11 - Pemantauan

9 1 0
                                    

"Teman-teman!! Jangan lupa dua minggu lagi kita otw Bali! Perisapkan apa yang perlu di persiapkan. Terutama jaga kesehatan biar tetap kelihatan cakep ntar dimata turis-turis. Eaaaa…"

"Halah receh banget lu anjer!" Ucap salah satu penghuni kelas itu terhadap ketua kelas yang sedang berdiri didepan memberitahukan sebuah informasi.

"Yahh, begitulah kira-kira. Itu amanah dari wakil kepala sekolah untuk semua murid kelas sebelas. Kalo amanah dari gue sebagai ketua kelas paling keceh, gue mau kelian tetep ceria. Udah itu aja sih."

"Ya elahh, lu ngapa sih di depan? Turun lu turun. Nggak jelas banget."

Dengan jengkel ketua kelas itu melangkah menuju bangkunya.

Suasana kelas menjadi gaduh karena tidak terasa dua minggu lagi mereka akan berlibur ke Pulau Dewata yang indah. Rasanya sudah tidak sabar.

"Bim, mau nitip sesuatu nggak? Pulang sekolah nanti, gue sama Ceisya mau beli sesuatu buat persiapan ke Bali." Tanya Adiba sama riangnya dengan yang lain.

Ceisya menoleh kebelakang, tepatnya ke Bimo dengan kaget. "Lu jadinya ikut, Bim?"

"Umm." Jawab Bimo malas.

"Kok gue bisa nggak tau sih? Ih, curang lu nggak ngasih tau gue."

"Apa sekarang lu ada waktu buat dengerin gue si, Cei?" Ucap Bimo lirih.

"Hah?" Bukannya Ceisya tidak mendengar Bimo berbicara. Tapi dia hanya tidak paham apa maksud Bimo.

"Enggak." Jawabnya ke Ceisya. Lalu beralih ke Adiba. "Gue nitip kolor aja 1, Dib."

"Ya elah mau buat apaan lu beli kolor?" Heran Adiba.

"Buat nganu."

"Eh, sembarangan lu mau nganu-nganu."

"Tenang aja. Gue nganu-nganunya bareng Ceisya."

Ceisya menampol kepala Bimo. "Enak aja! Gue nggak mau nganu-nganu sama lu."

"Terus lu maunya sama siapa?"

"Suami gue lah!" Jawab Ceisya dengan percaya diri.

"Pfft!" Bimo menahan tawa. Begitu pun Adiba. Membuat Ceisya bingung dalam situasi ini.

"Kok pada ketawa sih?!" Heran Ceisya yang kelewat bingung.

Tawa Bimo pecah seketika melihat kepolosan Ceisya. "Gue jadi bingung. Mau di katain bocah 18+ kok kelakuannya polos. Mau di katain polos kok bangsat. Hahaha,"

"Jadi maksud lu?!"

"Ya mana gue tau. Lu-nya aja yang pikirannya udah kelewat mesum." Lagi-lagi Bimo tertawa.

"Permisi,"

Bimo seketika berhenti tertawa ketika mendengar suara seseorang yang sudah membuat obrolan tidak jelas itu terhenti. Ia menoleh ke orang itu, begitu pun Ceisya dan Adiba.

"Loh, lu nggak masuk?" Tanya Ceisya kaget ketika melihat Rain datang.

"Enggak,"

"Ya kalo mau apel mah kudu inget waktu ya," Gumam Bimo dengan nada sindiran untuk Rain. Bimo menyendarkan punggungnya di kursi dan melipat tangannya di depan dada. Bertampang songong seperti biasanya.

Rain mendengar sindirian dari Bimo, tapi Rain tidak melayaninya. Apalagi sekarang ada Ceisya. "Nanti pulang sekolah temenin gue beli beberapa barang untuk liburan di Bali ya, Cei?"

Ceisya hanya diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Sedangkan mata Adiba spontan melirik Ceisya, menunggu jawaban apa yang akan Ceisya beri. Bukan Adiba saja, tentu Bimo juga penasaran dengan jawaban Ceisya. Apakah dia akan pergi dengan temannya, secara dia sudah membuat janji terlebih dahulu dengan Adiba, atau malah memilih pergi dengan Rain.

Ceisya-yangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang