11. Believe

35 1 0
                                    

Minri POV
.

.

.


            Matahari mulai terbenam, dan mulai menutupi cahaya kuningnya. Dan sang rembulan pun datang menggantikannya untuk menyinari malam.

            Malam ini, malam pertama aku ada dalam satu kamar dengan Jimin. Dia tidak mengizinkanku untuk pulang, jadi aku harus menginap bersamanya malam ini.

            Aku pernah membayangkan dan aku pernah berharap aku bisa ada dalam satu kamar dengan Jimin, dan Tuhan mengabulkan doaku, aku bisa satu kamar dengannya, walaupun hanya sebatas dokter dan pasien. Tapi, itu membuatku senang, aku bisa satu kamar dengannya. Dan siapa sangka akan jadi seperti ini. Aku bahagia dengan itu.

            Dan saat aku tahu Jimin ternyata mengidap penyakit kanker paru-paru stadium pertama, aku seperti terkena serangan jantung, aku tidak menyangka dia bisa terkena penyakit seperti itu. Dan, meskipun masih stadium yang pertama, tapi itu bisa berakibat fatal jika tidak langsung dirawat.

            Penyakitnya itu mungkin disebabkan karena kelelahan, kata dokter Han. Dan ya, bisa jadi. Jimin adalah seorang idol. Jadwal mereka begitu padat. Dan saat konserpun bisa jadi 10-20 lagu yang mereka bawakan, dan itu bisa jadi penyebab utamanya.

            Aku belum bisa tidur nyenyak saat mendengar itu. Aku khawatir dengan Jimin, aku sangat berharap dia bisa sembuh total dari penyakit itu. Dan 65% kemungkinan dia bisa sembuh dari penyakit itu. Ini masih stadium pertama. Nyawanya masih bisa diselamatkan. Penyakit yang seperti itu masih bisa disembuhkan, jika itu langsung dirawat secepatnya.

            Penyakit yang dideritanya saat ini pun, sudah diatasi secepatnya. Baru seminggu yang lalu kami bertemu dan seminggu berikutnya, Jimin divonis mengidap penyakit ganas itu. Dan masalah keuangan, keluarganya sudah pasti bisa menanggung biaya perawatan dan operasinya sekarang juga, lagipun Jimin seorang idol, dan gajinya sudah pasti sangat besar.

            Sekarang apa yang tidak bisa dengan uang. Benda kecil itu bisa jadi lebih berharga dari apapun, jika waktu sudah menuntutnya.

*****

            Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan aku belum juga tertidur barang satu menit saja. Jantungku hampir copot saat tahu Jimin punya penyakit ganas seperti itu. Aku sungguh khawatir, aku tidak menyangka bisa jadi seperti ini, aku tidak pernah meminta kalau seandainya aku bertemu Jimin, akan jadi seperti ini, tidak pernah.

            Aku terus menatap Jimin. Dia sangat tampan jika dipandang seperti ini. Tidurnya sangat lelap, entah apa yang dia mimpikan.

            Dan perlahan matanya bergerak, seakan dia ingin bangun dari lelapnya. Dan, ternyata benar. Dia bangun. Aku terciduk sedang menatapnya. Di menit berikutnya, dia memberiku pertanyaan. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Aku tahu aku tampan, bahkan saat aku baru bangun tidur." Ucapnya menyombongkan diri.

            "Memangnya tidak boleh? Kau kan pasienku. Jadi aku bisa menatapmu kapan saja." Kataku dengan nada yang sedikit, jutek. Padahal pipiku rasanya sudah memerah karena kelewat senang.

            "Hmm, terserah kau saja. Dan kenapa kau belum tidur?" Aku terdiam. Tidak tahu harus jawab apa.

            "Aku belum mengantuk. Dan kau kenapa kau terbangun, kau harus tidur lagi sekarang."

            "Aku tidak tahu, tiba-tiba saja aku terbangun, dan mendapatimu sedang menatapku." Jawabnya.

            "Jim, aku ini seorang dokter, dan sudah kubilang bukan, aku bisa menatapmu kapan saja."

            Percakapan kami terhenti sejenak dan akupun bersuara.

            "Jim?" Aku memanggilnya.

            "Kenapa?" Dia menjawab.

            "Kau tidak perlu menjelaskan padaku lagi, kau sakit apa. Aku sudah tahu, hasil laboratoriummu sudah keluar tadi siang."

            "Ooh, jadi kau sudah tahu. Baguslah jadi, aku tidak perlu menjelaskan padamu lagi soal itu. Dan sekarang aku yang mati penasaran, kau ini seorang army atau bukan?"

            "Jim, pagi tadi aku sudah bilang padamu, akan aku jelaskan saat kau benar-benar pulih. Dan, satu hal lagi, minggu depan adalah jadwalmu untuk menjalani operasi, jadi persiapkan dirimu." Sebenarnya, sakit sekali jika mengatakan ini, dan aku berharap Jimin bisa sembuh total secepatnya.

            "Baiklah, aku mulai bersedia dari sekarang. Lagipun aku ingin cepat-cepat sembuh dari penyakit ini, agar aku bisa segera mendengar penjelasanmu."

            "Hmm, baiklah. Sekarang kau harus kembali tidur, ini sudah semakin larut." Tegasku memerintah.

            "Jim tunggu." Aku memanggilnya lagi. Ada yang ingin aku tanyakan.

            "Kenapa lagi? Tadi kau suruh aku tidur, sekarang panggil lagi." Kesalnya. Mungkin dia sudah mengantuk lagi.

            "Kenapa kau tidak menginjinkanku pulang? Kenapa kau ingin aku menginap?" Aku penasaran.

            "Aku hanya ingin kau ada di sini, aku ingin kau menemaniku malam ini. Dan ini malam pertamaku denganmu, ini adalah malam pertama aku tidur satu kamar dengan seorang gadis." Jelasnya.

            "Jadi, aku adalah gadis pertama yang tidur satu kamar dengannya? Ya Tuhan apa ini mimpi?  Aku sungguh bahagia, rasanya aku ingin memeluk Jimin saat ini, aku sangat menyanyanginya." Batinku.

             "Ooh jadi begitu. Baiklah sekarang kau bisa melanjutkan tidurmu."

             "Hmm, selamat tidur dan semoga kau mimpi indah dokter cantik." Dia merayu lagi, aku sangat bahagia.

             "Kau juga, selamat tidur."
Itu, jadi penutup perbincangan kami malam itu.

             Aku berdoa, semoga operasinya berjalan lancar dan semoga saja Jimin bisa secepatnya sembuh total dari penyakit itu. Aku ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi dengannya, dan berharap dia bisa bertahan seribu tahun lagi. Aku masih ingin bersamanya lebih lama lagi.

            Aku berharap Tuhan mengabulkan doaku ini, sama seperti dia mengabulkan doaku diwaktu sebelumnya. Aku akan sangat bersyukur, jika Tuhan mengabulkan doaku ini. Aku percaya bahwa mukjizat itu, Nyata.








-bersambung-

Thank you for reading and voment
Seeyuuu🥰

Dreams Come TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang