Seorang gadis berjalan dengan riang menuju kelasnya yang berada di lantai 2, mulutnya terus mengumam nada nada lagu favouritenya. Ia adalah Ceisya Alleya. Gadis tomboy berumur 16 tahun yang sekarang duduk di bangku SMA kelas 11. Tomboynya masih normal kok. Bukan yang suka tinju segala macam.
"Cei!"
Ceisya mengerutkan kening, matanya sudah melirik ke samping, gumaman lagunya semakin lirih, langkahnya juga sudah tidak secepat tadi. Ceisya paham betul siapa yang memanggilnya, ia sudah sangat hafal suara itu. Ceisya tebak, pasti dia Bimo Arkhan Maulana. Cowok tengil yang sangat suka mengganggunya. Karena malas meladeni cowok satu itu, Ceisya akhirnya melangkah seperti awal, gumamannya makin keras, meskipun ia tahu kalau cowok tengil itu masih berlari ke arahnya.
"Ceisya-yang!"
Ceisya tetap tidak peduli.
"Cei, tunggu, Cei!" Bimo berhasil menyentuh pundak Ceisya dengan nafas yang naik turun karena berlari.
"Apaan, Bimo?! Nggak usah sentuh sentuh gue deh," Ceisya mengusir tangan Bimo dari pundaknya.
"Elah. Dikit doang juga."
Ceisya sudah mengeluarkan jurus hendak meninju wajah Bimo. Namun Bimo cepat cepat menahannya. Meskipun Ceisya tidak jago tinju, tapi Bimo pernah bonyok karena ditinju asal olehnya.
"Kebiasaan deh. Lu mau bikin muka gue bonyok lagi? Huh? Udah cukup ya 2 kali lu bikin muka gue bonyok."
"Ya, gimana ya? Asal lu jangan gangguin gue aja mungkin 2 kali cukup."
"Cei, gue serius, Cei. Ayolah,"
Melihat perubahan ekspresi Bimo yang tiba tiba menjadi serius, Ceisya mulai mencium bau bau ketengilan si Bimo kumat.
"Lu mau nggak gue seriusin?" Lanjutnya.
Ceisya menjentikkan jarinya. "Benerkan dugaan gue. Tengil lu kumat. Udah ah. Gue mau ke kelas."
"Cei, lu kok ninggalin gue sih? Jadi gimana? Lu mau nggak gue seriusin?" Bimo meneriaki Ceisya. "A'elah!"
Bimo mengejar Ceisya. "Gini kan enak." Ucap Bimo saat berhasil menautkan jari jarinya ke jari jari Ceisya, menggenggam.
"Bimo! Lepasin nggak?" Ceisya berusaha melepaskan tangannya, namun genggaman Bimo jauh lebih kuat.
"Aish. Bim!"
"Ya, Cei?"
Ceisya mulai geram. "Eh, Bimo Sakti! Lepasin gue!"
"Bimo lu denger nggak sih?!" Lanjutnya, karena Bimo hanya diam.
"Iya denger. Tapi bukannya lu ngomong sama Bimo Sakti ya?"
"Serah lu dah! Gerah gue pagi pagi."
"Nah, gitu dong. Apa susahnya sih gandengan sama gue?"
Ceisya menyerah karena setiap kali tangannya memberontak, maka Bimo akan semakin erat menggenggamnya.
Namun kali ini, Ceisya benar benar memaksa Bimo melepaskan tangannya, "Bim, please lepasin tangan gue, Bim." Ucapnya panik.
"Kenapa sih? Katanya tadi terserah. Lu malu gandengan sama cowok kayak gue? Huh?"
"Huh?" Ceisya cengo, sedetik kemudian ia paham ucapan Bimo. "Dikit sih, Bim. Ah, udahlah. Itu nggak penting. Cepetan lepasin tangan gue."
"Ohh, gue tau." Ucap Bimo sambil matanya melirik ke cowok yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. "Ck. Kek lu bakal di lirik aja sama dia." Bimo melepaskan tangannya. Ia berjalan sendiri menuju kelas, sedangkan Ceisya berdiri di tempat, merapihkan pakiannya dan memasang wajah se-meneraik mungkin agar setidaknya di lirik oleh sang pujaan hati. Rain Abraham. Meskipun Ceisya terlihat baik baik saja, sejujurnya ia masih memikirkan perkataan Bimo. Apa dirinya begitu jelek untuk di lirik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ceisya-yang
Teen FictionBimo Arkhan Maulana. Cowok tengil yang suka mengganggu sahabatnya sendiri. Namun Bimo paling tidak suka kalau ada orang lain yang ganggu sahabatnya itu. Namanya Ceisya Alleya. Cewek yang entah kapan akan sadar kalau sahabat cowoknya itu sudah mengkh...