1 - Putera Mahkota (2)

712 13 0
                                    

***

Cuplikan akhir bagian 1...
Tiba-tiba Ken Arok menghentakkan kakinya.

"Mudah-mudahan aku tidak terjerumus ke dalam kesulitan karenanya" desisnya. Namun demikian terbayanglah selembar mendung yang akan mengambang di langit Tumapel.

"Apa boleh buat"

Sambil menundukkan kepalanya Ken Arok pun kemudian berjalan kembali ke tempat pengawalnya menunggu. Dicobanya untuk menghilangkan kesan dari apa yang telah terjadi. Tidak seorang pun yang boleh tahu, setidak-tidaknya untuk sementara waktu.

***

Demikianlah, maka Ken Arok pun kembali ke tengah-tengah pengawalnya tanpa memberikan jawaban apapun ketika pengawalnya bertanya tentang orang berkuda itu.

"Aku tidak menemukannya" jawabnya, "Mungkin kalau aku juga mempergunakan seekor kuda, aku dapat mengejarnya"

Pengawalnya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Namun masa berburu kali ini tidak begitu menarik lagi bagi Ken Arok. Ia sendiri tidak begitu gairah mengejar binatang-binatang buruannya. Bahkan belum lagi sepanjang waktu yang direncanakan Ken Arok sudah memerintahkan orang-orangnya untuk bersikap kembali ke padang Karautan.

Ken Arok sendiri tidak dapat mengerti, kenapa justru dalam keadaan yang demikian wajah Ken Dedes selalu terbayang di pelupuk matanya.

"Kita percepat masa berburu kali ini" katanya kepada pengawalnya.

Pengawalnya menjadi heran. Tetapi tidak seorang pun yang bertanya.

"Besok pagi-pagi kita tinggalkan tempat ini"

Para pengawalnya hanya saling berpandangan.

"Apa yang sudah kita dapat dari perburuan kita kali ini?"

"Dua helai kulit harimau. Satu helai loreng dan satu helai hitam. Sepasang tanduk menjangan branggah" jawab pengawalnya.

"Baru itu?"

"Hamba Tuanku"

Ken Arok mengerutkan keningnya.

"Badak bercula satu yang Tuanku inginkan masih belum kita dapatkan" berkata pengawalnya pula, kemudian, "dan bagaimana dengan kulit lembu liar yang kita panggang hari ini?"

Ken Arok mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya, "Baiklah. Tetapi itu sudah cukup. Aku ingin mengalasi tempat dudukku dengan kulit harimau loreng itu, untuk mengganti alas yang sudah tua. Bukankah kau sertakan kepala harimau itu pula"

"Hamba Tuanku"

"Sudah cukup. Kita akan segera kembali ke padang Karautan. Ken Dedes pasti sudah menunggu"

Maka ketika matahari terbit di pagi harinya, iring-iringan itu pun telah meninggalkan hutan perburuan kembali ke taman di sebelah padukuhan Panawijen yang baru. Derap kaki-kaki kuda yang melontarkan debu di atas rerumputan yang kering di padang Karautan segera menarik perhatian orang-orang yang tinggal di padukuhan baru itu.

Bara Di Atas SinggasanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang