Muara Rindu

1.1K 105 0
                                    

Bulan separuh mulai bergeser ke arah barat. Bersiap digantikan matahari tak lama lagi. Udara tenang. Tak ada angin yang bertiup. Khay memanfaatkan waktu sepertiga malam untuk menemui Rabbnya. Hatinya sedang diselimuti kegundahan. Tak seperti tenangnya malam, hati Khay tengah bergelombang dasyat.

Kepada Rabb nya, Khay mengadukan apa yang ddirasakan.  Bukan kali pertama kegundahan itu datang namun sudah sekian lamanya bercokol di dalam hati Khay. Selama ini dia mencoba mengenyahkan rasa gundah itu dengan kesibukannya di kampus. Dan ketika kesibukannya tak lagi bisa menyelamatkannya, doa adalah hal manjur yang selalu dilakukannya. Dengan berdoa,  gundah itu berubah menjadi sebuah keyakinan.

Khay mengingat apa yang pernah di dengarnya dalam sebuah forum kajian. Tentang kekuatan doa dimana doa bisa menjadi sebuah hal paling ampuh untuk mewujudkan keinginan seseorang. Hanya saja hal itu harus diikuti dengan kesabaran dan keyakinan jika Allah akan mengabulkan doa-doa tulus yang dipanjatkan hambaNya.

Doa bisa langsung dikabulkan, bisa juga ditunda sampai saat yang tepat, atau bisa saja Allah memberikan sesuatu yang lain. Jika doa langsung terkabul, Allah ingin melihat berapa tinggi rasa syukur yang dimiliki hambaNya. Jika doa ditunda, Allah ingin menguji tingkat kesabaran hambaNya. Jika doa dikabulkan dalam bentuk lain, Allah ingin tahu seberapa dalam hambaNya percaya dan berbaik sangka terhadapNya karena apapun yang datang dari Allah adalah yang terbaik untuk hambaNya.Khay terus bersabar dalam doanya. Entah sampai kapan, ia pun tak tahu.

***

Bandara Adi Sucipto siap menyambut para penumpang yang melakukan penerbangan domestik pertama pagi itu. Waktu menunjukkan pukul 07.00. Gaza baru saja tiba di Yogyakarta. Matanya yang sembab karena kurang tidur tertutup oleh kaca mata hitam dan tetap membuatnya fashionable. Sebuah koper kecil berisi barang pribadinya dibawa oleh kak Bas, sang asisten. Gaza mempunyai jadwal promo di dua mall besar di Yogyakarta selepas Dzuhur dan ashar.

Dari sebuah kamar hotel tak jauh dari Malioboro, Gaza menyibak tirai jendela. Sejauh mata memandang ada  beberapa gunung yang terlihat menjulang. Di bawah hotel, lalu lintas merayap menuju jalan Malioboro. Dari televisi layar datar di kamarnya,  terdengar alunan musik gamelan. Suasana tanah ningrat sangat terasa. Tiba-tiba Bastian masuk dari pintu yang menghubungkan kamarnya dengan kamar Gaza sembari menyeret koper.

"Akhirnya sampai juga kita disini. Gimana untuk acara hari ini Za? Sudah siapkah?"

"Acara hari ini sampai jam berapa?" Tanya Gaza.

"Paling maghrib sudah selesai. Lanjut besok lagi. Tapi biasanya ada fans dari Jogja yang minta ketemu setelah acara."

"Ketemunya besok saja ya Bas. Aku kepingin ketemu seseorang setelah acara selesai."

"Hah?  Seseorang? Siapa? " Bastian kaget mendengar kata-kata bosnya.

"Ada deh. Kamu nggak akan tahu siapa orangnya. Nanti biar aku naik ojek online saja." Kata Gaza sembari menuju kamar mandi.

Bastian menatap bosnya penuh tanda tanya. Tak biasanya Gaza merahasiakan sesuatu darinya. Sebagai asisten,  Bastian hampir sepenuhnya tahu jadwal Gaza dan siapa orang-orang yang bertemu dengannya setiap hari. Namun untuk yang satu ini kelihatannya berbeda. Bastian tak mau ambil pusing. Segera ditinggalkannya kamar majikannya dan dia kembali ke kamarnya sendiri. Apapun yang Gaza lakukan sepanjang hal itu ada di luar jadwal kerjaan, dirinya tak berhak ikut campur.

***

Cuaca malam itu cukup cerah. Rembulan menggantung di langit tak berujung. Warung lesehan pinggir jalan dipadati konsumen. Uniknya di Yogyakarta, orang-orang tidak gengsi untuk makan lesehan di pinggir jalan sekalipun tunggangannya adalah mobil bermerk prestisius.

Ta'aruf -Menikah Denganmu-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang