8 - Sebuah rasa

17 1 0
                                    

"Hallo, Tata." Sapa Ceisya ke Tata yang sedang membaca novel di bangkunya.

Ini sudah jamnya istirahat. Tapi Ceisya, Adiba dan Tata memilih untuk tetap di kelas. Sedangkan yang lain berhamburan keluar kelas untuk mengisi perutnya yang mulai bunyi sejak jam pelajaran yang cukup menguras fikiran tadi.

"H-Hallo, Ceisya."

"Santai aja, jangan jadi gagap gitu ngomongnya. Selo kalo sama gue mah."

Tata tertawa kecil. Merasa agak canggung berbicara dengan orang yang belum dekat. "Iya, Cei."

"Baca novel apaan tu? Liat dong." Tata sedikit melirik ke novel itu.

"Ceisya mau minjem?"

"Enggak ah. Lu kasih tau aja inti dari cerita itu apaan?"

"Tata juga belum selesai bacanya Ceisya. Tata belum bisa nyimpulin."

"Yaa, awalnya aja nggak papa kali. Coba dong kasih tau inti awal ceritanya."

Tata membenarkan kacamatanya yang sedikit melorot. "Jadi intinya ini kisah cinta persahabatan lawan jenis---"

"What?! Kek gue sama Bimo dong? Eh, tapi kan ada Adiba juga. Sapto, lu juga, Ta."

"Eh!" Adiba menoleh ke Ceisya di bangku Tata. Sedangkan Adiba duduk di bangkunya sendiri, sedari tadi sibuk sendiri makanya Ceisya datang ke Tata. "Meskipun ada gue, Sapto, Tata sekalipun, lu nggak seterbuka itu kalo ke kita kita. Paan? Pilih kasih!"

"Ya nggak gitu, Dib. Mungkin karena Bimo udah lebih lama sahabatan sama gue. Jadi gue lebih sreg aja kalo cerita ke dia." Jelas Ceisya tak ingin timbul kesalah pahaman.

"Ouhh, begitu rupanya,"

"Au ah!" Ceisya masa bodoh dengan ucapan Adiba. Ia memilih kembali ke topik awal dengan Tata. "Lanjutin dong, Ta. Kek-nya belum kelar lu ceritanya."

"Tata lanjut ya, Cei. Jadi ini tuh ceritanya tentang persahabatan lawan jenis. Tetapi ternyata si perempuannya melibatkan perasaan yang lebih dalam persahabatan mereka---"

"Hahahahaa... diem diem bucin juga lu, Ta. Nggak sinkron banget sama penampilan lu itu. Gue tau lu aslinya nggak cupu cupu amat. Cuma penampilan lu doang yang bikin orang mikir kalo lu cewek cupu. Gaya bahasa lu juga." Cerocos Adiba yang diem diem mendengarkan obrolan Tata dan Ceisya di bangku pojok kelas.

Tata menunduk. Malu ternyata dirinya bucin sekali. Apalagi ini di depan teman teman barunya di kelas.

Ceisya tiba tiba tertawa. Membuat bingung Tata juga Adiba.

"Ceisya ngetawain Tata juga ya?" Tanya Tata polos.

"Ngapa lu, Cei? Kesambet lu?" Tanya Adiba heran.

"Eh, penghianat banget tu cewek. Masa' diem diem baper yang lebih sama sahabatnya sendiri? Gila gila gilaa."

"Seorang Laki laki dengan seorang perempuan emang diciptakan untuk tidak bersahabatan, Cei. Ya gitu lah jatohnya. Diem diem cinta."

"Eh, siapa bilang? Buktinya gue sama Bimo?"

"Lu nggak ada rasa ke Bimo?"

"Ya enggak lah! Gila aja gue ada rasa ke sahabat gue sendiri."

Mendengar itu entah kenapa senyum Tata mengembang, namun ia sebisa mungkin menahan senyum itu.

Akhir akhir ini, Tata selalu suka senyum senyum sendiri kalau sudah membahas tentang Bimo atau pun mengingat wajah dan senyumnya.

"Kalau gitu, Bimo yang ada rasa ke elu. Maybe,"

"Halah. Gibah ae lu bertiga." Bimo datang dengan Sapto. Membuat Ceisya, Adiba dan Tata tercengang karena orang yang dibicarakan mendenger sebagian pembicaraan mereka. Bimo duduk di bangku depannya bangku yang di duduki oleh Ceisya da Tata. Lebih tepatnya duduk di depan Ceisya. "Mana ada gue ada rasa ke cewek model begini. Kek nggak ada cewek lain yang lebih oke aja."

Ceisya-yangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang