Sore itu hujan turun dengan semangatnya. Menyapu debu-debu di jalan yang kian menebal. Orang-orang berlari-larian mencari tempat untuk berteduh. Para pengendarapun tak mau kalah, mereka juga ikut berteduh. Namun ada saja yang nekat menerobos derasnya hujan kala itu.
Aku pun tak kalah dengan mereka. Duduk di sebuah halte pinggir jalan sambil memandangi setiap tetesan air yang jatuh dan menggenang, mengalir mengikuti permukaan. Menunggu suatu kepastian yang akan terjadi setelah hujan pergi meninggalkan kami semua. Aku hanya mendekap erat tas dan sesekali melihat jam di handphone ku. Aku sudah merasa kedinginan.
Hujan terus berlanjut dan semakin deras, kilat dan guntur pun saling beriringan. Kami semua merasa sangat takut. Seorang anak kecil berteriak dengan histeris sambil menangis karena takut sambil mendekap erat ke pelukan ibunya. Aku hanya tersenyum kecil melihat mereka, walaupun aku juga merasa takut. Sedari tadi handphone ku terus bergetar. Ku rasa ada beberapa pesan dan telpon yang masuk. Aku tidak berani untuk melihatnya. Kemarin aku mendengar cerita dari ibu, bahwasanya tetangga kami meninggal karena tersambar ketika sedang asyik bermain handphone. Oleh sebab itu aku jadi merasa takut.
Kini hujan sedikit reda, aku bangkit dari kursi dan mengambil payung yang selalu ku bawa di dalam tas, lalu bergegas untuk melanjutkan perjalanan pulang ke rumah sebelum hujan kembali deras. Kali ini jalanan sedikit sepi, mungkin hanya ada beberapa orang dalam selang waktu yang cukup lama yang melintasi jalanan. Para pedagang yang biasa mangkal di sekitaran jalan pun tak nampak. Aku pun mempercepat langkah karena hari mulai gelap dan aku merasa takut. Tinggal beberapa langkah aku akan tiba di rumah. Aku sedikit lega setalah melewati masa-masa yang menegangkan selama di jalan.
Setibanya di rumah, aku bergegas untuk membersihkan badan dan mengganti pakaian yang basah terciprat air hujan. Perutku sudah tidak bisa diajak untuk berkompromi sejak menunggu di halte sore tadi. Ku lihat di meja makan ada beberapa hidangan yang sengaja ibu siapkan untukku. setelah selesai aku mencuci piring dan kembali ke kamar untuk beristirahat.
Setibanya di kamar aku berbaring di atas ranjang. Meratapi langit-langit yang kosong. Entah kenapa badan ku terasa lelah sekali hari ini. Aku tidak mengingat perihal handphone dan tidak melihat apakah buku ku yang ada di dalam tas basah atau tidak. Aku benar-benar lupa soal itu. aku masih terdiam dengan tatapan kosong ke langit-langit kamar. Hingga akhirnya aku pun tertidur dengan lelap.
***
‘’kamu kemana saja, dari kemarin sms tidak di balas telpon pun tidak diangkat !’’
‘’aku memang tidak membuka hp sejak sore kemarin hujan begitu deras. Aku takut tersambar petir.’’
‘’setidaknya beri aku kabar, agar aku tidak khawatir’’
‘’maaf, kemarin aku benar-benar lelah. Jadi aku tidak sempat mengabari mu’’
‘’iya’’
‘’jangan marah, aku benar-benar minta maaf !’’
‘’aku sangat mengkhawatirkan mu, sampai aku tidak bisa tidur dengan nyanyak semalam’’
‘’a..a..aku’’
‘’sudahlah tidak apa-apa. Aku sudah memaafkan mu. Yang penting kamu baik-baik saja’’
Entah mengapa aku merasa begitu tidak bersemangat hari ini. Ku pikir pertemuan dengannya kali ini akan menyenangkan, namun semua sirnah begitu saja. Kami berdua hanya saling diam tanpa sepatah kata apapun yang tercurah setelah perdebatan tadi. Ooh tuhan, aku lelah. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi sekarang. Aku hanya ingin pulang, merebahkan diri diatas ranjang sambil memejamkan kedua mata.
Mengapa dia menjadi bayang-bayang hitam bagiku. Orang yang selama ini begitu ku sayangi, kini berubah menjadi tak dapat ku pahami. Apakah yang ku lakukan itu salah? Kenapa??? Aku harus apa??? Aku lelah...
![](https://img.wattpad.com/cover/158727283-288-k314431.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama Hujan (COMPLETED)
Короткий рассказHujan kala itu membawamu kembali padaku. Menelusuri setapak demi setapak jalanan yang berliku. Saling bercerita perihal apapun mengenai rindu. Bagaimana mereka dapat merajut kepercayaan yang dulu sempat runtuh. Mewarnai hari-hari yang sempat kelabu...