Author POV
Pagi-pagi buta dokter muda ini harus bangun dari lelapnya.
Masih sama seperti sebelumnya, dia harus kembali beraktivitas di rumah sakit ternama di Seoul, untuk menjalankan tugas tanggung jawabnya sebagai seorang dokter.
Dan seperti biasanya, mobil itu melaju dengan sangat cepat, hanya butuh waktu setengah jam dari apartementnya untuk sampai di rumah sakit. Menyapa setiap karyawan maupun pasien yang berlalu lalang melewatinya, dengan senyumannya yang begitu ramah.
Ini adalah hari pertama dia merawat Jimin. Sebelumnya dia hanya dokter yang keluar masuk ruangan untuk memeriksa setiap keadaan pasien, tapi sekarang dia harus siap sedia untuk pasien satu ini.
Tanpa menunggu lama, dia langsung masuk ke dalam kamar Jimin. Menampakkan sosoknya yang masih lemas. Dia langsung duduk di sebelah ranjang Jimin yang masih tertidur pulas.
Masih tidak menyangka dengan harapannya untuk bertemu Jimin dikabulkan Tuhan. Jimin sudah ada di depan matanya sekarang, walaupun keadaannya seperti ini. Tapi, dia tetap bersyukur bisa bertemu Jimin.
Sifat penasarannya mulai bertambah, batinnya terus bertanya-tanya mengapa Jimin bisa sakit parah seperti ini. Dan ini adalah pertama kalinya dia tahu kalau Jimin masuk rumah sakit. Selama jadi Army, kalau Bangtan sakit, itupun hanya sekedar cedera kecil atau sakit ringan lainnya. Tapi ini, Jimin terlihat parah, dia begitu lemas dan harapannya sebagai seorang Army semoga saja Jimin bisa secepatnya pulih dan sembuh permanen dari penyakitnya itu. Dia punya hutang penjelasan pada Minri, dan dia sudah janji.
Rasanya deg-degan sekali bisa sedekat ini dengan Jimin, wajahnya begitu sendu dan sangat menyayangkan sekali. Dan jika menatapnya seperti ini, sangat membuat hati begitu hancur, tidak menyangka dia bisa sampai seperti ini.
Tangannya mulai bergerak, pertanda dia mulai tersadar dari lelapnya. Matanya terbuka samar-samar mulai mencari dan mengenal sosok yang ada di hadapannya.
"Do-dokter Minri, kau sudah datang." Tanyanya dengan suara khas bangun tidur.
"Iya, aku di sini sekarang. Kau sudah makan?"
"Belum dok, aku menunggumu untuk menyuapiku. Itu makanannya." Katanya sembari menunjuk makanan di atas nakas.
"Dan kau sampai tertidur lagi?" Senyuman dan anggukannya menjadi jawaban dari pertanyaan dokternya.
"Baiklah, aku akan menyuapimu. Dan setelah makananmu habis, kau harus minum obatmu." Jelas dokter itu.
"Siap dokter." Jimin menjawab seolah anak TK yang patuh terhadap guru pembimbingnya.
Disaat dia akan menyuapinya pada suapan pertama, Jimin menahan tangannya,"Tung-..,"
Namun Minri segera menyela, "Jim, kau harus makan sekarang, ini sudah lewat dari waktu yang seharusnya."
"Oke baiklah" katanya menurut.
Tak butuh waktu lama makanan yang hampir memenuhi piring itu, habis dimakannya. Dia sangat lapar ternyata. Dan setelah itu, dia langsung meminum obatnya.
Jimin ternyata memang penurut, terlebih untuk kesehatannya.
Di sela-sela bunyi-bunyian sendok dan piring beradu Jimin buka suara, "Eh dok, bisa aku bertanya?" memecah lamunan Minri.
"Silahkan." Pikirannya melayang, mulai berpikir apa yang ingin Jimin tanyakan saat ini.
"Apa kau seorang Army?"
Seketika itu juga nyawanya melemas,
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Itulah yang sudah terpikirkan sebelumnya bahwa dia akan menanyakan itu."Saat kami konser minggu yang lalu, aku melihatmu, dan kau sangat histeris saat kami menyanyikan lagu Dionysus. Itu sangat jelas menunjukkan bahwa kau seorang Army."
Diam, terkejut, Jimin seperti menyerangnya dengan pertanyaan itu.
Tapi, memang waktu itu dia sangat histeris kelewat batas, saat lagu Dionysus mereka bawakan. Dan saat ini pipi chubby-nya mulai memerah.
"Akan aku jelaskan saat kau benar-benar pulih nanti."
Karena kekesalannya pada Jimin, dia hanya membalas perkataan Jimin dingin.
"Hey, kau mencuri perkataanku." Kesal Jimin juga membalasnya.
"Kau membuatku kesal waktu itu, aku sampai khawatir dan aku harus menunggu saat kau pulih nanti agar kau bisa jelaskan padaku kenapa bisa jadi seperti ini, begitupun sebaliknya aku akan berikan jawaban tentang pertanyaanmu tadi saat kau sembuh nanti. Dan satu lagi, kau jangan banyak bicara, kondisimu masih belum memungkinkan. Mengerti?"
"Iya dokter cantik." Rayunya membuat Minri tersenyum malu.
Pada kenyataannya, Jimin memang begitu. Dia selalu merayu wanita dengan gombalan mautnya yang begitu manis. Walaupun dalam keadaannya yang lemas seperti ini.
Saat ini dia sangat berterima kasih pada Tuhan, Jimin ada di depan matanya sekarang dan dia bahkan merayunya dengan rayuan mautnya.
Saat itu juga rasanya Minri ingin berlarian kesana kemari saking senangnya. Tapi, nanti orang lain berpikir, dia ini dokter atau pasien gangguan jiwa sampai harus seperti itu.
Jadi, kebahagiaannya ini hanya dia dan Tuhan saja yang tahu.Dan untuk kesekian kalinya Minri sangat-sangat berterima kasih.
-bersambung-
Thank you for reading and voment
Seeyuuu🥰

KAMU SEDANG MEMBACA
Dreams Come True
FanfictionPark Minri adalah seorang Army yang begitu mengidolakan dan memimpikan menjadi seorang pendamping hidup sang idolanya merupakan suatu kehaluan tertinggi dan yang paling terindah yang pernah dia rasakan. Menjadi pendamping hidup dari seorang Park Jim...