Teman Baru

24 8 2
                                    

Jika benar mereka membunuh anak Centrales, apakah mereka menginginkan organ tubuh anak Centrales atau... ah sudahlah, Gerd tidak tahu. Itu hanya tebakannya saja.

Mereka menyusuri ruangan-ruangan gelap itu, sampai akhirnya mereka telah berada didepan sebuah pintu. Wanita itu menekan tombolnya,pintupun terbuka. Dia memasuki ruangan yang lebih kecil dari sebelumnya.

Gerd berjalan seraya melamun. Pertanyaannya kian membanyak, dia sangat penasaran. Namun,lamunannya dibuyarkan oleh jeritan anak kecil yang sepertinya berasal dari ruangan sebelah kanan Gerd saat ini. Dia menandai ruangan itu. Lalu berjalan menyusul si wanita tua. Wanita itu berhenti, Gerd juga ikut berhenti. Dihadapannya ada sebuah ruangan, dia menatap Gerd.

"Kenapa kita berhenti?" Tanya Gerd

"Ini tempatmu"  seraya menekan tombol dan pintunya terbuka

"Gelap sekali, aku takut" balas Gerd

Wanita itu masuk kedalam ruangan lalu menyalakan sebuah lampu yang bisa dikatakan cukup terang untuk Gerd.

"Ayo, masuklah!"

Gerd melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu, Gerd duduk di kursi yang ada dipojok ruangan itu. Mata Gerd menjelajahi seisi ruangan, disana hanya ada sebuah tempat tidur, dan kursi yang di duduki Gerd saat ini.

"Aku akan keluar, kau istirahatlah" kata wanita itu mengejutkan Gerd.

"Baik" jawab Gerd.

Wanita itu berjalan meninggalkan Gerd sendirian didalam ruangan itu. Seketika, Gerd teringat pada ruangan yang tadi dia tandai. Gerd berjalan kearah pintu, melihat keluar. Wanita itu sudah lenyap dari pandangan Gerd. Dia berjalan mendekati ruangan itu, suara jeritan yang dia dengar tadi sudah hilang . Tapi tetap saja rasa penasaran Gerd kian bergejolak.

Dia melompat untuk menekan tombol pintu utu, tombolnya terlalu tinggi untuk Gerd. Namun akhirnya dia berhasil menekan tombol itu, pintunya langsung terbuka. Gerd masuk kedalam ruangan itu, sangat gelap. Tidak ada lampu didalam sana, Gerd tidak bisa melihat apa-apa. Hanya sebuah kursi yang terletak dibelakang pintu. Gerd mengambil kursi itu dan mendorongnya kearah dinding kiri, dia naik keatas kursi dan meraba dinding itu. Akhinya Gerd menemukan saklar lampunya,  Ruanganpun menjadi terang.

Gerd melihat seluruh pojok ruangan, pandangan Gerd berhenti di salah satu pojok. Ada seorang anak perempuan yang tengah menahan tangisnya duduk dilantai, sepertinya dia sangat ketakutan. Gerd berjalan dengan hati-hati kearah anak itu, duduk didepannya dan menatapnya.

"Siapa namamu?" Tanya Gerd dengan hati-hati.
Anak itu diam tak bergeming.

"Jangan takut, aku akan menjadi temanmu. Namamu siapa?" Tanya Gerd lagi.

"Neil" jawab anak itu. Gerd menuntunnya berdiri dan duduk ditempat tidur. Usia Neil mungkin setahun lebih tua dari Gerd. Tiba-tiba anak itu menangis.

"Kenapa kau menangis?" Tanya Gerd dengan nada sedih.

"Wanita itu...nanti akan memotong.." ucapannya terhenti karena me dengar suara langkah kaki seseorang didepan kamarnya. Gerd melompat dan bersembunyi dibawah tempat tidur.

Orang itu masuk dan berjalan kearah tempat tidur, menarik rambut Neil hingga fia meringis kesakitan. Ingin rasanya Gerd memukul kaki orang itu yang tepat didepan wajahnya, namun Gerd mengurungkan niatnya.

"Siapa menyuruhmu menyalakan lampu?" Tanyanya dengan kasar.

Tak ada jawaban, Neil meringis lagi karena dipukul oleh orang itu.

"Jika kau menyalakan lampu lagi, lihat saja nanti!!" Suaranya terdengar keseluruh penjuru ruangan. Seketika itu ruangan menjadi gelap gulita dan orang itu meninggalkan Neil yang mulai menangis. Gerd keluar dari bawah tempat tidur. Dan berusaha menenangkan teman barunya itu.

---

Disisi angkasa lain, tepatnya disebuah Planet yang bernama Centrales. Seorang anak laki-laki yang baru saja kehilangan ayah dan adiknya sedang menuntun ibunya masuk kerumah. Tentu itu adalah Rill dan Sang Ibu. Ibunya sudah lelah menangis, matanya sembab dan penampilannya begitu acak-acakan. Dia baru saja meraung-raung dihalaman rumahnya. Hatinya sangat terluka karena kepergian suaminya dan anak kesayangannya yang telah dibawa ke Gestries.

Rill menenangkan ibunya, sesungguhnya hatinya juga terluka. Tetapi dia berusaha tegar, dia tak ingin menangis terus-terusan karena dengan menangis tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula. 'Suatu saat nanti aku akan membawa Gerd kembali untuk bersama ibu dan aku' Rill berjanji dalam hatinya. Rill tak akan kuat jika cahayanya redup untuk selamanya, dia akan melakukan apasaja untuk sang ibu, agar cahaya itu kembali cerah. Ibu adalah mentari bagi Rill, dia tidak ingin ibunya sedih apalagi menangis.
Rill berjalan kearah dapur, mengambil minum untuk ibunya.

"Ibu, ayo minum dulu" pinta Rill. Ibunya meneguk air didalam gelas itu.
Mereka terdiam beberapa saat, lalu Rill meletakkan gelas dan kembali menenangkan ibunya. Dia menatap ibunya sedih, dan langsung memeluk sang ibu. Air matanya pun jatuh tanpa izin membasahi baju sang ibu.

"Sudahlah nak, kamu jangan menangis. Ibu tak apa"

"Aku akan sedih jika ibu sedih"
Dia menatap anaknya nanar, lalu memeluknya lagi.

"Ibu berjanji akan selalu menjagamu"

"Aku juga berjanji akan membawa Gerd kembali, bu"

Air mata sang ibupun jatuh bercucuran, dan kembali menatap Rill.
" jika kau dewasa nanti" ibunya tersenyum begitu juga dengan Rill.

Updatenya dua kali seminggu ya, hari kamis dan hari minggu.

Silakan vote dan comment :)

The VasteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang