Hari ini, sudah satu bulan sejak kejadian samping sekolah itu.
Ceisya semakin dekat dengan Rain. Bimo tahu itu. Bahkan Ceisya sering bercerita hari harinya yang ia lalui bersama Rain. Ia cerita apapun tentang Rain dengannya tanpa tahu bahwa Bimo sakit hati mendenger itu. Mendengar bahwa sepertinya Rain adalah makhluk paling sempurna dimata Ceisya.
"Aaaa!! Bimo!! Barusan Rain nge-chat gue, katanya minggu depan dia mau ngajak gue ke pantai. Astagaa,"
Bimo hanya diam. Ia memilih memakan Bakso di hadapannya walau rasanya tak lagi enak. Apa Ceisya lupa, Bimo 'kan sudah bilang, jangan pernah sebut nama Rain di hadapannya. Tapi kenapa Ceisya terus melakukan itu.
"Bim, lu kok diem doang sih? Kasih tanggapan apa kek?"
"Gue lagi makan, Cei. Orang bilang kalo lagi makan jangan sambil ngomong. Mending lu abisin tuh Bakso lu. Lu nggak liat bentar lagi kedainya mau nutup?" Ucap Bimo. Ia hanya malas dan sedikit emosi kalau harus bahas tentang cowok kesukaan Ceisya.
Ceisya melihat ke abang tukang Bakso yang sedang kemas kemas itu. Benar juga sudah mau tutup.
"Bim. Abis dari sini mampir ke rumah gue dulu yuk." Ajak Ceisya sambil memakan Baksonya.
"Ada apa?"
"Ada apa gimana maksudnya? Bukannya lu emang suka mampir pas selesai jalan jalan malem minggu gini?" Ceisya sedikit curiga. Biasanya juga Bimo sendiri yang maksa maksa buat mampir. Walaupun belum tentu malam mingguan, tapi sekalinya malam mingguan pasti Bimo akan mampir di rumah Ceisya. Entah apa yang akan dilakukan pasti dia akan meminta mampir.
"Maksud gue, ada makanan apa di rumah lu, Ceisya,"
"Ohh, mas-nya kalo tanya jangan setengah sentengah dong. Hajar juga nih,"
"Maju sini kalo berani."
"Hehehe, nggak nggak, makasih makasih."
🌬🌬🌬
"Assalamualaikum, Ayah." Sapa Bimo sambil menyalami Ayahnya Ceisya.
"Waalaikumsalam, Bimo. Sini duduk."
Bimo dan Ayah Ceisya duduk di kursi ruang tamu. Sedangkan Ceisya ke kamarnya untuk mengganti baju.
"Habis malam mingguan kemana, Bim?" Tanya Ayah Ceisya.
"Kemana aja lah, Yah, asal bareng Ceisya."
Ayah Ceisya tertawa. "Emang kenapa kalau nggak bareng putri Ayah?"
Bimo menghela nafas berat. "Nggak ada yang abisin duit Bimo, Yah. Kalo sama Ceisya ya, Yah, liat makanan ini, minta beli, nyium bau bau enak, minta beli, ada makanan yang bikin dia penasaran dikit, langsung ngajak makan. Ceisya tu, Yah."
Lagi lagi Ayah Ceisya tertawa melihat ekpresi Bimo yang menurutnya sangat gokil. "Masa' Ceisya begitu, Bim?"
"Iya, Yah. Ceisya tu bar bar banget kalo sama Bimo, Yah. Nggak ada kata kata jaga image sebagai---"
"Apa? Sebagai apa? Ayo ngomong?" Ceisya tiba tiba datang menyimak obrolan dua laki laki itu. "Gibah ae lu, tengil." Ceisya menoyor kepala Bimo dan duduk disebelah Ayahnya. Ayah Ceisya jadi terhimpit oleh Ceisya dan Bimo.
"Eh, yang sopan dong lu sama yang lebih gede."
Ayah Ceisya memijit keningnya. Sepertinya mereka memang selalu ribut begitu. "Ayah tinggal ke kamar dulu ya. Kalian berdua jangan macem macem." Ayah Ceisya memperingati. "Jangam lupa kunci pintu depan nanti ya, Cei"
"Iya, Yah. Selamat malam, Ayah." Ucap Ceisya.
"Hati hati, Yah." Ucap Bimo
"Iya." Ayah Ceisya berjalan meninggalkan Ceisya dan Bimo.
Setelah dipastika Ayah Ceisya tidak terlihat lagi, Bimo langsung akting memasang muka mesum dengan cengiran menyebalkan bagi Ceisya.
"Ngapa si lu?" Tegur Ceisya nge-gas. Ia tidak suka di tatap seperti itu.
"Kita berdua doang loh, Cei. Udah malem lagi." Bimo terus menunjukan cengiran itu, sesekali ia memainkan alisnya.
"Haish! Lu kapan pulang sih?"
Bimo menyudai aktingnya. Ia menghela nafas. "Gue mau kopi buatan lu dulu. Kalo udah abis, gue pulang."
"Bilang aja dari tadi lu mau minta kopi. Kan enak."
"Astoge, mbaknya. Iya gue minta kopi, tapi jangan samaain gue sama orang medit ya yang suka minta minta. Stok kopi di rumah gue banyak, oke?"
"Lu punya stok banyak tapi minta di rumah gue? Sama aja bodoh." Ceisya beranjak dari duduknya dan berjalan ke dapur, meninggalkan Bimo dengan ekpresi masih tidak terima dikatai orang minta minta.
Ceisya kembali ke ruang tamu dengan secangkir kopi untuk Bimo.
"Lu kasih racun nggak nih?" Tanya Bimo begitu Ceisya duduk disampingnya.
"Ya ampun masih PD banget nuduh nuduh gue setelah minta di buatin. Sleding juga lu!"
"Ya kali kan lu mau cepet cepet gue musnah dari muka bumi?"
"Gue sih emang mau lu cepet cepet musnah dari muka bumi ini. Ya tapi gue sabar aja nunggu waktunya tiba." Kata Ceisya songong.
"Dan setelah itu?"
Ceisya menatap Bimo. Kenapa mata itu terlihat serius menanti jawaban darinya. Tidak ada tatapan jail disana.
"Setelah itu, ya...gue...bahagialah bareng suami serta anak anak gue."
"Ohh," Bimo meminum sedikit kopinya yang masih panas.
Beberapa menit kemudian, setelah kopinya habis, Bimo memutuskan untuk pulang.
"Cei, gue balik deh." Pamit Bimo.
"Alhamdulillah," ucap Ceisya sumringah.
"Gue ikut seneng kalo lu seneng karena gue." Bimo mengacak acak rambut Ceisya.
"Bimo! Kebiasaan deh." Ceisya menyingkirkan tangan Bimo dari kepalanya.
Bimo tak menanggapi itu. "Cei, kalo ada apa apa, telfon gue. Kalo kuota atau pulsa lu abis, sebut nama gue 3 kali. Bimo-Bimo-Bimo, asek!"
"Yeee, malah nyanyi dong gue ntar?"
"Hehe, ya lu biasa aja manggilnya. Nggak usah di bikin lagu."
"Emangnya kenapa sih?"
"Nggak papa, buat jaga jaga aja, Cei."
"Ohh, ya udah."
"Oke. Gue balik ya. Lu abis ngunci pintu, langsung tidur. Jangan lupa do'a."
"Bawel,"
Bimo mengusap pucuk kepala Ceisya, mereka saling melempar senyum tipis dan setelah itu Bimo melangkah hendak keluar. Tetapi Ceisya memanggilnya,
"Bimo,"
Bimo berbalik badan sambil melempar senyum termanis sepanjang masa bagi siapa saja. Maybe, kecuali Ceisya. Dia menganggap senyum itu biasa biasa saja. "Kenapa?"
Ceisya tidak tersenyum tulus seperti Bimo. Seperti terjadi sesuatu dengan jiwanya saat Bimo mengatakan untuk menghubunginya saat terjadi sesuatu dengannya. "Nggak apa apa. Makasih ya udah ngajak jalan jalan. Ati ati di jalan."
Bimo tersenyum membalas senyum Ceisya yang tidak bisa di artikan lalu berjalan mendekati Ceisya dan tanpa aba aba langsung memeluk Ceisya dalam. "Gue bakal ngabarin lu kalo udah sampe rumah." Bimo melepas pelukannya dan berkacak pinggang di depan Ceisya. "Tapi tadi gue nyuruh lu langsung tidur ya abis ngunci pintu?" Bimo bingung sendiri.
"Gimana si lu? Nggak jelas banget." Dumel Ceisya.
Bimo mengambil keputusan. "Ya udah abis ini lu langsung tidur, tapi gue tetep ngabarin lu kok. Lu bisa buka chat gue pas lu bangun."
"Iya." Ceisya tersenyum dan Bimo benar benar keluar dari rumah itu.
🌬🌬🌬
KAMU SEDANG MEMBACA
Ceisya-yang
Teen FictionBimo Arkhan Maulana. Cowok tengil yang suka mengganggu sahabatnya sendiri. Namun Bimo paling tidak suka kalau ada orang lain yang ganggu sahabatnya itu. Namanya Ceisya Alleya. Cewek yang entah kapan akan sadar kalau sahabat cowoknya itu sudah mengkh...