***
Cuplikan akhir bagian 10...
Sekali lagi mereka yang menyaksikan hal itu menjadi berdebar-debar. Namun ternyata bahwa kedua orang prajurit yang menyertai rombongan orang-orang yang menyusul itu-pun bukan penakut yang mudah menjadi putus-asa."Persetan. Persetan. Ayo, kita binasakan dahulu orang itu"
***
Kedua orang prajurit itu-pun kemudian bersama-sama menyerbu Mahisa Agni. Senjata-senjata mereka berputaran seperti baling-aling. Sedang orang yang telah kehilangan pedangnya itu-pun melangkah surut beberapa langkah.
Cantrik kawan seperjalanan Mahisa Agni. dan seluruh rombongan orang-orang Kediri yang lain seakan-akan sadar pula dari mimpi mereka. Dengan serta-merta mereka-pun menyiapkan diri, dan menyerang lawan-lawan mereka yang paling dekat.
Perkelahian-pun berkobar kembali. Tetapi kini keadaan menjadi jauh berbeda. Karena kedua prajurit Kediri bersama-sama berkelahi melawan Mahisa Agni, maka kawan-kawannya yang lain tidak segera dapat menguasai lawannya.
Tetapi perkelahian itu-pun tidak berlangsung lama. Mahisa Agni yang kemudian bersenjatakan pedang yang telah patah, dalam waktu yang singkat telah berhasil melemparkan senjata kedua prajurit yang mengeroyoknya. Bahkan, dengan sentuhan tangan kirinya, seorang dari mereka terpelanting jatuh meskipun segera berhasil bangkit kembali.
"Nah, apa katamu?" bertanya Mahisa Agni, "Apakah kalian masih akan berkelahi terus?"
Sekali lagi pertempuran itu terhenti. Orang-orang yang sedang memburu mangsanya itu-pun menjadi berdebar-debar. Kini mereka melihat suatu kenyataan, bahwa orang yang dianggapnya tidak mampu untuk ikut di dalam perkelahian. bahkan yang akan dijadikan tanggungan oleh orang-orang yang sedang mengejar mereka yang menyingkir dari Kediri itu, ternyata seorang yang mempunyai kemampuan yang tidak pernah mereka bayangkan. Kini agaknya orang itulah yang akan menentukan akhir dari perkelahian itu.
"Kalian dapat memilih" berkata Mahisa Agni selanjutnya, "Bertempur terus, dengan akibat yang paling parah bagi kalian, atau kalian mengurungkan niat kalian dan melepaskan orang-orang yang sedang mencari dunianya yang paling sesuai bagi dirinya"
"Tetapi itu suatu pengkhianatan" potong salah seorang prajurit itu.
"Memang dalam keadaan yang wajar, tindakan mereka tidak dapat dibenarkan" berkata Mahisa Agni, "Tetapi Kediri kini menghadapi masa darurat. Tindakan Baginda terlampau menyinggung perasaan para pendeta danolah tapa . Itulah yang telah memaksa mereka memilih antara dua kerajaan yang bertentangan"
"Singasari ikut dalam kesalahan ini" jawab prajurit itu pula, "Kalau Singasari tidak menampung mereka, maka mereka tidak akan berbuat demikian"
"Singasari memandangnya dari segi lain. Singasari mengerti kesulitan para pendeta dan olah tapa itu. Karena itulah maka Singasari dapat menerima mereka"
"Omong kosong. Justru Singasari lah yang menghasut rakyat Kediri, karena Singasari sendiri sudah siap untuk memberontak"
Mahisa Agni mengerutkan keningnya. Sekilas terbayang wajah Ken Arok yang tegang, duduk di atas Singgasana didampingi oleh kedua isterinya. Ken Dedes duduk sambil menundukkan kepalanya, dan Ken Umang yang menengadahkan wajahnya sambil tersenyum asam.
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Namun ia berkata di dalam hatinya, "Aku tidak dapat mencampur baurkan persoalan-persoalan pribadi dengan persoalan yang jauh lebih besar"

KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Di Atas Singgasana
Historical FictionBara Di Atas Singgasana Cerita silat, lokal, jawa, fiksi sejarah Buah karya mendiang bopo Singgih Hadi Mintardja / SH Mintardja Mohon bersabar bila dirasa agak lambat update :) Vote & Comment ya, biar tetap semangat lanjut