***
Cuplikan akhir bagian 7...
Pada saat itulah, dari pusat adanya, Ken Arok telah mendapatkan sepercik tuntutan lewat Mahisa Agni.Dengan demikian maka Pendeta Lohgawe yang mempunyai penglihatan yang lepas hampir tidak berbatas itu segera melihat, kabut yang gelap membayangi tahta Singasari yang kini masih sedang menanjak.
"Memang tidak ada seorang pun yang dapat menghindarkan diri dari tangan-Nya" katanya di dalam hati.
***
Karena Lohgawe tidak segera menjawab, maka Mahisa Agni pun mendesaknya. "Bagaimana Kiai?"
"Anakmas Mahisa Agni" berkata Pendeta itu kemudian, "Aku tahu bahwa Anakmas menganggap, sebagai seorang pendeta aku tidak akan melakukan pemalsuan. Tingkah laku, kata-kata maupun kesaksian. Sejak semula aku memang sudah menyangka, bahwa Anakmas akan mendorong aku sampai ke sana. Aku tidak akan dapat ingkar dari pertanyaan itu. Tetapi sekali lagi aku mengharap bahwa Anakmas cukup bijaksana. Seandainya seekor ular bersembunyi di dalam tiang rumahku, sudah tentu aku tidak akan langsung menebang tiang itu untuk membunuh ularnya. Justru aku tahu, bahwa di atas atap rumah itu banyak orang yang sedang bersembunyi menyelamatkan diri dari kejaran seekor harimau"
Terasa sesuatu bergetar di dada Mahisa Agni. Ia langsung dapat menangkap makna dari kata-kata Pendeta Lohgawe itu.
Justru karena itu, Mahisa Agni diam mematung. Darahnya serasa berjalan semakin lambat. Ditatapnya wajah Pendeta Lohgawe yang kini telah menjadi bening kembali, justru setelah ia mengatakan apa yang tersimpan di dalam hatinya.
Ketika Mahisa Agni akan mengucapkan sepatah kata, Lohgawe mendahului, "Itulah Anakmas. Bukankah kau menghendaki untuk mengetahui kenyataan itu? Dan agaknya Yang Maha Esa-lah yang membawa kau kemari, seperti Yang Maha Esa membawa Ken Arok kepadaku"
Lohgawe berhenti sejenak, kemudian, "Terserahlah kepada Anakmas. Apakah yang menurut Anakmas baik dilakukan. Aku menganggap bahwa Anakmas telah mendapat kebijaksanaan yang tidak terbatas"
Mahisa Agni menggelengkan kepalanya, "Tidak sejauh itu Kiai. Kini terasa betapa bodohnya aku. Setelah aku mendengar jawaban yang aku tunggu-tunggu itu, justru aku menjadi kehilangan akal. Aku tidak tahu, apa yang sebaiknya aku lakukan"
"Angger memang perlu penenangan. Aku sudah pasrah. Apa yang Angger lakukan adalah yang paling baik"
Mahisa Agni menjadi semakin bingung.
"Jangan kau paksa untuk mengambil kesimpulan sekarang Anakmas. Kalau Anakmas sudah menjadi tenang, maka Anakmas akan melihat cahaya itu di hati Anakmas"
Mahisa Agni masih menundukkan kepalanya.
"Lupakanlah untuk sejenak. Apakah Anakmas mempunyai persoalan yang lain?"
Mahisa Agni menggelengkan kepalanya, "Tidak. Tidak Kiai. Aku tidak mempunyai keperluan apapun"
"Kalau begitu, kita mempunyai waktu untuk berbicara tentang banyak hal. Tentang jalan-jalan yang menjadi semakin rata, bangunan-bangunan yang bertambah megah di atas Singasari ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Di Atas Singgasana
Historical FictionBara Di Atas Singgasana Cerita silat, lokal, jawa, fiksi sejarah Buah karya mendiang bopo Singgih Hadi Mintardja / SH Mintardja Mohon bersabar bila dirasa agak lambat update :) Vote & Comment ya, biar tetap semangat lanjut