Masih terlalu pagi untuknya bangun dari tempa tidur, tapi tugas tetaplah tugas. Rama bangun dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi untuk bersiap menuju sekolahnya, sebelum sang ibu kembali membangunkannya menggunakan panci beserta sodet yang dipukul dengan keras tepat disamping telinganya.
“Wah, tumben kamu Ram, sudah bangun, biasanya....mama yang bangunin pake panci sama sodet, ini sudah enggak.’’ Ucap ibunya tiba-tiba.
“Mama apaan sih mah, anak bangun pagi bukannya bersyukur, ini malah diledekin”
“Hahaha, Rama..Rama.. yasudah mandi sana. Masih jam lima lewat, mama mau masakin kamu ayam goreng nih, pakai sambal ijo, kesukaan kamu.” Ucap ibunya sebelum Rama meninggalkan dapur.
Senin pagi menjadi hari biasanya bagi setiap sekolah untuk melaksanakan upacara bendera, termasuk sekolah Rama yang kini sedang melaksanakan upacara di lapangan sekolah. Rama merupakan siswa kelas X IPA 3. Dia salah satu murid yang pendiam di kelas, mungkin saat di kelas bisa di hitung berapa kali dia berbicara. Inilah yang menjadi daya tarik tersendiri untuknya.
“Gue lagi males ngomong, ka. Mending lo diem aja!”
“Hah? Males ngomong? Bukannya lo itu emang gak bisa ngomong yak?” canda salah satu temennya, Raka.
“Udah, diem aja lo!”
“Hehehe, ampun bang!”
Bel jam pertama belajar berbunyi, yang berarti siswa dan siswi sudah harus memulai pelajaran. Dihari senin, kelas Rama dibuka dengan pelajaran bahasa Indonesia, pelajaran yang cukup sulit memang, tapi memang harus dilewati agar bisa nantinya.
“SASA!!!!! Ihhh, mana sih tuh anak, gak nongol-nongol dari tadi.” Dengan kesal Kayla balik ke tempat duduknya, sambil menunggu teman sebangkunya, Sasa.
“Kayla!?”
“Apaan sih ka?”
“Lo jangan teriak-teriak napa, gak tau apa gua lagi pusing ini. Bu Asma mau dateng ini, nanti kalau di omelin gimana?”
“Yaudah sih maaf, gue lagi nyari Sasa. Masa tasnya ada orangnya gak ada.”
Tiba-tiba Bu Asma datang dengan membawa setumpuk kertas tebal yang diyakini oleh siswa dan siswi X IPA 3 adalah hasil ulangan harian mereka kemarin. Mereka mulai berbisik-bisik mengenai kabar nilai ulangan mereka yang jelek, hingga terdengar ketelinga sang guru.
“Sudah-sudah kalian tidak perlu ribut, ibu akan membacakan hasil ulangan kalian.” Dengan menatap satu persatu murid, bu Asma mulai membacakan hasil ulangan bahasa Indonesia dengan acak tanpa urut sesuai absen.
“Kayla putri...”
“Asslamu’alaikum...” tak disangka ada suara seseorang mengucapkan salam berasal dari pintu, yang ternyata adalah Sasa.
“Bu, maaf saya baru datang. Tadi ke perpustakaan dulu bu, buat balikin buku pinjeman kemarin.”
Setelah salim, Sasa menuju tempat duduknya disamping Kayla.
“Sasa!! Ihh, panik sumpah, hasil ulangan gue mau dibacain...”
“Terus??”
“Ya, lo main masuk aja, jadinya kan ga dibacain”
“Bisa dilanjut?” tanya bu Asma tiba-tiba.
“Bisaaa!!!” jawab seluruh murid.
Bel jam istirahat berbunyi, inilah jam yang paling ditunggu-tunggu para siswa dan siswi.
“Baik, karena jam istirahat sudah berbunyi, dan jam pelajaran ibu sudah selesai, lima orang yang remedial bahasa Indonesia tadi, nanti silahkan ke ruangan ibu. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam..” jawab murid X IPA 3 dengan serempak.
“Huffft... gue remed lagi Sa. Gimana nih?”
“Udah sih Kay, remed doang kan? Gampang, belajar, isi jawaban. Selesai”
“SASA!!!!!, gue seriusss!!!!”
“Iya gue juga serius, Kay!”
Perdebatan kecil terus terjadi diantara mereka, mulai dari Kayla yang bingung bagaimana mengisi remedial nanti, sampai Sasa yang terus memberi nasihat yang aneh-aneh.
“Eh,eh, daripada lo berdua berantem, kita ke kantin aja yuk!” ajak Salma.
“Boleh Sal, daripada gue debat sama Sasa, gak ada habisnya” ucap Kayla kesal.
***Disudut meja kantin tampak segerombolan anak laki-laki yang sedang mengobrol sambil menyantap makanan mereka masing-masing dengan santai. Memang mereka bukanlah tipe-tipe anak yang famous di sekolah, bukan juga anak yang berprestasi, dan juga bukan anak badboy yang sering muncul di sekolah menengah pada umumnya.
Mereka adalah Rama dan kawan-kawan, tidak terlalu menyenangkan memang untuk menjadi bahan pembicaraan anak perempuan di sekolah, tapi mereka selalu mempunyai cara untuk menghibur dirinya masing-masing. Tiba-tiba salah satu dari mereka nyeletuk pembahasan antara Rama dan Kayla.
“Lo masih mau nutup hati lo buat Kayla, Ram?” tanya Daffa.
“Iya Ram. Kasian juga gue ama Kayla, ngejar-ngejar lo mulu, tapi... lo nya gak ngebales perasaan dia. Cewek mah jangan digituin” balas Aga.
Tampak sekali Rama tidak menyukai topik yang dibahas oleh teman-temannya itu. dia sangat benci saat teman-temannya membahas perempuan itu, baginya perempuan itu sama saja, gila harta, ingin diperhatikan, dan manja. Menurutnya itu semua hanya membuang-buang waktu saja.
Sebenarnya mudah saja bagi Rama jika mau bermewah-mewahan, karena dia adalah salah satu anak dari pengusaha kaya yang ada di Jakarta. Namun dia tidak pernah menunjukkan kekayaannya pada siapapun. Dia selalu tampil sederhana, tidak pernah berbuat macam-macam, serta penurut. Kalau dikategorikan Rama itu termasuk cowok goodboy.
“Kayak gak tau Rama aja lo semua, hati dia kan selalu di gembok, nah kuncinya ilang, makanya susah dibuka”
“Raka, gue lagi gak mau ribut sama lo disini”
“Ya lagian yang ngajak ribut sama lo siapa, Ram? Gak ada kok”
Mungkin Rama sudah terlalu lelah untuk menghadapi teman-temannya yang selalu menjodohkannya dengan Kayla, lebih baik dia pergi dari sini sebelum pembicaraannya jauh entah kemana.
***
Seusai remedial, Kayla kembali diacuhkan Rama seperti biasanya. Sebenarnya dia sudah lama menyukai salah satu temannya dikelas, yaitu Rama. Tapi entah kenapa Rama selalu mengacuhkan dirinya semenjak Rama tahu bahwa dia menyukainnya.
Saat remedial tadi, Rama, Najmi, Nabila, dan Rahman memang bekerjasama, namun hanya Kayla lah yang tidak diajak. Sebab, Rama tidak mau kalau jawaban miliknya dilihat oleh Kayla. Rama juga menghasut tiga orang lainnya untuk tidak memberikan jawaban pada Kayla.
Sehingga Kayla harus menyelesaikan remedialnya seorang diri, dengan berusaha semampunya. Akan tetapi, hal tersebut secara tidak langsung memang menyakiti hatinya. Karena Rama benar-benar menggangap dirinya tidak ada.
***
Di rumah Sasa, Kayla lagi-lagi meneteskan air matanya hanya karena satu laki-laki. Cintanya kembali bertepuk sebelah tangan, tak bisa lagi dia bendung air pelupuk matanya yang sedari tadi sudah menggenang, harapannya kini telah sirnah. Khayalan manis yang selalu dia bayangkan kini tinggal angin lalu. Mungkin dia terlalu berharap lebih kepada Rama, hingga sesakit ini rasanya.
“Gue kira dia beda, Sa. Sikap diemnya, gak pernah ngebuat ulah, jarang komunikasi sama cewek. Gue pikir dia bisa jadi cowok yang setia dan ternyataa........ sama aja!”
