Guryong, Korea Selatan.
"Berapa banyak yang bisa kami dapatkan?"
"Tidak banyak, bagiku. Tapi jika bagi kalian, jumlahnya bisa menjamin kehidupan selama satu tahun ke depan."
Sejun menyeringai melihat pasangan suami-istri itu berdiskusi. Sang suami sepakat, namun istrinya melakukan pemberontakan kecil. Sesekali membenarkan posisi rambut kusutnya ke belakang telinga. Coba negosiasi dulu, siapa tahu kita bisa mendapatkan uang dengan jumlah yang lebih besar, katanya. Berbisik. Terdengar samar oleh Sejun.
"Kalau tidak setuju dengan jumlah uang yang aku tawarkan, kita batalkan saja. Aku masih memiliki cadangan lain," kata Sejun, menyahuti. Seakan dapat mendengar jelas tentang apa yang pasangan kumuh itu perdebatkan. Menoleh ke kanan. Memandangi seorang anak perempuan berumur tiga tahun yang tertidur lelap di salah satu sisi gubuk tak layak disebut rumah. "Lagipula anak kalian tidak cantik. Dihargai mahal hanya karena aku ingin membantu. Kalau harus dibayar dengan harga yang lebih tinggi lagi, lebih baik aku cari anak lain saja. Ada banyak yang jauh lebih cantik."
Setelahnya, Sejun berdiri. Merenggangkan otot kaki. Memutar pandangan ke sekelilingnya. Gubuk itu telah diberi tambal kayu dan besi di sana-sini. Atap bertambal plastik, juga bau sampah seperti parfum yang memang sengaja disemprotkan. Seorang anak perempuan yang tengah tertidur nyenyak di sana adalah satu-satunya benda yang masih memiliki harga.
"Baiklah, kami setuju," kata sang suami, memegangi tangan kanan Sejun. Mencegah kepergian. Sedikit termundur karena Sejun enggan dipegang. "Silakan bawa anak kami. Tapi perlakukan dia dengan baik, kami mohon."
Gadis itu terbangun lima belas menit kemudian, di dalam sebuah mobil mewah dengan warna putih dan hitam yang mendominasi. Ia melompat ketakutan. Orang asing duduk di sampingnya dengan kacamata hitam menunjukkan kegarangan. Sempat terkekeh sebentar melihat reaksi anak itu, lalu membuang muka. Menikmati perjalanan. Setelah pusing memandangi desa kumuh penuh sampah, akhirnya ia bisa melihat bangunan-bangunan megah. Menjulang menusuk langit.
"Paman siapa?" tanya gadis itu dengan hati-hati. Tubuhnya menempeli pintu mobil penuh ketakutan khas seorang anak kecil.
Sejun enggan menjawab. Mobil itu terus melesat hingga meninggalkan perkotaan. Memasuki sebuah kapal, lalu turun di dermaga. Masuk ke dalam hutan. Gadis kecil tadi semakin takut dibuatnya. Sejun tidak memiliki niatan untuk menenangkan anak itu hingga tiba di rumahnya. "Turunlah. Mulai sekarang panggil aku Tuan."
Sejun memerintah beberapa orang bawahannya untuk memandikan anak itu. Setidaknya, ia harus berpenampilan layak sebelum masuk ke dalam kehidupan baru. Dengan nyaman Sejun menunggu di ruang tengah. Sofa empuk, pelayan cantik, juga hidangan nikmat siap disantap. Dengan nyaman Sejun meneguk berbotol-botol alkohol. Dihabiskan hanya dalam kurun waktu beberapa puluh menit. Anak yang baru saja ia beli mendatangi. Dipaganginya pundak anak itu. Menyeringai puas.
"Siapa namamu?" tanya Sejun. Lembut namun mencekam.
Berkat rasa takut, gadis itu enggan menjawab. Mata bulat dengan ujung yang runcing itu sudah berwarna merah. Jelas baru selesai menangis.
Sejun mendongak. "Dia berontak?"
Pelayan Sejun mengangguk. Membenarkan. "Dia sempat hendak kabur saat dimandikan. Jadi aku memukulnya. Dia menangis, memanggil Ibu dan Ayah."
Sejun tertawa nyaring. Kembali ke anak itu. "Percuma saja kamu memanggil mereka. Mereka tidak akan pernah datang."
Mengangguk, pelayan itu dengan sigap melaksanakan perintah. Dibawanya anak itu ke dalam salah satu kamar. Dikunci dari luar. Teriakan bergema setelahnya. Melakukan pemberontakan lagi. Menangis kencang lagi. Memanggil kedua orangtuanya lagi.
"Ekor dan telinga sintetis akan datang tiga hari lagi. Dr. Yuhwan akan datang lima hari lagi. Jadi waktu kamu menyiapkan anak itu hanya lima hari. Pastikan catatan dokumennya sudah lengkap sebelum operasi dilakukan. Dia akan menjadi primadona dalam 20 tahun ke depan. Kita akan untung besar. Ini adalah investasi jangka panjang. Wajahnya cantik. Mata dan bibirnya tidak lagi perlu dipermak. Fokuskan bagian ekor dan telinga. Paham?"
Tanpa harus mendengar jawaban, Sejun melangkah pergi. Menepuk pundak bawahannya itu sekilas. Menyerahkan misi besar kali ini dengan tenang. Karena ia yakin, gadis kecil kali ini adalah investasi yang tidak akan merugikan seperti dua gadis sebelumnya. Tak perlu banyak melakukan perubahan.
Meow!
22.09.2019
tirameashu
KAMU SEDANG MEMBACA
Meow! (✓)
Fanfiction[SEOKSOO GS Fanfiction] Operasi pertama, ekor. Operasi kedua, telinga. Setelah seluruh tahapan operasi dilakukan, apakah Jisoo bisa hidup normal?