Pulang

1K 100 4
                                    

Khay duduk di dekat jendela pesawat. Matahari pagi itu belum terik. Baru mengangkasa sebatas pandangan mata. Satu-satu penumpang pesawat memenuhi kabin, membuat hiruk pikuk kecil. Pramugari dengan sigap membantu penumpang menemukan tempat duduk mereka sesuai dengan yang tertera dalam boarding pass. Ada pula yang menerangkan kepada ibu-ibu yang membawa anak kecil tentang kegunaan pelampung ketika keadaan darurat.

Khay memilih penerbangan pertama dari Yogyakarta. Maskapai berlogo burung membawanya pulang ke Jakarta setelah tiga tahun lebih dia tidak menyapa ibu kota. Kali ini Papa yang memaksanya pulang. Semalam, papa mengabarkan kalau Azzam -Abah Gaza- harus dirawat di rumah sakit. Beliau terkena serangan jantung. Papa menyampaikan keinginan Azzam untuk bertemu dengan Khay. Bagi Azzam, Khay sudah dianggap seperti anaknya sendiri.

Khay teringat masa kecilnya bermain dengan Gaza dan Anda. Azzam membuatkan mereka rumah pohon yang saat ini sudah keropos dimakan usia. Azzam sering membantu Khay membuat prakarya karena waktu kerja Azzam sebagai pengusaha jauh lebih fleksibel daripada Papanya sendiri. Azzam pun tak lebih seperti ayah keduanya, dimana Khay menemukan rasa sayang yang sama seperti yang papa berikan.

Khay menelusuri selasar bangunan megah rumah sakit. Bangunan itu berada di lantai 3 dan dikhususkan untuk ruang rawat inap VIP. Satu-satu Khay melihat nomor yang tertera di pintu kamar. Masih ada sembilan kamar lagi untuk sampai ke tempat Azzam dirawat.

Khay membawa buket bunga yang dibelinya dalam perjalanan dari bandara ke rumah sakit. Abrar dengan senang hati menjemputnya dan mengantarnya ke rumah sakit, kemudian berpesan agar memberitahunya ketika telah selesai berkunjung.

"Abang nggak ikut jenguk Abah?"

"Abang sudah berkunjung semalam. Cukup lama."

Begitu yang diucapkan Abrar sebelum kembali ke kantornya. Khay menemukan kamar rawat inap bernomor lima belas. Tidak terdengar suara apapun dari dalam kamar. Khay mengetuk pintu dan tak lama kemudian Umma Gaza membukanya.

"Assalamu'alaikum Umma." Diciumnya punggung tangan wanita di hadapannya.

"Wa'alaikumussalaam. Sama siapa Khay datang?" Jawab Umma Gaza. Matanya terlihat bengkak. Mungkin karena terlalu banyak menangis.

"Tadi dari bandara dijemput bang Abrar langsung kesini Umma. Abang minta maaf tidak bisa menemani menjenguk Abah, soalnya harus ke kantor lagi."

"Oh iya nggak apa-apa. Semalam Abrar sama papa mu juga disini. Ayo masuk nak."

Khay melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Tidak ada seorangpun di dalam. Khay memandang ke seluruh area kamar dan memastikan tidak ada orang lain disana.

"Gaza baru saja pulang, sementara Anda sedang sarapan ke kantin."

"Umma sudah makan?"

"Sudah nak. Tapi tidak terlalu banyak. Umma tidak berselera."

"Bagaimana kondisi Abah?" Tanya Khay.

Khay melihat Abah Gaza tengah tertidur lelap. Kehadirannya sama sekali tidak mengganggu dan membuatnya bergeming. Efek obat yang baru diminum beberapa waktu lalu kata Umma Gaza.

"Abah baru saja dipindahkan ke kamar rawat inap. Sebelumnya hampir 3 hari dirawat di ruang ICU. Kondisi jantungnya lemah. Sebenarnya masalah jantung Abah sudah kami ketahui beberapa bulan belakangan ini. Hanya saja kami memilih tidak memberitahu anak-anak. Takut mereka khawatir." Umma Gaza memberi jeda.

"Sampai kemudian muncul berita tentang Gaza. Umma benar-benar terpukul dengan berita itu. Walaupun Gaza sudah menjelaskan bahwa dia dan Shilla tidak melakukan apapun di dalam kamar hotel saat itu, tapi kami merasa sudah tercoreng nama baik kami. Terlebih Abah." Umma Gaza menatap suaminya prihatin.

Ta'aruf -Menikah Denganmu-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang