14. Tawa Jisoo

1.9K 341 43
                                    

Pintu dibuka. Jisoo enggan melangkah keluar dalam beberapa saat. Matanya fokus ke depan. Menilik. Mencondongkan badan. Kepalanya menyembul keluar dari pintu. Setelah dirasa aman, kaki kanannya keluar terlebih dulu. Kaki kiri menyusul setelah yakin bahwa tidak ada orang lain, selain Lee Seokmin.

Kepala Jisoo memutar perlahan. Depan, kiri, depan lagi, kanan. Berhenti di salah satu dinding kaca. Menampilkan halaman samping rumah Seokmin. Pohon rindang dan rumput hias tumbuh dengan subur. Kaki telanjang Jisoo melangkah cepat mendatanginya. Sudah seperti cicak yang menempel di dinding.

"Jika kamu bicara, kita akan keluar dari rumah ini. Bermain di halaman depan. Bagaimana?"

Jisoo melihat ke arah Seokmin. Hanya sebentar. Setelahnya, gadis itu kembali memperhatikan pohon-pohon yang ada di luar. Bergoyang mengikuti arah angin bertiup. Tangan Jisoo terus terangkat. Menyentuh pohon itu melalui kaca.

"Hong Jisoo," panggil Seokmin lagi. Ia tersenyum begitu Jisoo menoleh. "Yakin tidak ingin bicara dan bermain di luar?"

Jisoo tidak menyahut. Malah pergi meninggalkan Seokmin dari sana. Rumah yang tergolong besar untuk ditinggali seorang diri itu membuat Jisoo kewalahan menyusurinya. Berhenti setiap kali menemukan jendela. Seokmin amat senang melihat perkembangan pesat yang Jisoo tunjukkan. Dicatat semua perkembangan itu dalam buku catatannya. Memanggil rekan sejawatnya, Kim Mingyu. Siap minta bantuan untuk mengajukkan jadwal operasi kedua. Selain itu, ia juga menghubungi Hansol. Menanyakan banyak hal mengenai perkembangan kasus Park Sejun.

"Sejun didakwa hukuman penjara seumur hidup," ujar Hansol, tanpa basa-basi. Menghirup aroma pekat kopi hitam yang baru saja Seokmin hidangkan di atas meja. Terkekeh pelan, "padahal aku mengajukan hukuman mati. Karena semua operasi, suntikan dan tempat tinggal Jisoo selama hampir dua puluh tahun itu tidak bisa dikatakan manusiawi. Jauh. Sangat jauh. Aku yakin kamu pun setuju, kan?"

Seokmin mengangguk tanpa ragu. Karena selama ini ia sendiri yang merawat Jisoo, tentu ia pun mendapati banyak hal yang sama sekali tidak bisa dikatakan manusiawi. Larangan bicara sedikit pun, contohnya. Membuat Jisoo seolah bisu. Kehabisan kosa kata. Sekarang gadis itu harus menabung kosa kata dari awal. Seperti bocah kecil yang baru mulai belajar bicara. Sungguh malang. Seokmin tidak sanggup membayangkan. Namun nyatanya korban itu telah hidup bersama Seokmin.

"Sudah sejauh mana perkembangan Jisoo?" tanya Hansol.

Seokmin terdiam mengingatnya. Jika diurut satu per satu, daftar perkembangan Jisoo pasti menghasilkan beberapa lembar halaman buku. Mengulum senyum setelahnya. Ingat. Perkembangan Jisoo tadi pagi. Mandi sendiri, hingga hampir menghancurkan kamar tamu di rumah Seokmin. Pada awalnya Seokmin memang marah. Bahkan berteriak karena begitu membuka mata malah mendapati kamar Jisoo sudah hancur tidak berbentuk. Air dan busa sabun di sana-sini.

Keinginan Seokmin untuk memarahi pupus begitu melihat lutut Jisoo yang memar akibat terpleset. Pemuda Lee itu menyerah. Meredam amarah dengan melempar senyum. Menggendong Jisoo masuk ke kamar mandi. Menyalakan shower. Membiarkan Jisoo bermain di sana, sementara ia membersihkan kamar.

Teringat dengan keberadaan CCTV di kamar Jisoo yang tersambung ke kamarnya, Seokmin segera memeriksa hasil rekaman begitu selesai menyantap sarapan bersama gadis itu. Tertawa-tawa melihatnya. Jisoo benar-benar bertingkah seperti bocah berumur tiga tahun. Berlari membawa botol sabun. Meniup-niup gelembung. Membuat Seokmin mengucap syukur. Jisoo sungguh tumbuh dengan baik semenjak tinggal bersamanya.

"Baru beberapa jam lalu dia mengelilingi rumah ini. Sekarang sudah tidur. Kelelahan menelusuri semua ruangan," kata Seokmin sambil tertawa mengingat kejadian sebelumnya. "Sampai masuk ke toilet yang ada di kamarku. Menghabiskan tisu yang ada di sana."

Meow! (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang