangkah dengan hati-hati kearah pintu, berharap dia bisa mendengarkan pembicaraan orang itu dengan Neil. Namun itu sia-sia, Gerd tak mendengar apapun selain jeritan Neil.

Brakkkkk. "Jangan, jangan.." suara Neil samar-samar.

Ingin Gerd berlari keluar dan melihat apa yang sedang terjadi pada Neil. Gerd meraih tombol untuk membuka pintu dengan hati-hati. Pintu terbuka. Gerd hampir saja pingsan karena terkejut, si wanita tua yang seram itu telah berdiri tepat di hadapan Gerd. Dia menatap Gerd penuh kebencian.

"Apa yang kau lakukan?"  Dia mendorong Gerd hingga tersungkur dilantai.

"Aku.. aku.." Gerd terbata-bata dan sebelum menyelesaikan pembicaraannya dipotong oleh wanita itu.

" Jangan bilang kau ingin melarikan diri, itu mustahil. Kau tak akan pernah bisa lolos dariku" dia menyeringai .

"Kenapa anak itu menangis?" Tanya Gerd dengan polosnya.

"Kau ingin tau? Kau bisa menanyakan padanya saat makan malam nanti. Jangan keluar sampai aku menyuruhmu keluar!"

Gerd mengangguk mengerti, wanita itu pergi meninggalkan Gerd.

Gerd kembali ke tempat tidurnya. Dia bernapas lega karena bisa menanyakan pada Neil tentang apa yang terjadi.

Gerd kembali melamun, tatapan kosongnya sangat dalam. Dia hanyut dalam lamunan dan akhirnya tertidur pulas karena kelelahan menghadapi hari yang terkutuk ini.

"Hei, bangun!!! Apa kau tidak ingin makan? " terdengar suara samar-samar ditelinga Gerd.
Gerd membuka mata, seorang pria bertubuh kekar telah berdiri disamping Gerd.

"Iyaa, aku lapar.."

"Ayo, ikuti aku!" Pria itu berlalu keluar kamar dan diikuti Gerd dibelakangnya.

Mereka sampai disebuah ruangan yang cukup besar, dipenuhi anak-anak dari usia 4-15 tahun.

"Duduklah disana" kata pria itu meninggalkan Gerd.

Gerd tidak melihat Neil. Dia berusaha mencari teman barunya itu. Matanya telah lelah menjelajahi seluruh penjuru ruangan, namun tetap tidak melihat Neil.

Sampai akhirnya seorang anak melambaikan tangannya kepada Gerd. 'Siapa anak lelaki itu?' Pikir Gerd. Dia berjalan kearah anak yang melambaikan tangannya tadi dan ternyata itu Neil. Kenapa Neil kelihatan berbeda? Bukankah Neil perempuan?

"Apa kau Neil?" Tanya Gerd heran.

"Ya, kau sudah makan? Ambil makananmu disana" Neil menunjuk sebuah meja ditengah ruangan.

Gerd berjalan mengambil makanannya lalu kembali duduk disamping Neil. Gerd masih memperhatikan Neil. Kenapa tiba-tiba Neil berubah menjadi anak laki-laki begitu saja.

"Neil, kenapa dengan rambutmu?" Tanya Gerd.

"Rambutku dipotong, katanya semua anak harus seperti anak laki-laki dan bajuku juga diganti dengan baju laki-laki" jawab Neil dengan nada sedih.

"Kenapa?" Tanya Gerd polos.

"Aku tidak tau" jawab Neil, air matanya menetes.

"Kenapa kau menangis?" Tanya Gerd khawatir.

"Aku sangat sayang pada rambut Panjangku, tapi mereka memotongnya begitu saja" Neil menatap makanannya dengan pandangan kosong.

"Tidak terlalu buruk kok, ayo makan!" Gerd tersenyum pada Neil. Lalu mereka melanjutkan makan malamnya.

Neil sudah terlihat seperti anak lelaki yang hampir tidak dikenali Gerd. Makan malam telah usai, setiap anak menuju ke kamarnya masing-masing. Gerd sudah mengantuk namun dia belum bisa tidur. Saat ini yang ada dipikiran Gerd adalah kakak dan ibunya. Bagaimana mereka disana? Apakah ibu dan kakaknya baik-baik saja?  Gerd larut dalam lamunannya dan akhirnya terlelap.

---

Sementara dibelahan angkasa lainnya, Rill tengah membantu ibunya menyiapkan makan malam, perbedaan waktu Gestries dan Centrales kebetulan tidak jauh berbeda.

"Kenapa makanannya sangat banyak,bu?" Tanya Rill.

"Tak apa, ini makanan kesukaan adikmu" jawab sang ibu lirih.

" tapi.." Rill tidak melanjutkan perkataannya karena akan membuat ibu sedih.

"Makanlah.." suara ibunya mulai serak. Air matanya jatuh seketika.

"Kenapa ibu menangis?" Tanya Rill khawatir.

"Ibu hanya memikirkan adikmu, mungkin dia belum makan seharian disana" tangis ibunya semakin menjadi.

"Ibu jangan khawatir, aku yakin Gerd pasti baik-baik saja disana" Rill memeluk ibunya.  Sang ibupun kembali tersenyum, Rill sangat lega.

Selesai makan malam, Rill dan ibunya langsung beristirahat karena sangat kelelahan. Tidak seperti biasanya setelah makan malam mereka pasti akan bersenda gurau bersama ayah dan adik tercinta. Namun, saat ini sang ayah telah tiada dan Gerd dibawa secara paksa ke Gestries.

Rill memang sangat lelah, tapi matanya tak bisa dipejamkan walau sesaat saja. Dia tak akan pernah bisa melupakan peristiwa yang terjadi pada keluarganya itu.

Air mata telah membasahi pipinya, dia sangat terluka. Lalu Rill menatap sang ibu yang tertidur pulas dengan pandangan yang sendu. Rill akan selalu menjaga ibunya, sudah cukup kehilangan ayah dan adiknya. Dia tak akan sanggup jika harus kehilangan ibunya juga.

Rill tersadar, tak ada gunanya dia larut dalam kesedihan. Kebanyakan penduduk Centrales juga mengalami hal yang sama seperti Rill bahkan ada yang lebih parah daripada yang dialaminya.

Rill mengepalkan tangannya, berjanji dia benar-benar akan membawa Gerd kembali. Lalu Rill tersenyum puas dan memejamkan matanya hingga dia benar-benar terlelap.

The VasteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang