Seluruh kekhawatiran itu seakan reda.
Tidak,
Kenzie tidak terlihat tenang dengan kematian Lucio atau pun Ethan. Nyatanya ia tahu, bahwa Kakaknya adalah seorang iblis yang licik. Atau, memiliki kecerdasan yang tak biasa hingga menguasai seluruh cara kuno dan segel kuno dari berbagai buku terlarang. Ia tak akan merasa kesulitan untuk membaca dan mengerti cara-cara yang di luar akal, bagi kakaknya, buku adalah senjata. Dan semua hal di dalamnya telah merubah Lucio menjadi sosok yang jauh berbeda.
Ini tak bisa! Aku tak dapat membiarkan para klan hidup dalam kekhawatiran.
Kenzie menghela napas berat. Kehadiran Ellina membuatnya tersenyum tipis.
"Lagi?" ucap Ellina datar. Ada raut tak suka yang terpancar jelas di wajah ayu-nya. "Haruskah aku pergi ke kerajaan Phoenix?"
Kenzie mendekap Ellina dan menggeleng. "Tidak, Queen. Aku tak akan mengijinkanmu."
"Tapi kau sama sekali tak terlihat lebih baik sejak Lucio tiada,"
Kenzie terdiam. "Itu karena aku tahu, dia tak akan mati semudah itu."
Sebuah daun kuning berjari lima jatuh dengan desiran angin menyapa. Gazebo besar itu tampak sepi dengan suara gemericik air mancur yang tak jauh dari taman utama. Ellina menatap sebuah bunga yang mekar dengan kupu-kupu yang menghinggapinya. Dalam dekapan suaminya, ia bahkan merasa bahwa kekhawatiran Kenzie tak kunjung reda.
"Sudah berapa lama kita tak seperti ini?"
Kening Kenzie mengerut dengan pertanyaan Ellina. Ia sama sekali tak mengerti hal yang Ellina maksudkan. "Bukankah kita selalu seperti ini? Cintaku padamu tak pernah berubah, Queen. Kita--"
"Tidak," geleng Ellina pelan. Ia memutar tubuhnya untuk menatap wajah Suaminya. "Bukan itu, Lord." ada keraguan yang terlihat jelas di wajahnya. Sebelum bibir mungilnya meloloskan kata-kata yang terlintas di benaknya. "Sudah berapa lama kita hidup dalam damai? Hingga lupa untuk memiliki rasa khawatir? Kupikir, aku hampir melupakan kisah laluku bersamamu. Saat hidupku penuh dalam tekanan ketakutan."
Kini Kenzie mengerti. Ia menangkup wajah Ellina lembut. "Queen, aku benar-benaar minta maaf untuk saat itu. Tapi kini aku--"
"... dan kini aku melihat rasa itu di wajahmu, Lord." putus Ellina membuat Kenzie bungkam. "Apakah ini saatnya kita untuk bangun dan melihat kenyataan? Bahwa hidup kita tak lagi nyaman seperti waktu-waktu yang terlewat. Atau bisa saja, keluarga kecil kita tengah terancam."
Setitik embun menetes dari salah satu dahan pohon yang berada di taman. Ellina bahkan dapat melihat pergerakan itu. Lalu guguran bunga-bunga indah yang membawa aroma wangi yang khas. Di padu aroma pohon pinus yang tampak kokoh di antara semua pohon di sana.
Ini saatnya! Kita harus bangun. Katakan apa yang kau takutkan, Suamiku. Agar aku tahu, tindakan apa yang harus aku lakukan?
"Lucio, dia ...."
Ellina menunggu kata-kata itu meluncur bebas dari bibir suaminya. Namun nyatanya semua tertahan dengan napas berat yang menujukkan kekhawatiran lebih besar.
"Dia tak bisa di tandingi dengan kekuatan."
Ellina mengernyit. "Maksudnya?"
"Dia bukanlah lawan yang mudah. Tidak, jika kita berbicara tentang kekuatan, dia pasti akan kalah dalam hitungan detik. Dia tak memiliki bakat bertarung. Dia tak pernah belajar untuk bertempur atau melawan iblis lainnya agar kuat."
"Bukankah itu menjadi mudah?"
Kenzie menggeleng. "Dia adalah pengendali pikiran. Sama sepertimu, Queen. Dia miliki kecerdasan dengan kelicikan yang setara. Hanya dengan menyentuh lawannya, dia bisa melihat semua ingatan dan mengacaukannya. Membuat lawannya hidup dalam ketakutan atau kebahagiaan tak terkira."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PRINCESS (The Dark In Fear, The Cuddle In Death)
FantastikSequel Of Me And My Lord Devil / My Lord and Fix Our Memories. Aku mencintanya! Mencintai seorang manusia yang membenci mahluk iblis sepertiku! Mencintai seorang manusia yang tak pernah tertarik untuk menatap mataku. Saat semua begitu mudah untuk...