“Udah Kay, udah. Lu gausah mikirin Rama lagi, lu mikirin dia, apa dia mikirin lu? Enggak kan, mendingan lu sekarang tenangin diri aja dulu.”
***
Tok...tok...tok...
Suara pintu di ketuk membuat keduanya terdiam, Kayla memandang Sasa dengan pandangan bertanya, sedangkan Sasa hanya membalasanya dengan senyuman.
“Assalamu’alaikum.. Sasa....”
“Wa’alaikumsalam...”
“Lu berdua cepet banget datengnya, perasaan gua baru chat tadi deh.”
“Hehehe, kita berdua kebetulan emang mau ke rumah lo, pas lo chat tadi, kita udah sampe di gang” jawab Raya.
“Nih, kita bawa makanan, kita makan rame-rame yuk!” ajak Salma.
“Yaudah yuk masuk aja”
Setelah masuk ke kamar Sasa, Salma dan Raya dikejutkan dengan Kayla yang terlihat sembab.
“Kay? Lo kenapa?” buru-buru Salma menghampiri Kayla yang sedang menghapus sisa air di matanya. Terlihat sekali gurat khawatir diwajah Salma yang ditunjukan pada Kayla.
“Eh? Gue, engga, gue ga kenapa napa ko, ini kelilipan tadi, hehehe.”
“Lo gausah boong Kay, keliatan banget lo abis nangis, emang kenapa sih? Kalau ada masalah cerita aja Kay, kita kan temen.” Balas Raya
“Iya, Kay. Cerita aja sama kita.”
Setelah dipaksa beberapa kali oleh Salma, Raya dan Sasa untuk bercerita. Kayla menceritakan semuanya, mulai dari ia jatuh hati pada sosok Rama, ia yang selalu diacuhkan Rama, ia yang sakit hati saat melihat Rama tertawa karena peremuan lain, dan cintanya yang selalu bertepuk sebelah tangan.
***
Hujan terus jatuh membasahi hari selasa. Tidak ada yang spesial pagi ini, hari ini dan detik ini. Gadis itu menatap jendela keluar kelasnya dengan tatapan nanar, ia kembali teringat perkataan sosok ‘itu’ saat menemuinya beberapa menit yang lalu di perpustakaan.
“Lo bisa gak sih, gak ngikutin gue terus?, capek gue, lo ikutin terus!”
Lebih capek hati gue Ram, yang terus lo sakitin. Hatinya membatin, saat laki-laki itu membentaknya dengan keras.
“Lo aja yang kepedean, gue aja Cuma mau ngambil buku biologi.”
“Gue gak peduli! Mulai sekarang inget kata-kata gue, jangan pernah nunjukin ke orang-orang kalau lo emang suka sama gue!.”
Laki-laki itu mengambil napas dalam, matanya seolah-olah memberi tahu bahwa sekarang ia benar-benar murka. Tangannya mengepal kuat, dan dia, gadis itu, tampak sekali ketakutan. Sekali lagi gadis itu harus kembali tersakiti, saat lelaki didepannya mengatakan.
“Gue benci sama lo, Kay!”
***
“Kayla!”
“Astaghfirullah... Raya? Ihh, jangan ngagetin dong.”
Kayla marah saat temennya Raya mengagetkannya dari belakang, sebenarnya Raya hanya ingin bercanda dengan Kayla, karena saat ia masuk kelas tadi, ia mlihat Kayla bengong di mejanya. Jadi ia berniat untuk mengerjai Kayla.
“Iya..iya.. maaf, oia gua kesini karena lo dipanggil sama pak Muhammad, Kay. Katanya temuin di perpustakaan.”
“Perpustakaan? Mau ngapain?.’’
“Gatau, tapi lo disuruh kesana katanya penting, yaudah ya Kay, gue ke laboratorium dulu, bye.”
Awalnya Kayla ragu untuk kesana, karena ia khawatir kalau Rama masih ada di perpustakaan, tapi dia harus tetap kesan karena ini adalah panggilan dari gurunya.
***
Kaki mungilnya melangkah dengan lamban, matanya fokus pada objek dibawahnya, ia terus memikirkan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi di perpustakaan nanti.
