"Kok bisa sampe babak belur gitu lagi sih, Bim?" Tanya Mama Bimo greget sambil mengambil lauk yang telah ia masak untuk sarapan pagi ini dari dapur. "Katanya kamu sudah vakum." Sambungnya saat menaruh lauk di meja makan.
Bimo terkekeh mendengar kata telah vakum. "Bimo emang udah vakum mama cantik."
"Ya terus kok bisa babak belur lagi tuh kenapa?"
"Mama nggak tau anak muda aja. Pa, jelasin ke mama."
Papa Bimo tertawa kecil melihat anaknya yang selalu di introgasi oleh mamanya. "Anak kita baik-baik aja, sayang. Asal yang jadi alasan dia babak belur gini tuh juga baik."
"Pa,"
"Um? Papa bener kan?"
"Bukan gitu. Kalo mau sayang-sayangan sama mama tuh jangan di depan Bimo dong. Bimo kan masih SMA."
Papa Bimo tertawa. "Iya bener."
"Hishh, kalian ini." Cibir mama Bimo yang merasa tidak tahu apa-apa. "Jadi anak mama ini habis berantem sama siapa?"
"Ung... Sama, Rio, Yogi, Udin, Anto, Rangga, Vano, Hafis, ma," Jelas Bimo yang merasa tidak penting juga untuk berbohong.
Mama Bimo yang duduk bersebrangan dengan anaknya itu tersentak kaget. "Mereka teman kamu kan? Yang pernah nginep disini?"
"Umm, Jawab Bimo dengan mulut terisi. Jangan bilang sama siapa-siapa ya?"
Mama Bimo mendengus. "Kok mereka ngeroyok kamu? Ada masalah apa?"
"Udah Bimo nggak apa-apa, Ma."
"Anak kita ini udah gede, sayang. Dia punya masalah yang nggak perlu orang lain tau. Termasuk orang tuanya sendiri. Bimo bisa stress tau kalau kamu introgasi terus." Ucap Papa Bimo menengahi.
Bimo mengangguk setuju. "Mama tenang aja yaa,"
Mama Bimo berdecak pelan. "Ya sudah. Habiskan makanan kalian. Lalu kembali ke aktivitas masing-masing."
"Siap nyonya," Ucap Papa Bimo.
"Bimo nggak masuk sekolah dulu ya, Ma." Ucap Bimo.
"Iya-iya. Mau di bikinkan surat izin atau tidak?"
"Nggak usah, Ma."
"Lohh, nanti kamu di alfa dong, nak."
"Nggak masalah, Ma. Lagian Mama mau bikin surat izin sakit? Jangan ah. Ntar malah pada dateng kemari. Mending biarin mereka ngira Bimo bolos."
Setelah sarapan bersama orang tuanya, Bimo menaiki tangga menuju kamarnya. Ia berdiri di depan cermin kamarnya. "Haishh. Muka pas-pasan gue makin nge-pas aja dipandang."
"Sialan emang para penghianat di dunia! Udah berani bikin muka gue ancur gini." Bimo menyentuh luka robek di salah satu sudut bibirnya. "Eh, lu kan juga penghianat, goblok! Ngaca dong!" Ucap Bimo pada dirinya yang ada dalam cermin.
"Tapi nggak papa deng." Lanjutnya. "Penghianatan lu nggak bikin badan orang remuk kok."
"Tapi bikin persahabatan hancur." Lanjut Bimo dengan nada mellow. "Yah, sedih gue."
"Udah lama nggak mukul dan di pukul, sekalinya mulai lagi rasanya nggak jelas banget badan gue, akh!" Gerutu Bimo seraya berjalan ke kasur. Ia merebahkan tubuhnya disana, melihat langit-langit kamarnya dengan tatapan menerawang.
"Ceisya." Ucap Bimo pelan setelah beberapa menit hanya diam. "Rasanya gue pengen maksa lu buat cinta ke gue aja. Rasanya gue pengen ngelarang lu buat deket-deket sama cowok lain termasuk cowok yang lu cinta. Rasanya gue pengen bilang, kalo gue nggak suka lu selalu bicarain tentang cowok lain. Rasanya gue pengen bilang~ I love you." Bimo menggulum senyum dan dengan rasa geli ia membalikkan badan sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Malu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ceisya-yang
Novela JuvenilBimo Arkhan Maulana. Cowok tengil yang suka mengganggu sahabatnya sendiri. Namun Bimo paling tidak suka kalau ada orang lain yang ganggu sahabatnya itu. Namanya Ceisya Alleya. Cewek yang entah kapan akan sadar kalau sahabat cowoknya itu sudah mengkh...