Setelah tiga hari tidak berangkat ke sekolah, hari keempat Bimo memutuskan untuk berangkat. Ia berjalan dengan percaya diri seperti biasa di tengah-tengah koridor yang di penuhi oleh siswa-siswi yang menatapnya penuh selidik melihat mukanya terdapat banyak luka lebam.
Bimo memasuki kelas dengan wajah datar. Membuat beberapa anak yang ingin melempar pertanyaan jadi mengurungkan niat. Takut-takut kalau Bimo malah memakinya.
"Bimo!" Panggil Ceisya kaget saat menyadari kedatangan sahabatnya itu.
Bimo melempar tasnya ke meja. "Apa?" Tanyanya saat sudah duduk di bangkunya dan menatap Ceisya yang sudah memutar duduknya ke arahnya.
"Ish! Ngapain berangkat? Lu kan belum sembuh, Bimo."
"Bosen di rumah. Gue udah sembuh."
"Ini yang lu bilang udah sembuh?" Ceisya sengaja menekan luka lebam yang ada di wajah Bimo satu per satu.
"Aw-awhh. Sakit, Cei." Keluh Bimo.
"Nah kan masih sakit. Darimana sembuhnya."
Bimo menghela nafas panjang. "Gue bosen di rumah. Pengen ketemu temen---"
"Pengen ketemu lu, Cei." Adiba yang baru datang langsung memotong omongan yang penuh dusta dari mulut Bimo.
"Maimunah! Dateng-dateng nggak jelas gini lu. Sehat kan?" Ucap Bimo sinis.
"Wah, kalo itu mah harusnya gue yang tanya. Tapi nggak jadi deh. Gue tau lu udah sembuh begitu liat wajah ini." Adiba menekan-nekan sebelah pipi Ceisya dengan cengiran jailnya.
Ceisya menepis tangan Adiba dari pipinya. "Bukan gue. Tapi cewek yang Bimo suka yang bisa jadi obat dia kalo keadaannya lagi gini. Ya kann??" Ceisya malah menggoda Bimo tanpa membaca ekspresi apa yang sedang Bimo dan Adiba pasang.
"Enggak. Yang bisa bikin gue sembuh ya waktu."
Adiba akting menutup mulutnya yang menganga lebar pura-pura kaget. "Bimo punya gebetan?" Tanyanya pada Ceisya.
Ceisya menggelengkan kepala. "Enggak. Dia menyukai tapi sampe sekarang nggak berani buka suara. Kata dia bahasa alaynya, cinta dalam diam." Ceisya tertawa geli.
Melihat Ceisya tertawa renyah, Adiba ikut tertawa. Jelas tawa Adiba begitu hambar. "Cemen banget ya ampun."
Spontan Bimo melirik tajam ke Adiba yang masih cengar-cengir nggak jelas.
"Ekhem, ekhem."
Suara deheman itu membuat mereka bertiga menoleh ke samping. Tepatnya ke Ade yang berdiri di samping meja Bimo dengan penampilan tidak rapih, hampir sama dengan Bimo.
"Weitss, tumben banget bro mampir." Ucap Bimo dan mereka ber-tos ala cowok. Tidak ada kedekatan sebagai seorang teman sebelumnya diantara mereka. Selain mereka punya urusan masing-masing, diantara mereka juga tidak saling membutuhkan. Selain itu Ade juga jarang masuk sekolah.
"Yoi. Gue cuma mau bilang turut seneng kalo lu udah masuk lagi."
"Wow. Kenawhy emangnya?"
"Cewek ini nih," Ade menunjuk Ceisya dengan dagunya. "Astajim banget kalo udah kangen sama lu."
Bimo menahan tawanya. "Serius lu bro?"
Ceisya beranjak dari duduknya dan menghadap ke Ade dengan muka geram. "Bacot sana pergi lu jangan nunggu gue nendang lu sampe ke tempat asal ya!"
Ade menggulum senyum, "Gini ni bro berisiknya kalo kangen elu. Gue saranin lu kudu selalu berangkat apapun kondisi lu demi kenyamanan kelas."
"Terserah!" Ceisya melipat tangannya di depan dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ceisya-yang
Teen FictionBimo Arkhan Maulana. Cowok tengil yang suka mengganggu sahabatnya sendiri. Namun Bimo paling tidak suka kalau ada orang lain yang ganggu sahabatnya itu. Namanya Ceisya Alleya. Cewek yang entah kapan akan sadar kalau sahabat cowoknya itu sudah mengkh...