Tanpa bermaksud sengaja, ia menabrak seseorang di depannya yang dirasa ia adalah anak laki-laki, karena dari suaranya ia sudah bisa menebak.
“Aduhhh!!!!!!!!!!!!.”
“Awww.”
Jatuh bersamaan kedua siswa dan siswi itu saling tatap, sang perempuan menatap laki-laki di depannya dengan takut, sedangkan lelakinya berbalik menatapnya dengan takjub.
“Emm, ma-maaf kak,saya ga bermaksud...”
“Iya, saya tau, tapi ....kamu gapapa?”
Laki-laki itu mengkhawatirkannya, mengkhawatirkan dirinya, ia mendongakan kepalanya ke atas, agar bisa melihat sang pemilik suara, matanya berkali-kali berkedip untuk memastikan bahwa ia tidak salah liat dan salah dengar.
“Sa-saya Kak?”
“Iya, kamu.”
“Saya gapapa kak, yaudah sa-saya pergi dulu kak, permisi.”
Laki-laki itu tersenyum manis sekali. Rasanya ia sadar bahwa ia belum pernah sebagahagia ini saat berhadapan dengan peremupuan, sudah lama ia mengicar gadis itu, gadis yang notabenenya adalah adik kelasnya.
Kayla, kamu manis. Mulutnya bergumam pelan
***
“Ram, lo mau pulang bareng gue gak?”
“Hmm, kayaknya gausah deh kak, gue jalan aja”
“Ohh, yaudah, gue duluan kalau gitu, bye”
Setelah ditinggal Raka duluan, Rama kemudian jalan kearah pintu yang tanpa ia duga ada Kayla yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Sempat saling tatap, tapi kemudian disudahi karena Kayla buru-buru pergi dari tempatnya.
***
Malam yang sunyi kembali menemaninya di kamar, tanpa ada rasa lain selain sepi. Zidan terdiam dikamarnya sambil menatap foto gadis yang tadi pagi ia tabrak, segurat senyum hadir dimulutnya, terus memandangi foto itu tanpa henti, ia sadar, sudah berbulan-bulan ia memendam rasa pada Kayla, tapi belum juga ia mengungkapkan isi hatinya.
Sejak Kayla masuk disekolahnya, Zidan menyukainya, senyum gadis itu, cara bagaimana kedua mata gadis itu menatap, dan saat gadis itu tertawa dengan lepas, Zidan menyukainya.
Hati hitam Zidan seolah kembali bewarna setelah datangnya gadis itu, entah apa yang membuatnya bingung, ia selalu takut bila gadis itu lebih memilih laki-laki lain dibanding dirinya.
Baru bertemu sekali, tidak mungkin ia langsung mengajak gadis itu menjalin hubungan dengannya, ia terus memikirkan bagaimana cara agar gadis itu bisa menjadi miliknya.
“Gue bisa, gue pasti bisa!”
***
3 bulan kemudian
Tiga bulan sudah cukup untuk Zidan dekat dengan Kayla, tidak bisa lagi ia bendung perasaannya, ia sudah yakin dengan pilihannya. Besok ia akan menyatakan perasaannya pada Kayla sesegera mungkin.
“Ngomong-ngomong, kakak udah tidur?”
“Hahaha, kamu ada-ada aja, kan saya masih telponan sama kamu, ya... berarti saya belum tidur, Kayla.”
“Eh, i-iya juga ya, aduh kok nanyanya gitu.”
“Emangnya siapa yang nanya.”
“Eh, kayaknya mamah aku manggil kak, katanya tidur udah malem, yaudah kakak tidur juga ya. Selamat malam” sebelum ia mengucapkan selamat malam kembali, gadis pujaannya sudah menutup sambungan telepoon duluan.
Zidan tersenyum, Kayla memang unik, selalu mengalihkan pmbicaraan bila merasa malu, ini yang membuatnya semakin bertambah gemas pada gadis itu.
***
“Aduh, yang kemaren pulang sekolahnya dijemput siapa ya???” sebuah suara jail muncul dari mulut kecil Salma pagi ini.
“Iya ya, siapa coba, udah gitu jalan berdua, ke bioskop kek orang pacaran gitu.” Sambar Raya.
“Aduh, siapa siiiii” Salma kembali mengeluarkan suara menyebalkannya.
Sementara yang disindir hanya bisa merona malu karena ketahuan. Siapa lagi kalau bukan teman mereka Kayla dan sang pentolan sekolah, Zidan. Memang kabarnya, sejak 3 bulan yang lalu Zidan ketahuan teman-temannya membonceng anak perempuan, yang ternyata adalah Kayla, dan seluruh sekolahpun menjadi heboh.
Ketenaran Zidan tidak perlu diragukan lagi, wajah tampannya, kecerdasannya dan bakatnya memang menjadi hal yang menakjubkan dari dirinya. Banyak kaum hawa di sekolah yang mengincar Zidan, bahkan terang-terangan menyatakan cintanya pada Zidan, namun dia menolaknya dengan halus karena tidak mau sampai mereka sakit hati.
“Iya, terimakasih karena mencintai saya. Saya menghargainya.. semoga kamu bahagia.”
satu hal yang paling membuat kaum hawa kagum adalah kesopanannya. Zidan sangat terkenal dengan sifatnya yang selalu menghargai perempuan dan berbudi baik.
Baginya Kayla merupakan lilin kecil yang mampu menyinari ruang kecil dihatinya yang padam. Setelah kepergian orangtuanya tiga tahun yang lalu, Zidan menjadi anak yang tertutup, tapi setelah hadirnya Kayla, hati itu seolah kembali terbuka lebar dan tidak akan membiarkannya kunci hatinya itu pergi begitu saja.
“Ih, apaan sih lo berdua gajelas banget.” Ucap Kayla malu.
“Heleh, ngaku aja Kay, lo seneng kan? Aduhhhhh, akhirnya temen gue gak murung lagi, setelah beberapa bulan ini disakitin :v.” Goda Salma.
“Iya, Sal. Sekarang kita tinggal nunggu traktiran ye gak?.” Balas Raya.
“Yaampun, Sasa mana sih, kok ga dateng-dateng, ini gue keburu jadi bahan ledekan mulu ama Raya dan Salma.”
“Hahahahahahaha” keduanya tertawa dengan keras.
***
Saat di kantin, Rama dan kawan-kawannya seperti biasa sedang berkumpul dimeja paling pojok sambil memesan beberapa makanan.
“Kayaknya... lagi ada yang patah hati nih.”
“Yaiyalah Aga, gak patah hati gimana, kan gak ada lagi yang merhatiin dia, gak ada lagi tuh yang ngejar-nge....”
“Lo bisa diem ga ka? Ngoceh mulu dari tadi kek burung beo. Kagak aus apa?”
“Udahlah Ram, gausah cemburu gitu, semua murid juga tau kali, kalau bang Zidan lagi deket sama....” aga sengaja tidak melanjutkan omongannya, karena dia ingin menggoda Rama.
“Ehh iya sama siapa ya?” goda Raka.
“Sama.... KAYLA!.” Jawab Daffa cepat.
“HAHAHAHAHAHAHA.............” Semuanya tertawa kecuali Rama yang hanya diam.
***
“Kalau kata gue, lo coba aja dulu jalin hubungan sama kak Zidan, dia kan baik, pinter, terus juga famous di sekolah”
“Iya Kay, gue juga setuju sama Salma” kata Sasa.
“Bener Kay, daripada nunggu yang gak pasti” ujar Raya.
“Ya... gimana ya. Kak Zidan emang baik pake banget malah, gue juga gaenak sama dia, tapi...”
“Mikirin Rama?.” Dengan kompak Salma, Raya dan Sasa menjawab.
Kayla menatap satu persatu teman-temannya, mereka ada benarnya. Selama ini Zidanlah yang selalu menemaninya dan menghiburnya dikala sedih.
Jadi untuk apa mencintai seseorang yang selalu mengabaikanmu? Sedangkan ada yang mencintaimu dalam dia.
Kayla sepertinya akan mencoba membuka hatinya yang dulu sering disakiti, untuk diisi oleh hati yang baru dan mungkin dapat membawanya pada kebahagiaan.
***
Kemarin Raya, Salma dan Sasa tiba-tiba dihungi oleh salah satu teman dekat Zidan, yaitu Bayu. Mereka diminta untuk berkumpul di kafe yang dekat rumah Salma untuk membahas suatu hal yang sangat rahasia kelihatannya.
25 menit kemudian mereka bertiga sudah datang di kafe tersebut, tapi Bayu juga belum juga datang.
“Ini jadi ga sih?”
“Sabar Sa, paling bentar lagi dateng. Gue coba telpon Bayu nih..”
Tidak lama kemudian Bayu datang bersama tiga temannya termasuk Zidan.
“Maaf ya udah buat kalian nunggu lama.” Ujar Bayu.
“Enggak ka, kalem.” Ujar Sasa.
“Sabar banget, sampe setengah jam gini yaampun. Untung gue ga jamuran-____-.” Ujar Salma.
“Maaf ya, kita telat karena kunci motor saya hilang, jadi tadi nyari dulu...” ujar Zidan mencoba menjelaskan agar tidak salah paham.
***
Setelah kemarin memprsiapkan segalanya untuk moment ini, Raya dan Salma bergegas pergi ke kelas Zidan dan teman-temannnya yaitu XII IPA 1 yang letaknya berada ditingkat tiga.
“Eh gimana? Sasa udah ajakin sasa ke taman kopi kan?” tanya Digo salah satu teman Zidan.
“Udah ka. Ada juga beberapa temen kelas aku yang ikut bantu-bantu disana” jawab Salma.
“Ok, yaudah yuk kita kesana...”
“Yuk!”
***
“Lo ga patah hati Ram, bakal nyaksiin mantan ‘gebetan’ lo di tembak?”
“Enggak lah, dia juga bukan siapa-siapa gue..”
“Sssttt.... semua standby, Kayla sama Sasa bentar lagi sampe” ujar salah seorang dari kelas XII IPA 1 yang memberi aba-aba.
***
“Kita mau kemana sih Sa? Tengah hari bolong lagi, lo mau buat gue kepanggang?” gerutu Kayla.
“Ikut aja sih, bawel banget”
Mereka terus berjalan, Sasa sedari tadi tidak bisa menyimpan wajah bahagia karena akan melihat temannya tidak bersedih lagi.
Setibanya di depan gerbang taman kopi, Kayla dikejutkan dengan pemandangan yang dia lihat, balon bewarna putih berbaris lurus seakan menyambut kehadirannya, rangkaian kata-kata romantis dipajang disetiap balon dan teman-teman sekelas maupun kaka kelasnya sedang bermain alat musik dan bernyanyi sebuah lagu dari Calum Scott- You Are The Reason.
Tanpa disadari, Sasa menghilang dari sisinya. Lalu Kayla berbalik badan dan pergi mencari Sasa tapi tidak ada. Lalu Kayla memutuskan untuk pergi meninggakan taman.
Ketika hampir sampai di gerbang, ada seseorang yang ikut bernyanyi denggan suara khasnya. Kayla berbalik dan melihat siapa yang bernyanyi. Zidan terus bernyanyi sambil membawa gitar dan menghampiri ke arah Kayla. Sasa, Raya, Salam dan teman yang lainnyapun ikut berkumpul.
“I’d climb evey mountain. And swim every ocean.
Just to be with you. And fix what i’ve broken.
Oh, cause i need you see. That you the reason...”
Setelah selesai bernyanyi, Zidan tepat berada di depan Kayla. Jantungnya berdegup dengan kencang. Perasaan bingung terus menyelimuti pikirannya.
“Kamu adalah salah satu alasan kenapa aku tersenyum dan teman-teman disini. Kamu gadis yang cantik, baik dan selalu saja bisa menghibur saya. And i can’t explain about you. Aku senang bisa mengenal dan dekat denganmu sampai sejauh ini.”
“Lalu?” jawab Kayla singkat.
“Terima!!! Terima!!! Terima!!!” seru teman-temannya.
Kayla hanya membalasnya dengan senyuman yang mengartikan iya. Semua orang saat itu merasakan kebahagiaan apa yang Kayla dan Zidan rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama Hujan (COMPLETED)
NouvellesHujan kala itu membawamu kembali padaku. Menelusuri setapak demi setapak jalanan yang berliku. Saling bercerita perihal apapun mengenai rindu. Bagaimana mereka dapat merajut kepercayaan yang dulu sempat runtuh. Mewarnai hari-hari yang sempat kelabu...