Sakura mencoba menormalkan nafasnya yang tidak teratur. Namun gagal, ia menghela dan menghirup udara dengan tergesa. Sangat panas dan sesak. Dadanya serasa akan meledak akibat detak jantungnya yang kian kencang. Adrenalin menyelimuti seluruh tubuhnya yang berpacu menerebos semak dan belukar. Berlari sekencang yang ia bisa. Tidak ia pedulikan ranting dan daun yang dengan kasar menerjangnya. Cukup lebat memang semak yang ia terobos. Sebenarnya bisa saja dia melewati jalanan biasanya untuk menuju ke sana. Tetapi ini lebih cepat daripada harus mengendarai mobilnya yang ia tinggal di jalanan utama. Terlebih bukan saja jalanan yang menuju tempat ini memiliki rute berputar berkilo-kilo meter, kondisinya pun masih tanah dan kerikil. Sialnya lagi, bahan bakar mobilnya habis. Tentu dengan menggunakan kakinya sendiri lebih efisien. Ia bisa memangkas jarak menjadi sepertiga nya.
Setengah jam sudah ia berlari. Langit perlahan-lahan mulai kehilangan warna jingganya. Jika ia kemalaman di dalam hutan ini sebelum mencapai rumah itu, akan sangat bahaya. Ia mulai kehabisan tenaga, larinya terseok-seok berganti lebih pelan. Tinggal 200 meter lagi, otaknya yang cerdas memperkirakan letak tempat itu. Kondisi tubuhnya mungkin akan kuat mencapai tempat itu. Ia hanya berharap orang yang ia tuju ada disana. Sudah lebih dari dua tahun sebenarnya ia tak menginjakkan kaki ditempat itu, maupun bertemu dengan pemiliknya. Tapi ia sangat hafal rute singkat maupun letak rumah itu. Juga masih segar didalam ingatannya wajah dan perangai pemuda dengan warna rambut mencolok itu. Menyebalkan. Kenapa dari semua orang yang dikenalnya didunia, harus tempat pemuda itu yang pertama kali terlintas untuk tempat bersembunyi. Memang, lokasi tempat ini tak akan mudah dijangkau. Dan lagi tak satupun orang pun dirumahnya yang tahu tempat ataupun sosok pemuda itu. Rencana kaburnya akan berhasil. Ia hanya harus mempersiapkan hati dan mentalnya bertemu kembali dengan pemuda itu.
Tetapi.
Sakura hampir mencapai batasnya, peluhnya telah berganti menjadi keringat dingin. Nafasnya mulai habis, kelelahan menerjang tubuh kurusnya. Udara dingin sore hari menyusup kedalam celah pakaiannya, menusuk-nusuk kulit sampai tulangnya. Wajahnya mulai pucat. Disana, tepat dihadapannya. Sebuah rumah yang masih sama seperti 2 tahun yang lalu. Rumah dengan model balok memanjang bermaterial didominasi kayu dan kaca-kaca besar. Terkesan misterius ditengah pepohonan besar dan akses yang tertutup. Tampak seperti cottage mewah, namun terkesan dingin karena minim pencahayaan. Untungnya langit masih menyisakan cahaya untuk memandu Sakura bergerak ke arah sana. Helaan nafas lega terdengar. Ia tahu penghuninya selalu hanya menyalakan lampu ruang tengah saja. Itu berarti ia sedang berada di tempat ini. Entah beruntung atau tidak. Beruntungnya kalaupun pemuda itu sedang tidak dirumah ia bisa masuk melalui tangga yang menuju rooftop yang pintu nya tak pernah dikunci. Tidak beruntungnya, pemuda itu ada disana. Dan entah apa reaksinya melihat rivalnya semenjak di universitas itu muncul tiba-tiba.Dengan hati-hati Sakura melewati satu rintangan lagi menuju rumah itu, ia menaiki tangga-tangga batu. Sebelum mencapai ke atas dimana rumah itu berada.
Pintu rumah itu sudah didepan hidungnya. Tinggal ia ketuk, ataupun langsung masuk juga tak ada bedanya. Pemuda itu akan tetap mencelanya seperti hari hari biasa di universitas dulu. Namun, bukan itu yang menjadi fokus utamanya. Sakura sudah diambang batas.Sebelum ia mengetuk ataupun memegang pegangan pintu. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Sekejap saja Sakura membalikkan tubuhnya. Tampak sekali keterkejutan dalam raut wajah Sakura maupun pemuda itu.
"Kau, apa yang kau lakukan ditempatku?"
Wajah terkejut itu berubah menjadi tatapan heran.
Dengan tubuh gemetar karena lelah bercampur terkejut, Sakura menerjangkan tubuhnya memeluk pemuda dengan tubuh tegap dihadapannya."Tolong aku, Euigeon!"
Tubuh lemas Sakura tumbang seketika, ditahan dengan sigap oleh pemuda itu.
"Sakura? Hei, hei."
Pemuda itu menggerak gerakkan lengan Sakura yang jatuh tak bertenaga.
Namun.
Sakura telah tak sadarkan diri.----------------------------
To be continued.
----------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Without You (Completed)
أدب الهواةHubungan mereka memang tak begitu akrab. Sebagai rival, dulu mereka saling bersaing juga saling ejek. Karena sebuah masalah ia harus menemui pemuda yang sudah 2 tahun tak bertemu dengannya. Apakah masalah itu akan mereka selesaikan bersama?