Epilog

76 17 1
                                    

Cahaya fajar memasuki kamar mewah milik Aci. Ia yang tadinya sedang tertidur akhirnya terbangun. Ia mengucek-ngucek matanya lalu teringat akan sesuatu. Matanya membuka lebar lalu ia langsung berlari ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, ia telah selesai mandi. Ia kemudian berpakaian rapi lalu mengambil jubah kerajaan di nakas sebelah kasurnya yang empuk dan berenda warna emas itu.

Sebelumnya, ia membuka jendela kamarnya lebar-lebar untuk mengizinkan udara pagi yang menyegarkan masuk ke kamarnya. Ia melihat ke arah kaca dan merapikan sedikit rambutnya. Setelah dirasa cukup, ia pun turun ke bawah untuk memulai sarapannya.

Ah ya, hampir saja ia melupakan hal yang sangat penting. Ia mengambil sebuah liontin di laci nakasnya lalu menggosok-gosoknya. Tak lama, keluarlah seorang peri dari sana. "Selamat pagi, Tuan," sapa Yori. "Pagi," balas Aci kemudian.

Ia kemudian buru-buru turun ke lantai bawah sambil ditemani oleh Yori yang melayang di sampingnya. "Selamat pagi Raja Aci," sambut pelayan kerajaan saat melihat raja mereka keluar dari kamarnya dan turun menuju lantai satu. Sambutan itu Aci balas dengan senyuman yang ramah.

Beberapa saat kemudian ia pun sudah sampai di meja makan kerajaan. Meja itu hanya memiliki dua buah kursi dan salah satu kursinya sudah diisi oleh seekor tupai dengan jas laboratoriumnya. Rambut cepol tupai itu yang biasanya berantakan terlihat lebih rapi pagi ini. Tapi, sebuah jepitan berbentuk kacang kenari masih setia melekat di rambutnya itu.

"Hei, kan sudah kubilang kalau lebih baik rambutmu itu digerai saja," keluh Aci sambil melihat Bibi, "dan lagi, kau makan cepat sekali. Tunggulah aku agar kita bisa makan bersama-sama."

Tupai itu menoleh ke arah Aci. "Suka-suka aku, lah. Ini kan badanku, bukan badanmu. Lagipula, kau terlalu lama jadi aku terlebih dahulu menghabiskan makananku."

Aci menggeleng-gelengkan kepalanya kesal. "Sudahlah. Cepatlah bersiap-siap, nyonya ilmuwan kerajaan," ucap Aci sedikit mengejek. Tupai itu merasa tersinggung lalu melempari Aci dengan sebuah biji kenari. "Dasar!"

Aci hanya tertawa. Tupai itu tidak berubah sejak pertama kali mereka bertemu. Aci cepat-cepat menghabiskan sarapannya lalu ia pergi ke pintu depan bersama dengan Bibi.

Aci ditempatkan di sebuah podium. Raja baru bagi dunia hewan itu tersenyum saat melihat bahwa rakyatnya bahagia menyambutnya. Bibi berdiri di bawah podium lalu menyimpan tangannya di belakang. Aci mengetuk-ngetuk mikrofon di depannya lalu berkata, "selamat pagi, semuanya."

Sapaan Aci dibalas secara serempak oleh rakyatnya. Aci memang menjadi raja yang disukai oleh semua hewan karena sifatnya. Ia ramah tamah dan baik hati. Kebijakan yang ia buat juga selalu menguntungkan rakyatnya, berbeda sekali dengan raja sebelumnya.

"Jadi, saya berdiri di sini untuk memperingati satu tahun saya diangkat menjadi raja," ucap Aci. Kemudian, ia mengambil napas kecil lalu melanjutkan, "dan juga hari peringatan satu tahun gugurnya pahlawan kita, Flo. Kita tidak akan bisa menjadi seperti ini jika bukan karena kebaikan hatinya. Pengorbanan dan tingkah lakunya selalu menjadi hal yang patut kita kenang. Dia adalah... contoh dari pahlawan sejati."

Aci terdiam sebentar dan matanya mulai berkaca-kaca karena mengingat Flo. Pidatonya kali ini disaksikan oleh semua makhluk di bumi. Kraken di laut Riddleshore bahkan menangis saat kata 'Flo' disebutkan oleh Aci dan membuat putri duyung berambut ungu di dekatnya terpaksa menenangkannya.

Aci kemudian menarik napasnya lagi. "Jadi, saya di sini juga ingin meresmikan sebuah patung Flo. Tanpanya, kita tidak akan bisa seperti ini."

Begitu Aci menyelesaikan kalimatnya, pengawal kerajaan mulai menyibakkan kain putih yang menutupi sebuah benda raksasa di sebelah podium Aci. Seperti yang Aci bilang, itu adalah patung Flo. Wajahnya dan bentuk tubuhnya sama persis dengan anjing itu.

Aci berjalan ke arah patung itu dengan pelan. Ia mengusap-usap patung itu dengan wajah sedih. Ia menunduk lalu menangis. Bibi menghampirinya dan mulai mengelus-elus bahu Aci, sama seperti yang Flo lakukan kepadanya jika tupai itu menangis. Semua makhluk yang menyaksikan hal itu ikut bersedih. Beberapa hewan betina tua bahkan menangis sesenggukan karenanya.

"Flo, maafkan aku karena tidak bisa menjagamu. Aku mengingkari janji itu. Ma-maafkan aku, Flo. Maafkan aku."

Aci menangis di depan patung tersebut. Wajah tersenyum dari patung itu makin mengingatkan Aci dengan senyuman terakhir yang Flo berikan kepadanya. Bibi tidak bisa membendung kesedihannya lagi. Ia menangis di samping Aci.

"Raja Aci, jangan menangis ya."

Aci menoleh ke belakang saat dirinya mendengar sebuah suara renyah gadis kecil. Di depannya, tampaklah seekor kucing betina kecil tersenyum ke arahnya. Kucing itu menggenggam sebuah bunga di tangan kanannya lalu memberikannya kepada Aci yang masih bersedih. Aci menyeka air matanya lalu berjongkok. Kucing itu kembali tersenyum hangat lalu berkata, "Raja Aci gak boleh nangis. Kita harus kuat menjalani takdir yang sudah dituliskan oleh Tuhan."

"Nak, bagaimana kau bisa tahu?"

Kucing kecil itu mengetuk-ngetuk dagunya lalu kelihatan seperti berpikir. "Oh, itu. Kalau itu ibuku yang memberitahukannya."

Aci tersenyum lalu mengelus rambut kucing itu pelan. "Gadis pintar," ucapnya.

Kucing itu tertawa kecil lalu berkata, "don't cry because it's gone, but smile because it was here."

Aci terkesiap mendengar apa yang kucing kecil itu ucapkan. Begitu juga dengan Bibi. Aci kemudian menoleh ke arah Bibi dengan ekspresi hendak bertanya. Namun, Bibi hanya bisa menjawab dengan mengangkat bahunya. Ia sama sekali tidak tahu mengapa kucing kecil itu bisa mengucapkan kalimat setinggi itu.

Dan lagi, kalimat itu adalah kalimat milik Flo. Bibi ingat betul saat Flo mengatakan hal itu saat mereka sedang berada di dalam mobil yang akan menuju Riddleshore.

"Nak, apa maksud dari kalimatmu tadi?"

"Maksudnya, kita tidak boleh bersedih atas kepergian seseorang, Raja. Kita harus selalu tersenyum agar orang yang meninggalkan kita juga ikut tersenyum di surga sana. Begitu, Raja Aci."

Bagaikan ditusuk seribu anak panah, hati Aci langsung remuk. Dirinya kembali teringat akan Flo. Namun, apa yang kucing kecil itu katakan sangat benar. Bagaimana bisa Flo bahagia di surga sana jika melihat dirinya di sini masih tidak mengikhlaskan kepergiannya.

Aci kemudian tersenyum lalu berkata, "terima kasih, Nak." Setelah Aci mengucapkan kalimat itu, kucing kecil itu tersenyum lalu kembali ke kerumunan.

"Dan terima kasih juga, Flo."

Fin.

Note:
Yey, tamat

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Looking For The Star [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang