Benang Merah Takdir

912 98 5
                                    

Gaza tengah asyik membaca berita di layar ponselnya. Bencana gempa bumi baru saja terjadi di wilayah Indonesia bagian tengah,  lebih tepatnya Lombok. Gaza membaca dengan seksama ulasan dari sebuah portal berita online. Pikirannya mencoba membayangkan apa yang dibaca netranya. Gempa bumi adalah salah satu bencana yang sering mengancam Indonesia karena lokasi Indonesia yang berada di wilayah rawan gempa. Gaza membayangkan orang-orang berlarian menyelamatkan diri, membawa apapun yang mereka bisa untuk diselamatkan. Namun kebanyakan diantaranya tidak mementingkan apa yang harus mereka selamatkan kecuali diri sendiri dan orang terdekat

Seketika whatsapp grup menjadi ramai. Gaza beralih dan membaca postingan teman-temannya di grup kajian artis. Beberapa orang ada yang bersedia membantu dan terjun langsung ke Lombok, beberapa yang lain merencanakan mengumpulkan bantuan berupa uang untuk disalurkan ke sana. Gaza berfikir sejenak kemudian menghubungi kak Dudi, ketua kajian dan mendaftar sebagai relawan yang ingin  turut serta terjun ke lapangan. Karenanya,  tibalah dia di sini sekarang.

Gaza beserta relawan lainnya berada dalam sebuah truk yang akan membawa mereka ke lokasi bencana. Selain anggota kajian, ada pula beberapa ahli medis yang turut serta dalam truk mereka.

Langit semakin menggelap,  sementara truk itu masih berjalan, belum menunjukkan tanda-tanda akan segera sampai ke tujuan. Yang Gaza fikirkan hanya satu. Begitu sampai di lokasi bencana,  sedapat mungkin dia membantu dengan tenaganya. Atau jika tidak memungkinkan, dia akan membantu mendengarkan apa yang terselip di dalam hati korban bencana alam. Gaza yakin, apa yang mereka butuhkan bukan hanya dalam bentuk materi namun juga telinga yang lebar untuk berbagi perasaan.

Di tengah truk yang sempit tersebut, seseorang mendorong Gaza ketika truk berhenti mendadak. Gaza menoleh. Dilihatnya seorang pemuda, seumuran dengannya. Di lengannya ada pita merah yang menandakan dia adalah salah satu staff medis. Pemuda itu tersenyum dan meminta maaf.

"Maaf ya. Tadi kurang sigap waktu truknya ngerem. " Ujarnya.

"Tak apa. " Jawab Gaza membalasnya.

"Dokter? " Tanya pemuda itu ragu-ragu khawatir pertanyaannya ditanggapi negatif oleh Gaza.

"Bukan.. Bukan.. Saya hanya relawan biasa. " Kata Gaza menunjukkan pita kuning yang melingkar di pergelangan lengannya.

"Ooh." Pemuda itu menyatukan kedua tangannya di depan dada,  bermaksud meminta maaf dengan pertanyaannya. "Saya salut dengan pemuda yang memiliki kepedulian sosial sangat tinggi seperti anda. " Katanya kemudian.

"Terimakasih." Gaza mengulurkan tangan kanannya "Gaza." Ujarnya menyebutkan nama.

Pemuda itu menerima uluran tangan Gaza sembari tertawa. Seketika Gaza merasa heran. Alis matanya naik sebelah.

"Sepertinya takdir memang sudah menghubungkan kita jauh sebelum kita dilahirkan." Kata pemuda itu masih menjabat tangan Gaza.

"Kenapa? "

"Aqsa." Pemuda itu menikmati ekspresi kaget dari wajah Gaza, seperti kagetnya dia ketika Gaza menyebutkan namanya.

Gaza lantas ikut tertawa menyadari namanya dan pemuda itu memiliki sebuah benang merah. Gaza dan Aqsa adalah sama-sama berada di Palestina. Gaza merupakan wilayah di Palestina yang sampai saat ini tidak berhasil ditaklukkan Israel. Prajurit-prajurit tangguh tanpa perlengkapan perang ada di Gaza. Berusaha sekuat tenaga melindungi kota mereka dari jajahan Israel. Sementara Aqsa adalah sebuah masjid suci, kiblat pertama umat islam dan saat ini sedang terancam. Aqsa dan Gaza keduanya adalah cerminan dari pemuda yang menggambarkan kekuatan.

"Senang berkenalan dengan artis muda berbakat seperti kamu. Aku tadi penasaran sepertinya tak asing dengan wajah di sebelahku ini. " Aqsa berusaha melanjutkan obrolan dengan bahasa yang lebih santai. Tidak formal seperti pertama tadi.

Ta'aruf -Menikah Denganmu-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang