Seokmin pernah seambisi ini sebelumnya. Beberapa tahun lalu. Saat ia masih berada di bangku SMA. Fakultas kedokteran, Universitas Hanin. Salah satu Universitas terbaik di Korea. Untuk itu, perpustakaan tidak pernah lupa ia kunjungi. Setiap hari, termasuk hari libur. Perpustakaan sekolah dan kota. Menjadi rumah ketiga, setelah asrama dan ruang kelas. Memastikan bahwa kerja keras orangtuanya untuk menyekolahkannya di ibu kota tidak akan berakhir sia-sia.
Di saat ambisinya kuat itu, untuk pertama kalinya Jeonghan mendatangi. Seokmin masih berada di kelas dua, Jeonghan di tingkat akhir. Perpustakaan sekolah adalah tempat mereka berkenalan. Meski berbeda jalur, Jeonghan terus menemani hingga lulus. Menemani lagi di saat kuliah. Memang tidak akrab. Tapi berkat itu, Jeonghan terlatih diabaikan. Tidak heran jika gadis itu mampu bertahan hingga detik-detik mereka berpisah.
Seokmin tidak menyangka ambisi kali ini sama. Keinginannya menggebu hingga merasuk ke tulang. Tidak akan ia biarkan siapa pun menghancurkan ambisinya. Kehilangan kekasih, juga tidak masalah. Toh, sejak awal Seokmin sendiri pun sadar bahwa kisah ini telah menyiksa salah satu pihak. Dan kini, diam-diam Seokmin mengucap syukur. Kehadiran Jisoo membuatnya berani mengambil langkah terhadap hubungan yang salah.
Setelah ambisi pertama telah berhasil ia dapatkan, sekarang waktunya untuk Seokmin mengejar ambisi kedua. Selamatkan Jisoo, bagaimanapun caranya.
Seokmin mencoret tanggal dua puluh. Tanggal keempat yang ia coret, menjelang minggu depan. Tiga hari ke depan ia harus bisa membawa Jisoo ke Rumah Sakit tanpa melakukan pembiusan. Kepala Seokmin pening. Jangankan membawa keluar. Melihat keberadaan Seokmin saja gadis itu sudah seperti melihat setan. Tubuhnya bergetar, tidak mau didatangi. Apalagi disentuh. Memakan makanannya hanya jika Seokmin sudah meninggalkannya seorang diri di dalam kamar. Tidak mau keluar kamar lagi, kecuali jika Seokmin sudah pergi dan mengunci pintu dari luar.
Karena tidak tahu kalimat apa atau apa yang dilakukan Jeonghan saat mendatangi Jisoo kemarin, Seokmin tidak bisa memprediksi akan seberapa besar dampaknya. Yang ia tahu, Jeonghan bukanlah gadis kejam. Hanya metode peringatannya yang salah. Hingga membuat Jisoo yang sejak awal sudah trauma, semakin ketakutan. Seokmin harus mencari cara agar Jisoo kembali seperti semula. Mengajak bicara dan membujuk tidaklah cukup. Cara tersebut sudah ia lakukan seharian kemarin. Hasilnya nihil. Tidak mengurangi rasa takut Jisoo sama sekali.
"Bagaimana kalau aku yang membujuk?" Hansol akhirnya bersuara. Kedatangannya nampak sama sekali tidak dianggap oleh Seokmin. Kesal sendiri, namun juga kasihan. Hansol tahu bahwa beban yang dipegang oleh seorang dokter tidaklah main-main. Nyawa seseorang. "Terakhir kali aku bertemu dengan Jisoo, dia baik-baik saja. Kurasa sekarang pun tidak akan ada masalah. Sepertinya dia hanya takut padamu karena diancam oleh Jeonghan."
Ya, memang tidak ada salahnya untuk dicoba. Segala cara harus ia lakukan demi kesembuhan Jisoo. Tidak ada yang tidak mungkin, meski kemungkinannya sangatlah kecil.
Seokmin mengangguk. Beranjak dari kursinya tanpa banyak berkata-kata. Ia sudah terlalu lelah berpikir. Membuka pintu kamar Jisoo selebar mungkin. Mempersilakan Hansol masuk. Harap-harap cemas ia memperhatikan dari kejauhan. Tidak bisa ditampik. Meski kemungkinannya sangat kecil, ia selalu menaruh harapan besar.
Secara fisik, Hansol memang terlihat sedikit lebih menakutkan jika dibandingkan dengan Seokmin. Syukurnya pemuda itu pandai berkata-kata. Pandai pula bercanda. Suara tawanya yang khas secara tidak langsung akan memudarkan image polisi yang menyeramkan. Sebaliknya, image dokter yang ramah pun akan memudar jika kalian bertemu dengan Seokmin setelah melepas jas putih kebanggannya. Kata ramah hanya berlaku kepada pasiennya. Terkadang Seokmin jadi berpikir. Apakah pekerjaan mereka berdua tertukar?
"Hei," Hansol menyapa. Menepuk pundak Jisoo pelan.
Jisoo terperanjat. Ingin kabur namun tidak jadi. Mengira yang datang adalah dokternya. Cuek saja setelah sadar siapa yang ada di sana. Berpaling. Kembali memperhatikan suasana di luar rumah melalui jendela. Langit cerah. Pohon bergoyang ke kiri dan ke kanan. Melalui tingkah laku, Hansol yakin sebenarnya Jisoo sangat ingin keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meow! (✓)
Fanfiction[SEOKSOO GS Fanfiction] Operasi pertama, ekor. Operasi kedua, telinga. Setelah seluruh tahapan operasi dilakukan, apakah Jisoo bisa hidup normal?