***
Cuplikan akhir bagian 3...
Dada Mahisa Agni berdesir."Kenapa?" ia bertanya.
"Ia jauh melampaui batas waktu yang direncanakan"
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. "Ia selamat"
***
Anak muda itu hanya sekedar singgah saja di Lulumbang. Kemudian ia pun segera meneruskan perjalanan, kembali ke Panawijen.
Ketika cantrik yang memberitahukan kepadanya tentang Ken Arok itu bertanya kepadanya. Mahisa Agni hanya dapat menggelengkan kepalanya, "Seperti kau, aku tidak ingin negara yang baru lahir ini berguncang. Seluruh rakyat menyambut lahirnya kerajaan Singasari. Seluruh rakyat mengharap bahwa negara ini akan segera berkembang. Aku tidak dapat melakukannya. Kepentingan yang seolah-olah lebih bersifat pribadi ini. terpaksa aku urungkan, meskipun tidak berarti bahwa kesalahan Ken Arok, seandainya benar penglihatanmu, menjadi terhapus karenanya"
Cantrik itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya, "Sudahlah, anggaplah penglihatankulah yang salah. Singasari memerlukan seorang besar seperti Ken Arok"
Mahisa Agni mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Aku akan segera kembali ke Lulumbang" berkata cantrik itu kemudian.
Namun Mahisa Agni tidak dapat melepaskannya sendiri. Perasaannyalah yang selalu membayangi. Cantrik itu adalah satu-satunya saksi yang masih dapat mengatakan, siapakah yang sebenarnya datang ke Lulumbang pada saat Empu Gandring terbunuh.
"Barangkali pembunuh itu sudah melupakannya, bahwa masih ada seorang saksi" berkata Mahisa Agni di dalam hatinya, "Selama tidak ada persoalan apapun tentang pembunuhan itu, maka aku kira cantrik itu pun tidak akan terancam"
Meskipun demikian Mahisa Agni memerlukan mengantarkan cantrik itu sampai ke Lulumbang, menyerahkannya kembali kepada kawan-kawannya.
Dengan demikian Mahisa Agni mencoba untuk seterusnya melupakan keterangan cantrik itu. Ia menenggelamkan di dalam kerjanya sehari-hari, membangun padukuhannya yang baru, seperti juga Singasari membangun dirinya. Kini pemerintahan yang dipimpin oleh Ken Arok itu mulai terasa sampai ke padukuhan-padukuhan terpencil. Perlindungan dan bimbingannya memberikan banyak manfaat kepada daerah-daerah yang semula seakan-akan tidak bertuan.
Namun, adalah berbeda sekali apa yang terjadi di dalam istana sendiri. Di kala Singasari sedang memencar ke segala penjuru, keretakan yang perlahan-lahan telah merayapi istana. Seperti yang dikatakannya sendiri, Ken Arok bukanlah seorang pengecut. Dan ia memang tidak berlaku sebagai seorang pengecut.
Meskipun belum dilakukannya secara terbuka, namun ia benar-benar tidak meninggalkan Ken Umang. Bahkan Ken Umang ternyata mempunyai kecakapan yang seakan-akan ajaib. Ken Arok sama sekali tidak dapat melepaskannya lagi, bukan sekedar karena kejantanannya. Tetapi Ken Arok benar-benar memerlukan Ken Umang.
"Tuanku" berkata Ken Umang pada suatu kali, "Apakah untuk seterusnya Tuanku akan selalu bersembunyi-sembunyi apabila Tuanku datang mengunjungi hamba seperti ini"
"Tentu tidak Umang. Pada saatnya aku akan mengumumkan perkawinan kita"
"Tetapi bagaimana dengan Tuanku Permaisuri. Bukankah kekuasaan yang Tuanku miliki sekarang berasal dari Tuan Putri itu, yang mendapat pelimpahan dari Akuwu Tunggul Ametung?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Di Atas Singgasana
Historical FictionBara Di Atas Singgasana Cerita silat, lokal, jawa, fiksi sejarah Buah karya mendiang bopo Singgih Hadi Mintardja / SH Mintardja Mohon bersabar bila dirasa agak lambat update :) Vote & Comment ya, biar tetap semangat lanjut