***
Cuplikan akhir bagian 11...
"Siapa yang akan menitipkan barang-barang kepadaku" cantrik itu berdesis di telinga Mahisa Agni.Mahisa Agni berpaling. Dilihatnya wajah cantrik yang lucu itu sedang tersenyum. Bahkan kemudian ia berbisik, "Barang-barangnya sudah dititipkan kepadamu. Biarlah pemiliknya naik di atas punggung kudaku. Kalau ia tidak berani seorang diri, aku dapat menjagainya di belakangnya"
"Sst" Mahisa Agni berdesis, dan cantrik itu tersenyum semakin lebar.
***
Sambil berjalan maka Mahisa Agni, cantrik yang bersamanya dan laki-laki tua itu tidak berhenti-hentinya bercakap-cakap. Sedang anak gadisnya kemudian berjalan di depan bersama perempuan-perempuan yang lain.
"Ia bukan anakku" berkata laki-laki tua itu tiba-tiba. Mahisa Agni mengerutkan keningnya. Tanpa dikehendakinya sendiri ia bertanya, "Jadi, apakah hubungan kalian?"
"Ia sebenarnya adalah cucuku"
"O" Mahisa Agni mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ayahnya meninggal selagi ia berada di dalam kandungan karena penyakit yang tidak kami ketahui. Ketika ia berumur tiga tahun, ibunya meninggal pula"
"Yatim piatu" desis Mahisa Agni.
Dan tiba-tiba cantrik itu memotong, "Suaminya?"
Orang tua itu mengerutkan keningnya "Memang ia terlambat kawin. Tetapi ia masih gadis"
"O" cantrik itu mengerutkan keningnya, "Tentu belum terlambat. Berapakah umurnya?"
"Aku tidak tahu pasti. Ia lahir ketika ada gempa yang besar menimpa Kediri. Pada saat tanah-tanah bengkah dan gunung-gunug runtuh. Hujan angin seperti dicurahkan dari langit"
Mahisa Agni mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kira-kira duapuluh tahun yang lampau"
"Ya, begitulah" sahut orang tua itu. Kemudian suaranya menurun, "Karena itulah terlambat kawin. Kawan-kawannya yang berumur tujuh belas tahun sudah dipinang orang"
Mahisa Agni mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bahkan yang berumur limabelas tahun" orang tua itu meneruskan. Kemudian, "Sebenarnya anak itu juga sudah dipinang orang. Ia hampir kawin tiga tahun yang lampau. Tetapi yang melukai hati anak itu, calon suaminya mati terbunuh"
"O" Mahisa Agni dan cantrik itu terperanjat.
"Kenapa?"
"Itulah yang menyakiti hatinya. Ternyata calon suaminya adalah seorang perampok" jawab orang tua itu, "Tidak seorang-pun dari orang sepadepokan kami yang mengetahuinya. Karena itu lamarannya-pun aku terima. Gadis itu-pun telah tidak menolak lagi. Namun berita itu akhirnya sampai pada kami. Laki-laki itu adalah seorang perampok yang sangat dibenci"
Mahisa Agni dan cantrik kawan seperjalanannya itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekilas mereka memandang punggung gadis yang berjalan beberapa langkah di depan mereka. Tetapi mereka sama sekali tidak mendapat kesan apapun juga.
"Kasihan" desis Mahisa Agni di dalam hatinya.
Dan orang tua itu berkata seterusnya, "Tetapi aku kira lebih baik demikian daripada perkawinan itu sudah berlangsung. Cucuku akan menjadi seorang isteri perampok yang dikutuk orang, meskipun orang-orang di sekitarnya tidak mengetahuinya" orang tua itu berhenti sejenak, lalu, "Sekarang ia bebas, meskipun hatinya luka"
Mahisa Agni hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, tetapi ia tidak menyahut.
Demikianlah perjalanan mereka itu-pun semakin lama menjadi semakin dekat dengan perbatasan hutan dan langsung masuk ke tlatah Singasari. Mahisa Agni sempat mengantarkan mereka sampai ke tempat yang dianggapnya cukup aman. Mereka tidak akan terganggu lagi oleh orang-orang yang mengejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Di Atas Singgasana
Historical FictionBara Di Atas Singgasana Cerita silat, lokal, jawa, fiksi sejarah Buah karya mendiang bopo Singgih Hadi Mintardja / SH Mintardja Mohon bersabar bila dirasa agak lambat update :) Vote & Comment ya, biar tetap semangat lanjut